Dara adalah anak bungsu, dia memiliki dua kakak laki-laki. Kakak pertama merupakan direrktu di salah satu perusahaan korea, sementara yang satu lagi masih menjadi mahasiswa di LA. Orang tua Dara juga bukan orang sembarangan, Ayahnya merupakan pemilik salah satu perusahaan properti di Jakarta, laki-laki 52 tahun itu juga memiliki beberpa saham yang tersebar di beberapa perusahaan dalam dan luar negri. Dulu ibu Dara adalah salah satu runner-up Miss Indonesia, Arini namanya, dia juga sempat masuk dunia modeling tapi hanya beberpa tahun sebelum akhirnya memutuskan untuk menikah dengan ayah Dara, sekarang ibu tiga orang anak itu memilih untuk membantu suaminya dalam berbisnis setelah menyelesaikan studinya di Columbia.
"Besok?"
Dara yang tadinya sibuk nonton drakor di laptop-nya, lantas mengalihkan pandangannya pada ponsel yang tengah menunjukan wajah seorang laki-laki.
"Lo ngapain balik sih?" Dara mendudukan dirinya, mencari posisi ternyaman di atas tempat tidurnya.
"Why? Lo nggak suka banget denger kabar gue mau balik."
Protestan dari sebrang panggilan membuat Dara menghela napas.
"Lagian lo balik mau ngapain sih? Nggak guna juga lo disini."
"Apa salahnya pulang ke rumah sendiri."
"Terserah, males ngomong sama lo."
Panggilan berakhir, Dara merebahkan tubuhnya dan mulai memikirkan ucapan Oci beberapa hari lalu. Cewe itu bilang, dia bakal buktikan kalau Jeffry nggak naksir sama dia, Oci nggak pernah terlihat se-percaya diri itu sebelumnya. Jika Oci bisa se-yakin itu, berarti ada hal yang dia tahu tapi Dara tidak tahu.
"Pasti ada cewe lain yang Jeffry suka, makanya dia putus dari Daia ...," Dara mengetukan telunjuk pada dagunya, "tapi kalau bukan Oci ..., siapa cewe yang akhir-akhir ini deket sama dia?"
Sibuk dengan pikirannya, Dara hampir tidak menyadari jika ponselnya kembali menunjukan panggilan dari seseorang. Nama Jeffry menghiasi layar ponselnya. Tapi bukannya menjawab panggilan itu, Dara malah membalik ponselnya dan meninggalkan benda persegi yang masih berdering itu di kamarnya.
Keluar dari kamar, Dara hanya mendapati kesunyian di rumahnya. Orang tua Dara masih belum pulang dari bekerja, Mba Indri yang biasa bantu-bantu juga sudah pulang ke rumahnya sendiri, hanya tinggal pak Asep yang masih berjaga di luar rumah. Alasan kenapa Dara tidak senang saat mendengar kabar kepulangan kakak keduanya bukan karena Dara sangat menyukai kesendirian, Dara bukan anak introvert yang suka berdiam diri dan berteman dengan kesunyian. Dara hanya tidak suka dengan keluarganya, Dara tidak suka saat mereka mulai berkumpul dan bertanya tentang bagaimana Dara menjalani hidup. Semua hanyalah sebuah omong kosong. Saat Mama bertanya tentang bagaimana dengan sekolah Dara, wanita itu tidak bertanya tentang bagaimana Dara menjalaninya, tapi berapa angka yang berhasil Dara dapat hari itu, dan siapa saja orang-orang yang Dara ajak untuk berinteraksi.
Orang-orang diluar sana berikir jika menyenangkan hidup sebagai anak orang kaya, kata mereka, lo tinggal ngomong, biar uang yang bekerja, yang terjadi tidak se-indah itu. Dara melihatnya, saat kalian begitu patuh dan berusaha keras mewujudkan ekspektasi orang tua, kalian akan berakhir seperti kakak pertama Dara, seseorang yang tidak bisa memilih dan tidak memiliki tujuan hidup. Sementara jika kalian memilih untuk memberontak dan berkata tidak, kalian akan berakhir seperti kakak kedua Dara, menjadi semu dan terabaikan, saat orang tuamu berada pada situasi yang mengharuakannya untuk menyebut namamu, itu akan terdengan seperti sebuah aib.
Dara tidak ingin menjadi keduanya, entah menjadi kebanggaan ataupun aib keluarga. Dara hanya ingin menjalani hidup sebagai dirinya sendiri, memilih jalan hidupnya sendiri, dan mewujudkan keinginannya sendiri. Pikiran Dara berhenti sejenak saat matanya tidak sengaja menemukan figura berisi foto keluarnya yang terpajang di dinding ruang keluarga, Dara sadar, jika hidup memang sebuah pilihan, hanya saja sebagian orang tidak cukup berani untuk menyadarinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Relationship
Teen Fiction"Nggak semua hubungan harus berakhir sesuai keinginan kita, setiap kebersamaan pasti ada akhirnya 'kan? ..., karena nggak semua orang bisa menemani kita sampai akhir, maka kita harus kasih kesan yang baik untuk setiap orang yang datang dalam hidup k...