Kim Seokjin menemukan sosok itu di tengah-tengah keramaian proyek bangunan lagi, berdiri dalam keheningan yang menenangkan, seperti lembutnya sinar matahari sore yang membelai kota Seoul. Seorang gadis berambut hitam berdiri anggun di salah satu sudut area konstruksi, iris hitamnya menatap lurus-lurus ke arahnya, seolah menembus kerumunan dan waktu.
Namun, mungkin itu hanya perasaannya saja. Nyatanya, bukan hanya dirinya yang berada di tempat ini. Seokjin yakin, sosok itu pasti tidak hanya menatapnya, melainkan juga pada pria berambut hitam yang tengah tenggelam dalam rencana proyek bangunan di tangannya.
Kim Suho.
"Suho," panggilnya dengan nada dingin. Pria di hadapannya mengangkat kepala dan memberikan tatapan sinis yang sudah sangat dikenalnya.
Seokjin memberi kode pada Suho dengan dagunya, menunjuk ke titik di belakang bahu pria itu. Namun bukannya menoleh, Suho yang berdiri di sampingnya hanya mengangkat alis, seolah berkata, "Siapa peduli?-Aku?-Oh! Tolong pergi-Serius?" dan kembali meneliti rencana proyek dengan cuek.
Seokjin mendengus pelan. Sudut-sudut tajam terbentuk di dahinya.
"Dasar brengsek!" makinya dalam hati.
"Kau akan mengabaikannya?" tanyanya lagi, menahan kesal yang membara di dadanya.
Suho hanya diam, seolah ucapan Seokjin adalah angin lalu. "Dia kekasih-aa, bukan, tapi tunanganmu, kan?" tanya Seokjin lagi dengan nada pelan, tanpa ekspresi berarti, menatap Suho dengan tatapan datar yang menjadi andalannya.
"Ya lalu?" Suho menjawab datar, matanya tetap tertuju pada rencana proyek bangunan di depannya.
Seokjin mengangkat bahu, berusaha terlihat santai, meski sia-sia. "Kau tidak ingin menemuinya? Sekadar menyapa mungkin?"
Suho meletakkan rencana proyeknya ke samping. "Bukankah kita tidak terlalu dekat untuk mencampuri urusan pribadi masing-masing, Seokjin?" Nadanya tenang namun menekan dan mengancam. Suho, seperti seekor serigala yang tengah menemukan mangsanya, tak sudi ada yang mencoba memerintahnya.
Mendengar sarkasme dari bibir Suho membuat Seokjin mendengus.
Memang hubungan mereka, sebagai saudara tiri, tidak pernah benar-benar dekat. Ini adalah pertama kalinya mereka turun tangan langsung ke proyek tanpa ayah mereka. Sebelumnya, ayah mereka selalu mengawasi dan mengatur semuanya, tetapi kali ini mereka harus mandiri. Dan sekarang, mereka harus bekerja sama dalam proyek pembangunan yang didanai oleh perusahaan keluarga mereka, tanpa campur tangan ayah mereka.
"Aku hanya berpikir," Seokjin menatap Suho dari ujung kepala hingga kaki. Terlihat sekali bahwa ia tengah menilai sosok bermata sekelam langit malam itu. Tatapannya berhasil membuat Suho mengertakkan gigi, emosi. Tatapan yang meremehkan dan mencemooh.
Seokjin berdiri dari posisinya, membersihkan debu yang menempel pada pakaiannya.
"Cih! Apa kau berpikir dirimu lebih baik?" batin Suho, memutar bola matanya merasa jengah. "Apa ada yang bisa dipikirkan otakmu itu, heh?" balas Suho kasar.
"Kau menyedihkan," ujar Seokjin datar, lalu menyunggingkan seulas senyum sinis. "Sangat menyedihkan."
Ucapan Seokjin berhasil menyentil ego Suho. Ia merasa muak mendengar nada mengiba dari Seokjin. "Simpan saja untukmu sendiri!"
Seokjin mengangkat alis kanannya, tanda kurang setuju. "Apa kau selalu seperti ini? Apa kau berpikir bahwa matahari akan selalu mengitari hidupmu?"
Hening.
Tak ada respon dari bibir Suho, hanya tatapan berkerut yang diberikan. Itu memberi celah bagi Seokjin untuk segera beranjak pergi. Diam-diam ia melirik ke arah tempat gadis tadi berada selama sesaat.
KAMU SEDANG MEMBACA
She is the Unreachable [JINSOO]
RomanceSeokjin menyadari bahwa wanita itu adalah bagian yang tak terpisahkan dari dirinya, dia adalah jantung yang mengatur setiap denyut nadinya, dia adalah oksigen yang memberi napas pada paru-parunya. Namun, dirinya hanya sebuah persinggahan sementara...