Chap 2 💕 Papa

30 2 0
                                    

Belajar dari pengalaman beberapa hari sebelumnya, pagi tadi Lituhayu berangkat ke kampus dengan ojek. Minggu ini Sakti benar-benar sibuk hingga masih belum bisa berbagi mobil dan sopir dengan anak ketiganya. Lituhayu juga tidak mau semangat paginya hancur gara-gara drama mood swing Saraswati lagi. Alhasil, pagi tadi dia tidak perlu menunggu kakaknya itu. Begitu selesai sarapan, dia langsung beranjak dari duduknya sambil memesan aplikasi ojek online.

Setahun tinggal bersama papanya dan kakak-kakak tirinya mengajarkan Lituhayu akan kesabaran. Lituhayu cukup sadar diri kalau dia tidak dianggap olah kedua kakak tirinya, dan sempat tidak diakui papanya.

"Silakan menikmati hari-hari lo. Trust me! Lo nggak bakal selamanya di sini!"

Lituhayu ingat betul kalimat sambutan kakak-kakak tirinya saat pertama kali mereka dipertemukan oleh Sakti. Semenjak hari itu pula dia sadar, hidupnya nggak akan santai. Dia tidak akan menjelma seperti tuan putri. Yang ada malah menjadi Cinderella yang harus tahan banting dengan berbagai perlakuan kurang menyenangkan dari mereka.

Lituhayu bernapas lega. Hari ini berjalan baik. Semangatnya tetap terjaga belajar di kelas meski kepalanya mulai pening saat melihat deretan angka yang disajikan dosen matematikanya. Dia akan mengulangi pelajarannya setelah di rumah. Itu rencananya, tapi kenyataannya berbeda. Dia lebih memilih menghabiskan waktunya di dapur.

Lagi-lagi dapur masih menjadi salah satu tempat ternyaman bagi Lituhayu untuk membunuh waktu. Jam dinding di dapur sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Lampu-lamou juga sudah di matikan. Namun Lituhayu masih belum bisa memejamkan mata.

Saat di Solo, para perempuan di keluarga Lituhayu akan berkumpul di dapur. Mereka memasak bersama, terutama saat libur tiba. Neneknya menjelma seumpama komandan yang memberikan arahan. Ibunya sebagai pengawas, memastikan semua bahan, bumbu, dan cara memasak dua anak gadisnya benar. Meski demikian, baik nenek maupun ibunya akan tetap turun tangan membantu.

"Mbak, sibuk banget dari kemarin."

Suara Ratih mengagetkan Lituhayu. Setelah dapat mengusai jantungnya yang hampir copot, dia kembali menata adonan kokis cokelatnya, lalu menaburkan beberapa chocochip di atasnya.

Lanjut Ratih, sambil berjalan mendekat ke meja dapur. "Kalau butuh apa-apa bilang saja ke saya atau Bu Dewi. Nanti biar saya masakkan." Perempuan berambut hitam pendek sebahu itu mengamati Lituhayu yang kini mulai memasukkan satu per satu loyang ke dalam oven. "Saya kan kerja jadi asisten rumah tangga. Nanti dikira saya makan gaji buta."

"Ngomong apa, sih, kamu. Aku nguplek di dapur karema memang suka. Bukan karena tidak menghargai keberadaanmu," jelas Lituhayu. Tangannya sibuk menumpuk beberapa mangkuk kotor lalu meletakkannya ke bak cuci piring.

Ratih mengambil alih cucian piring. Lituyahu yang melihatnya membiarkan gadis itu menyabun satu per satu peralatan bakingnya, lalu membilasnya hingga bersih. Sementara itu dia bisa menaruskan memotong-miotong jahe, sereh, lalu memasukkannya ke air mendidih di panci sebelahnya. Dia juga memasukkan kapulaga, cengkeh, dan beberapa empon-empon lainnya.

Ratih mendekat ke kompor yang menyala dengan panci yang mengeluarkan asap di atasnya sambil mengelap tangannya yang sudah bersih dari sisa sabun. "Masak apa, Mbak?" Dia membuka tutup panci. Seketika arom jahe dan rempah lainnya menggelitik indera penciumannya. "Wanginyaaaa ..."

"Wedang serbat. Kamu mau?" tanya Lotuhayu. Dia mengaduk wedang setelah memasukkan gula aren dan pandan. Dia mengambil sedikit kuah wedang, menuangkannya ke sendok, lalu memberikannya ke Ratih.

Ratih meniup beberapa kali kuah wedang sebelum menyeruputnya perlahan. "Mau banget. Cocok sama hawane. Atis."

"Sekalian ambilkan dua gelas untuk Bu Dewi dan Pak Tama," pinta Lituhayu saat melihat Ratih mengambil cangkir di kabinet bawah, lalu menatanya di atas nampan. Tambahnya, "kalau mau nunggu, kamu boleh ambil kokis juga. Buat ngemil di kamar."

(NOT) MY BACKUP PLANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang