4. Sesi Foto

16 0 0
                                    

Akhirnya, hanya dengan menonton mini konser saja, energiku rasanya habis terserap setelah konser usai. Sambil menunggu sesi foto, aku dan Nadira menunggu di dekat booth foto.

"Seru, kan?" tanya Nadira.

"Biasa aja," sahutku.

"Dih, lu gak asik banget sih!" protes Nadira.

"Lagian, aku kan gak ngerti beginian. Aku malah jadi capek."

"Hahaha." Nadira lantas menepuk pundak kiriku.

"Nanti kalau lu udah masuk ke dunia fandom ini, lu kagak bakal bisa keluar. Yah, mungkin belum ketemu aja celahnya dimana."

"Aku gak mau lagi ikutan nonton beginian."

"Kita lihat aja!" Nadira menyeringai.

Beberapa saat kemudian, terdengar suara dari pengeras suara agar para fans yang telah membeli tiket untuk sesi foto mengantri di booth sesuai dengan nomor booth line yang tertera pada tiket.

"Yuk, kita harus antri!" seru Nadira. 

Semangat sepupuku itu tidak juga luntur. Padahal dia sangat heboh sepanjang menonton konser. Seakan energinya terisi ulang setelah nonton.

Aku menghela napas panjang, mengikuti langkahnya menuju barisan antrian. Sebenarnya, aku tidak begitu tertarik untuk berfoto. Lagipula, masih sekitar sepuluh orang lagi sampai giliranku tiba.  Sambil menunggu, aku memperhatikan para anggota idol yang sibuk berfoto dengan para fans. Senyum mereka melebar setiap kali berfoto dengan fans seakan menebarkan energi positif.

Selangkah demi selangkah,  akhirnya tinggal tiga orang lagi sampai giliranku tiba. Aku mendongak sedikit, seorang anggota yang tadi kulihat di panggung dengan mata sedih yang mengandung kini semakin dekat. Tiba-tiba saja, jantungku berdegup lebih kencang.

Berusaha mengurangi rasa yang entah darimana datangnya ini, aku melirik Nadira yang sedang berfose di booth sebelah bersama idolanya. Rasa antusianya tidak surut juga, masih sama seperti saat berangkat.

"Selanjutnya!"

Akhirnya, setelah ini giliranku. Degup ini menjelma menjadi getaran di tanganku.

"Biasa saja, Birawa! Biasa saja!" Aku membatin menenangkan diri.

"Selanjutnya!"

Aku tidak lantas naik ke panggung.

"Cepat, Mas. Masih panjang antrian di belakang!" ucap seorang berbaju kaos hitam bertuliskan staff di dadanya.

Aku naik ke panggung. Tidak percaya tapi ini terjadi. Gadis yang mencoba bunuh diri di jembatan dua hari lalu memancarkan aura berbeda. Kostum warna putih membuat aura menyilaukan terpancar, berbeda dengan saat di jembatan dua hari lalu.

Antara kaget dan terpesona tidak bisa kubedakan lagi sampai-sampai kedua perasaan itu membuatku tidak dapat berkata apa-apa. 

Namun, dia pun tertegun melihatku seiring dengan keceriaan di wajahnya yang mendadak memudar.

 "Ha..Halo, Kak. Baru pertama kali?" tanyanya canggung.

Suaranya seakan mencoba menyembunyikan sesuatu.

"I...Iya."

"Siapa namanya?" Tatapan gadis di depanku ini tidak berpaling dariku sejak aku naik.

"Bi..Birawa."

Setelah menyebutkan nama, dia menyunggingkan senyum.

"Mau foto gaya apa?"

Aku membeuat tanda peace.

"Oke!"

Dia juga membuat gaya yang sama sembari menoleh ke arah kamera.

"Udah!" kata orang yang memegang kamera sembari menarik hasil jepretannya.

"Makasih udah datang, Kak. Datang lagi lain kali, ya," ucapnya.

"Jangan mati!" ucapku tiba- tiba dengan nada rendah.

"Eh?" desisnya.

Aku turun dari panggung tanpa mengucapkan apa-apa sembari mengambil foto dari petugas yang berjaga. Saling pandang selama kurang dari lima detik Gadis itu tersenyum tipis, tetapi matanya masih terlihat muram sekaligus kebingungan.


Para penggemar mulai keluar dari hall mall termasuk aku dan Nadira. Jalanan Jakarta yang masih padat jam segini menyambut kami.

"Gimana, Birawa? Deg-degan gak ketemu anggota Idol L?" tanya Nadira sembari manapaki tangga jembatan penyeberangan.

"Biasa aja."

"Masih aja jawabannya sama."

Aku mengela napas.

"Anggota yang tadi kuajak fotoan siapa namanya?" Aku mengeluarkan foto yang kudapat dari saku belakang celana.

"Miranda Yuanda."

"Oh."

"Dia dipanggilnya Yuan. Dulu salah satu anggota yang gak menonjol tapi, gara-gara sebuah iklan dia jadi naik sekarang namanya."

Aku mengamati foto itu dengan tatapan kosong. Meskipun perasaanku sebelumnya tidak karuan tapi, aku tidak merasakan kegembiraan seperti Nadira setelah bertemu sengan idola. Biasa saja.

"Dih, template banget gaya lu!" Nadira mencibir gayaku sembari mendongak.

"Aku gak ngerti beginian!" Aku menyimpan kembali benda itu ke dalam saku.

Nadira menepuk pundakku dengan semangat. "Ntar juga terbiasa. Kalau lu udah masuk dunia ngidol, lu bakal susah keluar. Ntar gue ajarin caranya ngechant."

"Apalagi tuh?"

"Udah, pokoknya next time lu ikut aja lagi!"

Aku merasakan alisku mengerut. "Bener-bener, ya. Rela banget ngabisin duit setengah juta buat beginian. Mereka itu udah kaya. Kamu perkaya lagi dengan beli merchandise. Orang gila mana yang mau begini demi idolanya?" ucapku sembari mengangkat kaos dan lightstick pemberian Nadira.

Nadira tertawa kecil. "Hahaha, namanya juga hobi."

Bagaikan ditarik oleh gravitasi. Pandangaku mendadak kosong, terpaku pada ujung jembatan penyeberangan. Terlintas memori dua hari lalu saat aku menyelamatkan seorang gadis misterius. Tak pernah terbayangkan dalam benakku bahwa gadis yang hampir bunuh diri itu adalah salah satu anggota Idol L.

"Kenapa, Bir?" Nadira membuyar.

Aku menggelengkan kepala, berusaha menyembunyikan rasa kaget dan dilema yang berkecamuk di dalam diri. "Ah, gak apa-apa," jawabku singkat.

Tidak mungkin kukatakan kalau aku bertemu Yuan dan berusaha menyelematkannya dari upaya bunuh diri di jembatan ini. Pasti nantinya aku akan ditertawai..

"Yuk, ah. Udah mau jam sebelas. Nanti Babe marah kalau kemalaman baliknya," Nadira mengingatkan.

Sampai rumah, Babe dan Nyak sepertinya sudah tidur. Kalau begini, satu-satunya jalan untuk kami masuk ke rumah adalah dengan menggunakan kunci cadangan. Ya, semua orang yang tinggal di rumah ini punya kunci cadangan.

Kami masuk ke kamar masing-masing. Aku melemparkan jaket ke atas kasur dan merebahkan diri. Kembali kukeluarkan foto dan memandang wajah Yuan. Masih tidak bisa kupercaya, seorang idola yang memberikan energi postif untuk para penggemar mencoba bunuh diri dengan melompat dari jembatan penyeberangan.

Namun, itu bukanlah urusanku. Jadi, aku memejamkan mata. Namun, pertanyaan demi pertanyaan terus berputar di benakku. Ditambah wajah Yuan dengan aura yang memancar tak kunjung hilang dari balik tempurung kepala ini.

"Padahal dia punya segalanya, kenapa mau bunuh diri?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 27 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

NgidolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang