I never doubted love. I only doubted whether I was truly worthy or not
••••
Laras baru saja keluar dari kamarnya saat tiba-tiba ibu muncul dengan senyum lebar. Ia menghela napas panjang, sebab tau apa yang akan ibu sampaikan.
"Gimana?"
Dahi Laras berkerut "apanya?"
"Teguh, anak nya Tante Maria"
"Ibu bisa ga sih jangan jodoh-jodohin aku sama Mas Teguh terus. Aku udah dewasa, aku juga tau yang mana yang baik buat aku"
"Belum juga dicoba, Ras"
"Apa yang harus dicoba? Aku gak mau main-main sama perasaan orang, lagi pula aku udah sama Mahes, Bu"
Lagi-lagi Laras dibuat pusing degan tingkah ibunya. Alhasil, ia pergi ke dapur untuk membuat teh. Berharap minuman itu bisa menetralkan mood nya.
"Ibu cuma mau yang terbaik buat kamu, Teguh anaknya baik, mapan, sopan sama ibu, kurang apalagi?" Bukan nya mengalah ibu malah mengintil Laras ke dapur.
"Ibu kapan sih ngerti perasaan aku?"
Belum sempat ibu membantah, tahu-tahu Arjuna, kakak laki-laki Laras datang sambil mengebrak meja. "Kalau Teguh, baik, mapan, sopan sama ibu, ada jaminan gak kalau Laras bahagia nikah sama dia?"
Ibu terdiam
"Bu, Laras dari kecil udah selalu nurutin ibu. Jangan terus-terusan mendalangi Laras Bu, dia bukan anak kecil lagi, Jadi kalau dia milih Mahes ya itu terserah dia, yang menjalani kan' dia bukan kita"
"Kok Abang jadi ngomporin adiknya sih?"
"Loh? Siapa yang ngomporin? Abang bicara apa adanya. Abang juga kenal baik kok sama Mahes"
"Teguh itu sudah kerja, sudah jadi Jaksa, selain jadi suami dia juga bisa jadi partner adikmu nantinya. Sedangkan Mahes masih sekolah"
Laras yang semula mendengarkan pembicaraan antara ibu dan kakaknya lama-lama dibuat jengah. "Apa bedanya sama aku kalau begitu? Aku juga masih sekolah"
"Tapi kamu udah semester akhir, sudah ketahuan karir kamu kedepan nya gimana. Kalau Mahes? Dia cuma mahasiswa Teologi"
"Justru itu kenapa Abang setuju sama Mahes. Dia orangnya agamis, dia bisa bimbing Laras supaya dekat dengan Tuhan. Hidup gak akan lengkap kalau cuma ngandelin materi, Bu" tutur Arjuna kemudian laki-laki itu memilih pergi ke kamarnya, meninggalkan ibu dan Laras yang masih berdebat, entah kapan selesainya.
"Bu, aku gak bisa sama Mas Teguh, aku udah bilang dari awal, aku gak mau memaksakan apapun"
"Dicoba dulu, Ras" ibu masih bersikukuh dengan keputusannya, disaat-saat seperti ini Laras ingin berteriak keras dan melawan arus kehidupan yang sudah dibentuk ibunya. Tapi, setiap Laras membuka mulut, ia selalu tidak mampu. Ia tidak ingin melukai siapapun, termasuk ibu dan Mahes.
"Aku sayang sama Mahes, Bu"
"Ibu suka kok sama Mahes, tapi dia gak menjamin masa depan kamu. Ibu memilihkan pilihan yang baik buat kamu, Teguh sudah mapan, kalau kamu sama dia hidup kamu terjamin. Emng kamu mau dikucilkan sepupu-sepupumu kalau kamu gak setara sama mereka?"
Hati Laras mencelos, seketika pandangannya memburam. Sampai akhirnya ia menutup matanya, air mata itu jatuh tepat diatas pangkuannya. Adegan-adegan indah bersama Mahes berputar di kepalanya satu-persatu, ia tidak mau adegan itu menjadi kenangan yang menyedihkan suatu hari nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Maheswara || Mark Lee
Storie breviAwalnya Mahes mengira segalanya bisa di lalui dengan mudah. Namun, rindu akan terus datang mengejarnya. Berlari sekencang apapun ia akan berakhir kelelahan, bagai labirin yang rumit tanpa jalan keluar. Akhirnya, ia mengambil langkah mundur. Untuk ja...