Rambut pirang keemasan dengan sepasang netra safir bagai batu berlian. Orang yang melihat wajahnya pasti akan mengira ia adalah kaisar Obelia sebelumnya, Anastacius De Alger Obelia. Sayangnya noda putih di pupil mata bagian kirinya telah berhasil mendobrak perkiraan itu dan mengibarkan bendera yang mengatakan ia bukan Anastacius yang mereka kenal.
Bangsawan yang berasal dari Obelia tampak menunjukkan wajah kaget dan pucat mereka, beberapa nyonya terlihat menutupi wajah mereka dengan kipas, berusaha untuk menormalkan wajah mereka yang jelas komuknya sudah tak dapat terselamatkan.
Hup!
Seorang gadis cilik melompat turun dari kuda putih di barisan belakang, alih-alih mengenakan gaun seperti lady pada umumnya, ia justru mengenakan seragam kesatria dengan rok pendek berwarna hitam. Rambutnya yang berwarna merah ia ikat satu dengan pita hitam sederhana menghiasinya, gadis itu bergegas menghampiri (m/n) dengan wajah kagetnya. Ia menatap Lunette yang terlelap dengan nyaman di pelukan sang kaisar. "Guru maafkan aku, seharusnya aku memastikan lebih jika pangeran Lune tak mengikuti kita" ucap Felicia, gadis kecil itu menunduk sembari meremat gagang pedang yang tersampir di sabuk pedang miliknya.
(M/n) Melirik anak itu dan tersenyum tipis, tangannya terulur untuk mengusap kepala Felicia yang tertegun dengan rona tipis di pipinya "tidak apa apa, Lune memang nakal. Lain kali aku akan memastikan ia tak menyelinap lagi"
'ah guru, kau terlalu baik. Aku bingung kenapa kau ingin perdamaian dengan iblis-iblis disini, seharusnya kau membakar semua yang ada disini' batin Felicia, gadis berusia 3 tahun di atas Lunette itu melirik para bangsawan yang berasal dari Obelia dengan binar redup dari netranya. Wajahnya yang terlihat lugu akan membuat semua tertipu dengan apa yang ada di pikirannya.
'padahal mereka sudah membunuh keluargamu, bahkan jika engkau memerintahkanku melepas pembatas dalam diriku untuk menghancurkan mereka, itu bukan hal yang akan aku tolak' batin Felicia, tangannya dengan perlahan mengusap gagang pedang yang tersampir di pinggangnya.
Claude dengan tenang melangkah menghampiri mereka diikuti sang ajudan yang tampak sedikit pucat, netranya terpaku pada Lunette yang terlelap sembari membenamkan wajahnya di pelukan (m/n) hingga sulit ia lihat. Ia penasaran, bukankah anak ini disebut mirip dengan dirinya? Untuk sesaat ia sampai lupa bahwa ia sudah ada di hadapannya. "Apa anda terus memperhatikan adik saya yang mulia? Maaf karena dia tiba-tiba ikut dan aku tak bisa menolaknya, dia kelelahan dalam perjalanan dan ketiduran sampai aku tak tega membangunkannya"
"?!" Suara (m/n) menyadarkan Claude dari lamunan, ia melihat kaisar itu mengeratkan pelukannya pada Lunette sembari sedikit mundur seperti menjaga jarak posesif di antara mereka. 'dia khawatir aku menyentuh adiknya?apa aku sekejam itu?' batin Claude mengernyit tak nyaman. Sementara panah ghaib yang bertuliskan 'pelaku yang mengirim penyusup dalam rangka pembunuhan orang tua Lunette secara kejam' menunjuk ke arah Claude dengan lampu merah yang berkelip seperti lampu diskotik yang di nyalakan.
"..... anak-anak mudah sekali kelelahan, saya rasa wajar melihat anak sekecil itu terlelap seperti ini" Ucap Claude, ia menoleh pada Felix sembari berkata "minta pelayan untuk menyiapkan kamar untuk semua tamu dari Castia, perundingan akan di lakukan besok. Dan pastikan jamuan malam ini sempurna" ucap Claude, tanpa mengatakan sepatah kata lagi setelahnya dan langsung berbalik pergi dari sana, meninggalkan (m/n) yang bergeming dengan binar yang hilang di matanya
'pria ini, apa ia berpikir karena aku hanya anak angkat yang tak jelas asal-usulnya dia jadi merendahkanku dan berpikir aku lemah?' batin (m/n), ia menggeleng cepat berusaha menyadarkan dirinya dari pikiran negatif. 'tidak, jangan memikirkan itu. Aku tau aku masih kesal dan berduka atas kematian ayahanda dan Ibunda, tapi dia juga keluarga kan?' tangan (m/n) memeluk Lunette lebih erat.
"Sungguh sambutan yang sangat ramah" sarkas Ziel dengan senyum ramahnya. Pria itu mengepalkan tangannya dengan erat sembari menatap Felix yang masih ada disana "kurasa kaisar mu tak mengerti maksud baik dari kaisarku ya tuan ajudan?"
Felix melirik Duke itu dan menjawab "yang mulia tak bermaksud seperti itu, beliau hanya merasa terkejut saat melihat wajah yang mulia Aethernius" ujarnya
"Saya minta maaf jika kesan pertama kami kurang mengenakkan, saya akan mengantar kalian semua menuju istana" ucap Felix seraya mempersilahkan mereka untuk mengikutinya.
Para bangsawan lain yang datang hanya melirik dan memberi jalan, mempersilahkan rombongan itu memasuki pintu megah istana. (M/n) Memperhatikan dinding megah yang ada di depan matanya, bagai batu giok putih yang begitu murni dengan gorden merah yang elegan.
"Aku tak mengerti mengapa kaisarmu terkejut melihat wajahku. Ini pertama kali kita bertemu secara resmi"
Felix menoleh pada (m/n) dan menjawab dengan agak ragu "kalau itu, saya khawatir tak bisa sembarangan menjawabnya karena menjadi hal tabu di istana. Tapi saya bisa pastikan bahwa yang mulia tidak bermaksud kasar"
'tidak bermaksud kasar dari mana? Dengan tidak menyambut kaisar lain dalam acara resmi dengan benar saja sudah menunjukkan keogahannya! Untung saja dia mirip Lune, jika tidak aku sudah mencakar wajahnya itu!' batin Felicia, Dame muda itu menggertakkan giginya dengan erat, berusaha menahan emosinya.
Untuk sesaat tak ada seorangpun yang bicara. Felix yang bingung harus menjelaskan seperti apa lagi dan (m/n) yang terlihat makin kebingungan. Mereka melewati lorong istana yang dindingnya dihiasi oleh banyak lukisan indah nan elegan dari para bangsawan dan peristiwa yang di abadikan.
Untuk sesaat mata (m/n) tertuju pada satu lukisan paling ujung yang di tutupi kain hitam, angin dari luar jendela kebetulan berhembus menerpa kain itu dan membukanya tepat saat (m/n) berdiri di depannya.
"?! Yang mulia?" Felix menoleh, nafasnya tercekat dengan mata terbelalak saat melihat (m/n) berdiri di depan lukisan seorang pria yang persis sekali dengannya sembari menoleh menatap Felix yang memanggilnya. 'lukisan itu, sudah kuduga mereka pinang dibelah dua' batin Felix.
Lukisan seorang pria berambut pirang dengan sepasang mata safir permata, persis sekali wajahnya dengan (m/n) seandainya ia memendekkan sedikit lagi rambutnya.
Ziel terpana dengan lukisan itu dan menyingkap kain yang menutupinya, Felicia yang penasaran tampak terkejut setelah melihatnya. "Bukankah ini yang mulia Aethernius? Kenapa kalian memiliki lukisannya?" Tanya Ziel seraya memicing tajam ke arah Felix yang menghela nafas panjang 'tak tau diri, aku tau yang mulia sangat indah tapi mereka tak punya hak melukisnya diam-diam'
"Itu bukan yang mulia Aethernius" ucap Felix sembari menarik kain itu dari tangan Ziel dan kembali menutup lukisan itu sepenuhnya.
"Kalau bukan yang mulia maka itu siapa?!" Cerca Ziel menuntut jawaban, Duke muda itu sungguh sedang menahan diri saat ini. Menahan diri agar taring yang ia sembunyikan tak keluar di waktu yang salah seperti ini.
Felix hanya menggeleng pelan dan melirik Lunette seraya menjawab "itu bukan yang mulia Aethernius, tapi..."
.
.
.
.
"Kaisar Obelia sebelumnya, Anastacius De Alger Obelia""?!"
"....ah pantas Kaisarmu agak tak nyaman di sisiku, aku tampak seperti hantu yang bangkit dari kuburan ku" ucap (m/n) dengan wajah sendu dan ilusi telinga anjing yang lemas di kepalanya.
Kkuuung...
JLEB!!
'yang mulia anda membunuh saya dengan reaksi seimut itu' Felix yang terhuyung dan memegangi dinding dengan darah yang menetes dari hidungnya.
TBC
Felix duluan yang nyungsep ceritanya?Hehe~
Jangan lupa vote nya minna Ó╭╮Ò

KAMU SEDANG MEMBACA
Sky or Crown WMMAP x Male Reader
FanfictionSaudara kembar Anastacius yang tak pernah diketahui keberadaannya? (Re-write Version!) tak pernah sekalipun ia berpikir bahwa ia merupakan seorang pangeran yang dibuang karena cacat yang ia miliki pada matanya. selama ini ia hidup di kekaisaran lain...