Toko Buku Barokah

1K 109 7
                                    

Pagi-pagi sekali pada akhir pekan di dormhouse putri English Academy, suara lantang untuk merayakan kegembiraan terdengar dari salah satu kamar. Zahra baru saja mendapatkan kabar baik, giveaway novel yang ia idam-idamkan selama ini menjadi miliknya. Dia sibuk melompat-lompat di atas lantai dengan tangan mengepal.

"Akhirnya! Akhirnya! Makasih banyak Kak Giselle! Makasih!" ujarnya riang.

"Alhamdulillah..." kata Mehri selagi ia mencuci piring bekas sarapan.

"Oh, iya!" sahut Zahra. "Alhamdulillah..."

"Jangan lupa ucapkan dulu syukur sama Tuhan dulu, biar ditambah lagi nikmatnya," lanjut Mehri sambil tersenyum senang.

Sudah hampir seminggu mereka tinggal di dormhouse, yang semakin lama terasa semakin membuat betah saja. Kamar asrama putri nampaknya tidak pernah bermasalah baik dari segi bangunan; air lancar, listrik kencang, tembok tak lembab, dan dari segi dunia ghaib—tak pernah ada gangguan apapun. Pembelajaran berlangsung aman-aman saja di kelas. Kemarin siang, lebih tepatnya hari Jum'at setelah selesai jam istirahat, Coach Indra memanggil The Mumuns untuk menghadapnya di teacher's room. Mereka saling menyikut, sangat tidak tahu kesalahan apa yang sudah mereka perbuat.

Melihat ekspresi mereka yang penuh kecanggungan seakan dikepung ancaman, Coach Indra terkekeh pelan di kursinya. "Ini kabar baik," katanya. "Mengingat bagaimana skor test skill kalian lebih dari cukup—bahkan Mehri sempurna—para coach sepakat kalian dipindahkan ke kelas lain."

"Termasuk aku?" tunjuk Zahra pada dirinya sendiri. Mehri memang paling cerdas dalam menguasai bahasa asing, tapi Zahra sendiri yakin belum semaksimal itu menguasai pelajaran Inggris.

Coach Indra menggeleng, seketika ia merasa bersalah telah memanggil Zahra juga. "Kemampuan kamu memang di atas rata-rata, Zahra. Tapi lebih baik dimaksimalkan dulu di kelas intermediate ini. Supaya benar-benar terlatih." Zahra mengangguk paham, sudah ia duga. "Dengan kamu ditempatkan di kelas intermediate, kamu sudah lebih dari cukup." Coach Indra memberi penguatan lalu menoleh pada Mehri. "Nah, Mehri, kamu masuk kelas C2 Proficient."

Mehri yang tidak percaya apa yang baru saja didengarnya mengerjap kaget. "Beneran, Coach?" tanyanya. Para sepupunya juga menggerling kagum padanya. 

"Muthi dan Harrir C1 Advanced, dan Ali..." Coach memandang Ali yang sedang menunduk seperti banyak pikiran. "Ke kelas B1 Intermediate." Ali mengangguk tidak berminat, untuk sekarang dia sama sekali tidak peduli dengan pindah kelas, sungguh. Di dalam pikirannya hanya terekam bunyi kepala yang menggelinding di atas lantai.

"Jadwalnya gimana Coach?" tanya Muthi.

"Nanti dikirim di grup WA, ya," jawab Coach Indra. "Kalau gitu, selamat menikmati akhir pekan pertama di sini." Para sepupu pun menyingkir dari ruang guru dan berjalan dengan berbaris. Bagas yang hendak masuk,  langkahnya langsung terhenti karena membiarkan The Mumuns keluar lebih dulu. Ketika Muthi lewat, Bagas tersenyum ragu-ragu sambil mengangguk sedikit, dan dibalas dengan senyum tipis simpul yang membuat Bagas menelan ludah malu.

Kembali ke masa sekarang. Di sofa ruang tamu, Muthi sedang menunggu balasan pesan di WhatsApp seraya memandangi Mehri memindahkan baju basah ke keranjang.

"Hei," Zahra memanggil Muthi. "Senyam-senyum aja. Lagi chattingan sama siapa, sih?" Zahra naik ke kursi dan menyodorkan kepalanya ke ponsel yang sedang Muthi genggam. Tangan Muthi refleks menutup layarnya dan menjauhi ponsel dari jangkauan Zahra.

"Syuh! Syuh! Bukan urusan kamu." Muthi mengibaskan tangannya seakan mengusir seekor kucing. Zahra menggerakkan rahang bawahnya ke kanan dan ke kiri sambil mendelik, lalu kembali bersenandung senang sambil berputar-putar di ruang tamu.

BELASUNGKAWA IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang