Tikus Hitam dari Atas Lemari

1.9K 191 60
                                    

Hari kedua di Kota Solo.

Waktu terasa lebih lambat dari biasanya. Termasuk jam tidur yang normal seakan menjadi setengah hari penuh. Ali terbangun tengah malam. Ia mengucek matanya dan mengambil ponsel yang sedari tadi menyetel audio Al-Baqarah.

00:00.

Bisa pas gini?

Ali duduk dan meraba-raba bagian atas ranjang, mencari kacamatanya. Setelah dapat, ia lalu memasangnya dan turun dari kasur. Samar-samar Ali bisa mendapatkan Abang Jawad sedang mendengkur dan Harrir juga tidur begitu lelapnya di balik selimut yang menutupi seluruh tubuh. Kamar begitu gelap. Hanya ada lampu belajar yang sengaja dinyalakan sepanjang malam agar suasana tidak terlalu seram. Lagipula, lampu kamar yang redup saat tidur membuat badan tidak akan pegal-pegal ketika bangun esok harinya.

Ali menyentuh gagang yang dingin. Ketika membuka pintu kamar, terlihat ruang tengah dengan sofa empuk tampak lengang. Ali menguap dan hendak pergi ke kamar mandi untuk mencuci muka. Akhir-akhir ini, ia sering terbangun tengah malam. Lebih baik shalat tahajjud lebih awal gak ada salahnya, pikirnya. Namun, belum juga berbelok menuju kamar mandi,  mendadak muncul suara air mengucur deras ke atas ember yang terisi penuh.

Kantuk Ali langsung hilang seratus persen. Ia teringat kejadian mengerikan setelah Maghrib tadi bersama Abang Jawad dan Harrir. Jadi, ia mengurungkan niatnya untuk shalat dan buru-buru menutup pintu kamar dengan kencang. Ia mengatur nafas dengan tubuh bersandar di pintu. Mendengar suara keran menyala sendiri saja sudah membuatnya ketar-ketir. Seiring dengan kebiasaan bangun tengah malam, Ali juga menjadi lebih penakut dari biasanya. Rasa-rasanya juga memang ada sesuatu yang duduk di atas sofa ketika Ali menutup pintu.

Perasaan aja kali. Perasaan aja kali.

Berulang kali Ali menenangkan dirinya sendiri.

Ali tidak mau tidur. Ia takut bermimpi yang aneh-aneh. Ia memercayai ucapan Muthi dan Harrir, sebagai mahasiswa dari jurusan psikologi, mereka pernah menyinggung soal teori dari Sigmund Freud yang mengatakan bahwa unconsciousness (alam bawah sadar) seseorang akan masuk ke dalam mimpi. Itulah sebabnya jika seseorang sedang menginginkan sesuatu, hal itu akan terepresentasikan melalui bunga tidur bahwa ia mendapatkan apa yang ia inginkan. Termasuk kepercayaan memimpikan orang yang disukai— mitosnya orang itu rindu kita—padahal memang perasaan kitalah yang masuk ke alam bawah sadar.

Kasusnya sama dengan yang Ali rasakan. Ia sudah cukup sering takut dengan sosok hantu pocong beberapa hari terakhir, dan saat tidur pun malah mimpi dikejar atau melihat penampakan pocong juga. Jadi, berlandaskan pada teori Freud itu, Ali percaya diri-percaya diri saja ia tidak sedang diteror oleh pocong. Melainkan, itu ketakutan yang ia tolak dan masuk ke lubuk alam bawah sadar, dan diceritakan ulang kepada mimpi malamnya. Dia hanya takut, itu saja.

Hal ini pula yang membuatnya tidak mau tidur lagi. Dia sedang takut dengan kejadian tadi Maghrib (sekitar jam setengah 7 malam)—dan dia tidak mau mengulang adegan yang sama. Entahlah, sepertinya ia sedang mengalami gangguan tidur.

Ali pun memilih untuk duduk di kursi meja belajar. Ia menggeser agar nyaman dan menarik buku tebal tes TOEFL milik Abang Jawad. Ia membuka beberapa halaman, membaca sekilas soal-soalnya, lalu semenit kemudian sudah sibuk mengisi setiap nomor pilihan ganda.

Gak susah banget ternyata, ucapnya dalam hati. Ia merasa otaknya kembali segar setelah belajar di tengah keheningan malam seperti itu.

Nomor 12, 13, 14, 15, silang, silang, silang. Ia mengisi dengan cepat. Termasuk soal teks yang memerlukan membaca kilat. Ali tiba-tiba saja lupa dengan semua ketakutannya. Di tengah remang-remang cahaya, lampu belajar tiba-tiba meredup dengan cepat. Ali menarik lampu berwarna jingga itu dan menekan-nekan tombolnya. Beruntung, lampu kembali menyala terang benderang seperti sedia kala. Ali tersenyum puas, lalu mulai mengisi soal yang lain.

BELASUNGKAWA IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang