Festival Musim Dingin

25 4 0
                                    

"Luke, kau tidak akan berhenti?" Teriak Alaric yang sedang duduk, menyesap kopinya.

Dia menggelengkan kepala, melihat Lucian yang sedang berlari mengelilingi barak mereka, bertelanjang dada. Tampak jelas temannya itu sedang dalam suasana hati yang buruk, dia sudah berlari cukup lama,  di malam hari dengan cuaca yang sangat dingin. Kembali menyesap kopinya, baru pertama kali Alaric melihat Lucian seperti ini karena seorang gadis.

Akhirnya Lucian berhenti berlari. Temannya itu membungkuk menyentuh kedua lututnya. Sebelum akhirnya bangkit, berjalan mengambil pakaiannya dan pergi. 

"Apa kau tidak ingin meminum kopi?" Alaric mencoba menawarkannya, namun Lucian tetap pergi begitu saja seraya memakai pakaian. Dia menghela napas, yah setidaknya dia sudah menemani temannya itu.

...

"Luke, ada kiriman untukmu," Ibu menyentuh pundak Lucian yang sedang memakan makanannya. 

Lucian terlambat bangun hari ini, sampai harus ibu yang turun tangan membangunkannya. Membuat ibunya bingung, tidak biasanya ia tidur begitu lama. Padahal yang sebenarnya, dia baru tidur dua jam. Lucian terjaga sepanjang malam.

Lucian tidak menjawab, setelah selesai makan dia hanya berdiri mengambil kotak yang terbungkus kain berwarna krem itu menuju ruang kerjanya. Meletakkan kotak itu di atas meja, dia kembali mengambil posisi tidur di atas sofa, menutupi wajahnya dengan lengan. Mencoba beristirahat sebentar, dia butuh tenaga menjalani festival musim dingin sore nanti. Seharusnya saat ini dia sibuk mempersiapkan diri untuk festival itu seperti orang lain, tetapi dirinya sudah kehilangan minat. Suasana hatinya masih belum membaik, rasanya ingin menyendiri. Namun dia memiliki tanggung jawab yang tidak bisa ditinggalkan. Seolah tidak membiarkan dia menyembuhkan dirinya.

Dia kembali membuka mata, menatap kotak di meja. Tiba-tiba dia penasaran kotak apa itu, siapa yang mengirimkannya. Dengan malas dia mengubah posisinya untuk duduk, membuka kain yang membungkus.

Tangannya berhenti bergerak ketika dia bisa melihat bahwa kotak itu adalah kotak bludru. Dia kembali mengumpulkan tenaga untuk membuka kotak itu sepenuhnya, seperti dugaannya, kotak itu berisi kalung Ruby yang ia berikan untuk Selena. Disertai sekantung koin emas dengan secarik kertas, tanpa harus Lucian lihat, dia tahu itu adalah biaya gaun Selena.

Lucian menghela napas, tangannya mengepal. Memejamkan matanya, dia berusaha menahan emosi. Ubun-ubun kepalanya terasa sangat berat. Dia menunduk, meremas rambutnya, tidak ada kata yang dapat ia ucapkan. 

...

Selena berbaring di atas kasurnya, dia sedang tidak berselera untuk bergerak. Dia menatap langit-langit kamarnya, menerawang bagaimana reaksi Lucian menerima kalung dan uang gaunnya. Sebenarnya dia sangat menyukai gaun dan kalung Ruby itu, namun dia baru mampu untuk mengganti uang gaunnya saja. Dia merasa harus mengembalikannya, karena mungkin saja Lucian akan berpikiran untuk memberikannya pada Erinyes bukan? Tidak, sebenarnya ini hanya alibi Selena, dia hanya ingin memberitahu pria itu bahwa dia sakit hati.

Selena tahu, ini juga bukan kemauan Lucian. Hanya saja mengetahui respon Lucian ketika Erinyes menawarkannya menjadi pasangan membuat Selena kesal, cemburu? Pastinya! Kenapa pria itu tidak menolaknya dengan cepat. Apapun alasan Lucian, Selena tetap akan kesal, hehe. Ditambah lagi, pria itu bukannya menahan Selena, justru membiarkannya begitu saja. Intinya dia kesal, dia tahu dia bukan siapa-siapa bagi Lucian, dan hal itu lah yang membuatnya semakin kesal. Kejadian ini seolah membuktikkan Lucian memendam perasaan pada Erinyes, dan membuat Selena mempertanyakan sikap Lucian padanya selama ini.

Tenang saja, Selena tidak menyerah untuk membantu Lucian untuk terlepas dari akhir buruk di buku. Namun untuk saat ini, dia sedang malas dan sakit hati. 

Original FiguranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang