Bab 9: Apresiasi untuk Amara.

24 16 6
                                    

Pagi ini siswa/siswi SMAN KARYA PERTIWI akan melaksanakan kegiatan upacara ke 3 di akhir bulan ini.

Karena atas kemenangan Amara kemarin, saat lomba cipta-baca puisi dia mendapatkan juara 1. Maka dengan itu bapak Cipta dan guru-guru yang lain ingin mengapresiasi prestasi Amara di pagi senin yang cerah ini.

Semua siswa-siswi sudah berbaris di lapangan upacara. Amara pun terburu-buru untuk pergi ke lapangan upacara, sehabis dia membersihkan kelas nya.

Sesampainya dia disana, Amara berbaris di barisan paling depan. Karena dia memiliki tinggi badan yang pendek dan kecil.

"Amara, lo baris di depan sana."
"Iya woy, lo kan pendek."
"Maju Amara, lo di depan aja."
Ucap beberapa teman kelas Amara yang ada di barisan.

"O-oohh iyaa, aku baris di depan" sahut Amara.
Dia pun maju ke barisan paling depan.

Amara sangat memperhatikan kegiatan upacara itu, beda dengan teman-teman nya yang ada di barisan belakang. Mereka selalu mengobrol dan bercanda disaat upacara sedang dilaksanakan.

"Liat deh si Amara, dia sok fokus banget."
"Biasalah, palingan biar di cap anak paling disiplin sama guru."
"Dia kan sok disiplin."
"Sok serius banget, haha."
Ucapan-ucapan itu terdengar jelas dari barisan belakang. Mereka menyindir Amara yang hanya terdiam saja.

Amara yang lugu pun hanya terdiam, mendengar perkataan dari mereka. Dia masih fokus pada upacara pagi itu.

Tiba saat nya disaat pembina upacara pagi itu, pak Cipta selaku kepala sekolah di SMAN KARYA PERTIWI akan mengumumkan salah satu pengumuman penting.

"DUHH, tu guru ga tau panas apa ya" ucap Ayra kesal, karena kepanasan.

"Pasti ceramah nya lama deh" Desya menyahuti ucapan Ayra tadi dengan nada yang kesal juga.

"Baik anak-anak, di pagi ini bapak ingin memberikan kalian informasi yang sangat membanggakan."

"Kira-kira informasi apa ya raa?" tanya dari salah satu siswi di samping Amara.

"Aku juga ga tau, dengerin aja dulu" sahut Amara.

"Tentunya, ini mengenai salah satu teman kalian yang sudah membanggakan nama sekolah."
"Bapak dan guru yang lain sangat bangga atas prestasi yang teman kalian miliki ini."
Ucap pak Cipta.

"Siapa ya? pasti anak nya pinter banget" ucap Eca.

"Baik anak-anak, di event cipta-baca puisi yang kita wakilkan kemarin, sekolah kita mendapatkan juara 1."
"Kita bisa mendapatkan juara 1 karena lomba itu diwakilkan oleh Amara."
"UNTUK AMARA DIPERSILAHKAN MAJU..." Ucap pak Cipta dengan nada suara yang tegas dan bangga.

"DIHH! ternyata anak itu? ga jadi bangga deh gw" ucap Eca dibarisan belakang.

Amara merasa bangga dengan dirinya sendiri, sinar matahari yang cerah mendukung nya untuk maju. Seolah-olah cahaya itu selalu ada di samping nya dengan warna yang sangat indah dan terpantul.

Beberapa siswa bertepuk tangan, tapi tidak semuanya. Karena kebanyakan siswa/siswi disana sangat membenci Amara, begitu pula teman sekelasnya.

"Beneran tuh dia juara satu?."
"Ga percaya gw, palingan cuma kebetulan doang."
"Yakali anak sebodoh dia bisa juara satu woy."
"Tapi dia beneran dapet juara 1."
Ucap beberapa siswa kelas sebelah yang terkejut.

Wajah-wajah orang yang membenci Amara terlihat sangat terkejut, mereka tidak menyangka bahwa gadis yang selama ini mereka hina dan rendahkan ternyata memiliki prestasi yang tidak semua orang bisa miliki.

Di depan, Amara diberikan sebuah piagam penghargaan dan piala. Senyum bangga dari semua guru selalu menyertai dirinya di pagi itu.

"Ga nyangka gw dia bisa dapet juara satu."
"Iya woyy."
"Jijik banget gw liat muka nya."
"Sok pinter banget tu orang."
Ucap Eca, Ayra, dan Desya secara bergantian.

"Mereka menghinaku
tetapi mereka tidak
bisa seperti ku."
~AMARA~

Amara kembali ke barisan nya dengan membawa sebuah penghargaan yang diberikan.

Wajah nya yang bangga, senyum nya yang tulus terpampang jelas di antara barisan-barisan siswa itu. Sangat terlihat bahwa dirinya bisa membuktikan sedikit demi sedikit semua usaha yang telah dia lakukan. Tentu sebuah kebanggaan bagi Amara karena bisa berdiri maju saat upacara karena sebuah prestasi.

"KERENN BANGET KAMU AMARAA..." ucap dari teman di samping Amara.

Amara membalas nya dengan senyuman dan wajah yang bahagia.

Upacara hari ini selesai, mereka semua dibubarkan dan kembali ke kelas nya masing-masing.

"HEH, ga usah bangga dulu deh lo."
"Iya, cuma puisi doang bangga nya udah kaya tingkat internasional aja.'
Ucap Ayra dan Desya yang merasa iri dengan Amara.

Semua teman kelas memperhatikan mereka berbicara. Tak lain beberapa dari meraka tertawa kencang mendengar ucapan Ayra dan Desya.

"HAHAHAHA."
"IYAA WOYY, SEGITU DOANG BANGGA BANGET." Teriak laki-laki yang berkumpul di bangku paling belakang.

Amara merasa tak terima atas perlakuan mereka kepada dirinya.
Dia merasa kesal, tetapi harus bagaimana lagi. Dia tidak ingin dirinya dicap buruk dan semakin dihina.

Tetapi untuk kali ini dia ingin melawan, enak saja mereka menggunjingkan diri Amara secara terang-terangan di hadapan nya itu.

"MAKSUD KALIAN APA SIH?" teriak Amara yang terbangun dari duduk nya.

"LO NGELAWAN KITA?" sahut Ayra dengan teriakan yang kencang juga.

"Kalian ngerendahin aku? emangnya kalian bisa ga kaya aku?" tanya Amara yang kesal.

Tak terasa tangan Amara mengepal kencang, tanda dia merasa sangat marah. Tak pernah Amara menjadi semarah ini, sehingga membuat nya sudah kehilangan kesabaran dan berani melawan.

"UDAH DEH AMARA, segitu doang yang lain juga bisa kali'' sahut salah satu wanita yang terduduk.

''DIAM KAMU!!" bentak Amara membuat mereka semua terkejut.

Seketika suasana kelas menjadi sangat hening, semua nya terdiam mendengarkan amarah Amara yang tak pernah dia tunjukkan sebelum nya.

"Apa aku salah? apa aku ga pantes ya dihargai sekali aja? kenapa sih kalian ga pernah mendukung aku?" tanya Amara.
"KENAPA KALIAN DIEM AJA? JAWAB DONG PERTANYAAN AKU" ucap Amara kembali.

"Apasih Amara, ga cocok tau ga lo marah-marah gitu" jawab Ayra.

''JAWAB DULU PERTANYAAN AKU YANG TADI" sahut Amara dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

"Lo itu ga pantes sekelas sama kita, lo juga miskin ga cocok temenan sama kita semua" jawab Ayra yang merasa kesal mendengar perlawanan dari Amara.

Amara menghampiri Ayra, dengan tangan nya yang mengepal kencang dan pikiran nya yang dipenuhi amarah.

"KENAPA GA PANTAS? kita ini sama-sama manusia kan? terus kalo aku miskin emang kenapa, apa aku bakal minta-minta uang ke kalian? engga kan?" ucap Amara dengan tatapan tajam di hadapan Ayra.

Mereka semua terdiam, tak ada satu pun yang berani menjawab. Mereka tidak menyangka bahwa Amara bisa melawan seperti itu.

"Aku juga manusia, dan
aku memiliki batas
kesabaran"
~AMARA~

Demi Sebuah Mimpi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang