•••
Khaotung memaki dirinya sendiri yang dengan mudahnya mengirimi pesan seperti itu kepada First. Mereka belum sedekat itu, tapi Khaotung sangat nekat mengajaknya keluar."Khaotung, kau gila! Minimal sebelum kau mengatakan sesuatu pikirkan dulu!" Khaotung menyesali perbuatannya sendiri. Tangannya yang mengetik dan mengirim pesan itu, jadi jangan salahkan dia.
"Aku senang kau menyetujui ajakan ku, tapi aku berharap kau menolaknya juga, tapi aku ingin bertemu denganmu, tapi aku tidak ingin kau setuju," Khaotung memandangi ruang obrolannya bersama First. Di sana First hanya membaca pesan terakhir darinya tanpa berniat untuk membalasnya.
"Tuhan, aku tidak mempunyai perasaan lebih dari sekedar teman padanya, kan?"
"Tidak mungkin aku jatuh cinta secepat itu."
Khaotung segera membuka internet dan mencari tahu apakah seseorang bisa jatuh cinta dalam waktu yang singkat. Dalam salah satu website, Khaotung menemukan pernyataan jika hal itu bisa saja terjadi. Tapi Khaotung masih saja menyangkal jika dirinya tidak jatuh cinta pada penulis itu.
•••
Hari berganti, matahari sudah mengambil pekerjaannya untuk menerangi sebagian wilayah di bumi. Khaotung semangat untuk menjalani hari barunya, tapi Khaotung tidak pernah se–gugup ini mengingat beberapa jam lagi dia akan menemui First di tempat yang sudah dia janjikan.Janjinya dengan First masih beberapa jam lagi, tapi melihat pakaian yang di kenakannya, dia sepertinya tidak sabar bertemu dengan penulis itu.
Setelah sarapan, Perth menghampiri kakaknya berniat untuk bernegosiasi. Parfum yang Khaotung gunakan terlalu menyengat pada indra penciuman Perth.
"Kau menggunakan satu botol penuh parfum apa bagaimana?" Tanya Perth saat melihat kakaknya baru keluar untuk mengunci kamar tidurnya.
"Hari ini aku ada urusan, kau bisa gantikan aku bekerja?" Khaotung melontarkan pertanyaan yang akan Perth ajukan.
Niat Perth menemui kakaknya pun untuk membahas permasalahan yang sama, dia ingin libur sehari saja dan meminta kakaknya untuk mengambil alih pekerjaan. Jika melihat kilas balik kebelakang, Perth sering mengambil alih tugas Khaotung, jadi apa salahnya Perth meminta bantuan kakaknya sekali.
Melihat dari mimik wajah adiknya Khaotung bisa menebak jika dia tidak bisa melakukannya. "Aku akan menemui First untuk mengobrol hari ini, siapa tau aku mendapat potongan harga yang lumayan dan kau bisa menjadi muridnya nanti."
Perth mengerutkan keningnya tidak percaya, bagaimana bisa seorang penulis dengan nama besar sepertinya bisa menjadi gurunya. "Sangat mencurigakan."
"Kau mau Racha menyukaimu tidak? Jika tidak, aku akan membatalkan janjiku dengan First."
"Ingin, aku ingin dia menyukaiku. Baiklah, aku akan mengambil pekerjaan mu lagi," putus Perth dengan terpaksa. Jika Khaotung tidak menyebutkan gadis yang disukainya, Perth akan menolak permintaan Khaotung.
Khaotung membuat rambut adiknya berantakan. "Terimakasih, aku janji akan memberikan apa yang kau inginkan sebagai balas budi karena kau menggantikan ku bekerja."
"Terserah." Dengan malas Perth menata kembali rambutnya kemudian meninggalkan kakaknya membiarkan dia berbuat semaunya.
•••
Pertemuannya masih satu jam lagi, Khaotung sudah berkeliling tak tentu arah demi untuk menghilangkan rasa gugupnya. Bukan rasa gugupnya yang hilang, melainkan bau parfumnya perlahan memudar. Untung saja dia memakai tabir surya dengan perlindungan ekstra.
Entah ide dari mana Khaotung mengirim pesan kepada First untuk bertemu dengannya kurang lebih satu jam lebih cepat dari waktu yang dia janjikan.
Khaotung : Bisa kita bertemu sekarang saja? Matahari semakin siang semakin terik.
Tapi tak Khaotung duga, First menyetujui ajakannya. First memberi alasan jika dia sangat senggang, jadi dia bisa bertemu dengan Khaotung kapan saja.
First : Tentu saja, aku sudah siap dari setengah jam yang lalu.
•••
Khaotung mengajak First bertemu di taman dimana mereka bertemu beberapa waktu lalu, lebih berkesan dan sedikit romantis tidak masalah dengan sinar matahari langsung menerpa kulitnya.
Khaotung mengenakan topi padahal tempat duduknya di bawah naungan pohon beringin, dia memainkan ponselnya menunggu kedatangan First walau hanya memantau berita yang sedang ramai di perbincangkan di media sosial.
Seseorang yang tak lain tak bukan First mengejutkan Khaotung saat tiba-tiba duduk di sebelahnya. First membawa dua minuman soda di tangannya, dia memberikan satu kepada Khaotung.
"Cuacanya lumayan panas, soda bisa menyegarkan tubuh kita sedikit," ujar First yang sebenarnya mulai membuka topik pembicaraan.
Khaotung menghargai pemberiannya, dia menerimanya. "Terimakasih banyak."
"Sudah lama ?" Tanya First.
Khaotung menggelengkan kepalanya, dia melihat jam di layar ponselnya. "15 menit lebih awal dari mu." Dia berbohong.
Keduanya sama sama sibuk meneguk minuman soda itu. Khaotung tidak tahu jika kegugupannya ini akan semakin bertambah setelah bertemu dengan First, dia bingung dengan yang terjadi pada dirinya.
"First, aku minta maaf menganggu waktumu, langsung ke intinya saja. Jadi aku punya adik yang sedang jatuh cinta, dan gadis yang adikku sukai menyukaimu dan semua karya mu," jelas Khaotung tanpa basa-basi.
First tahu maksud dan arah pembicaraan Khaotung, tapi dia tidak ingin langsung menyimpulkan sebelum Khaotung selesai berbicara. Tidak sopan menurutnya.
"Apa kau keberatan jika aku meminta pertolongan mu untuk memberinya pengetahuan dasar tentang menulis?" Khaotung benar mengatakan tanpa basa-basi.
Bukannya menjawab, First memberinya senyuman yang membuat Khaotung bingung untuk apa senyuman itu. Ini bukan pertama kalinya seseorang meminta bantuannya dengan kasus yang sama. Mungkin selanjutnya First akan membuat buku tentang bagaimana menjadi penulis agar orang-orang yang ingin belajar menjadi penulis bisa belajar dari sana.
"Adikku ingin seperti mu demi mendapatkan perhatian dari gadis incarannya," kata Khaotung lagi.
"Bisa aku pertimbangkan," jawab First.
Sebenarnya Khaotung malu mengatakan kalimat selanjutnya, tapi demi mendekati penulis ini, maksud nya demi Perth dia akan melakukannya.
"Kau memiliki banyak karya bukan? Aku ingin membeli semua karya mu, sebelumnya maaf bukannya aku tidak tahu diri, tapi apa bisa aku mendapat potongan harga untuk semua buku mu?" Wajah Khaotung sedikit memerah.
"Tentu saja, untuk adikmu?"
Khaotung mengangguk. "Dia yang jatuh cinta, aku yang repot."
First tertawa mendengarnya, dia iri mendengar Khaotung yang sepertinya akrab dengan saudaranya, tidak seperti dirinya. Meskipun dalam bangunan yang sama, First tidak pernah bertegur sapa dengan adiknya.
"Kau juga akan jatuh cinta nanti," kata First.
Mendengar itu, jantung Khaotung mendadak berdebar lebih kencang dari sebelumnya. "Eh, kapan kau bisa mulai mengajariku, maksud ku adikku," dia kikuk.
"Kapan saja, ingin hari ini pun bisa, aku tidak sesibuk yang orang lain kira. Aku tidak betah berlama-lama di rumah, jadi aku senang ketika seseorang mengajakku keluar seperti ini."
"Kalau tidak ada yang mengajak keluar, kau akan diam di rumah?" Tanya Khaotung untuk memperpanjang pembicaraannya.
First menggelengkan kepalanya. "Aku akan jalan-jalan sendiri. Aku bukan tipe orang yang memiliki banyak teman, jadi terimakasih kau ingin menjadi temanku."
Sepertinya First mempunyai kepribadian yang sulit di tebak, menarik. "Jika kau tidak keberatan, aku akan mengenalkan mu terlebih dahulu kepada adikku hari ini."
"Tentu, dengan senang hati."
Ini merupakan perjalanan awal Khaotung untuk mendapatkan kepercayaan First.
•••To be continued.
Happy Birthday My Babyy Khaoo Narakk Jang Punyanya Firfir 😽🤍!
KAMU SEDANG MEMBACA
The Journey (Hiatus)
FanfictionJurnal ku saja tidak cukup untuk mendeskripsikan manusia yang terbilang sempurna di mataku ini. Perjalanan ku untuk menjadikan dia milikku sangat lah sulit, beberapa rintangan harus aku hadapi seperti dalam sebuah permainan. Ingin tahu bagaimana? T...