•••
Khaotung kembali ke rumah pukul tujuh malam, dia sudah menduga jika First sudah pulang tanpa menunggu dirinya, lagi pun siapa dia bagi First untuk saat ini. Saat Khaotung pulang, motor First sudah tidak ada di halaman rumahnya, pun dengan Perth yang dia pergoki tengah menonton film kartun kegemarannya. Sekedar informasi, Perth tidak suka seseorang memergokinya tengah menonton film kartun, dia takut jika di ejek melihat usianya sudah beranjak dewasa.Perth langsung mematikan televisi nya kemudian berlari menghampiri ibu dan kakeknya sebagai alibi saja. Khaotung menatap nya dengan jahil, tapi saat ini dia sedang tidak ingin menjahili adiknya.
"Semakin besar, kau semakin mirip kakak mu ya," kata Kakek mengelus kepala Perth penuh kasih sayang.
Phan—Ibu kakak beradik itu, mengantar sang kakek ke kamar tamu untuk beristirahat. Sementara Khaotung, ada sedikit rasa penasaran terkait kepulangan penulis yang menarik perhatiannya.
"First sudah pulang?" Tanya Khaotung basa-basi seraya memberikan paper bag yang berisikan oleh-oleh dari kakeknya.
Sebelum menjawab Perth menerimanya, dia memeriksa apa yang kakeknya berikan padanya terlebih dahulu. Setelah puas dengan apa yang dia dapat, fokusnya kembali pada kakaknya.
"Kak First pulang sekitar setengah jam yang lalu. Oh iya, Kak First ada menitipkan barang untuk mu tadi, sebentar ya." Perth menyimpan terlebih dahulu pemberian kakeknya dan berlari ke kamarnya dengan tergesa mengambil barang titipan First untuk kakaknya, dia tidak ingin berurusan dengan kakaknya lama-lama malam ini.
Khaotung tidak tahu apa yang First berikan padanya, dia sangat bersemangat menunggu adiknya kembali membawa apa yang menjadi pemberian kedua First setelah novel yang tempo hari lalu dia berikan kepada rekan kerjanya, minuman soda siang tadi tidak di hitung.
Perth kembali dengan paper bag berwarna hitam dengan ukuran sedang. "Kak First tidak bilang apa-apa lagi, dia hanya menyuruhku memberikan ini padamu."
Senyuman Khaotung tidak bisa di sembunyikan saat paper bag itu sudah berada di tangannya. "Terimakasih," dia pergi tanpa mengatakan apapun lagi pada adiknya, namun itulah yang Perth mau.
•••
Khaotung dengan semangat yang masih sama membuka pemberian First dengan hati-hati. Terdapat satu buku catatan jurnal harian, dua bolpoin, satu set stabilo berwana pastel, dua pembatas buku, serta set stiker vintage di dalam paper bag yang Khaotung terima tadi.Lagi-lagi senyuman Khaotung terpampang jelas di wajahnya, dia tidak tahu semua barang itu akan dia gunakan sebagai apa, tapi semua barang itu menarik karena First memilih warna yang lucu untuknya.
Khaotung segera mengambil ponselnya berniat untuk mengirim pesan ucapan terimakasih untuk pemberiannya, tapi sialnya First ternyata sudah mengirim pesan empat puluh menit yang lalu dan Khaotung tidak menyadarinya.
Segera Khaotung membalasnya sebagai bentuk pemintaan maaf sekaligus ucapan terimakasih sebagai tujuan awalnya.
Pesan First sebelumnya tertulis, 'Perth sudah aku beri pemahaman tentang kepenulisan, jadi aku pamit pulang.'
Khaotung : Terimakasih First karena telah membantu adikku, terimakasih juga untuk pemberian mu.
Khaotung : Maaf karena aku baru melihat pesan dari mu.
Khaotung mematikan ponselnya karena yakin jika First tidak akan membalasnya secepat itu. Suasana hatinya tiba-tiba berubah dalam hitungan detik, entah penyesalannya karena tidak bertemu dengan First terlebih dahulu, entah karena keterlambatannya membalas pesan yang First kirimkan.
Khaotung lupa jika dia membeli kue kering untuk First dalam perjalanan pulang tadi, dia jadi berpikir untuk mengirim makanan untuk First sebagai ucapan terimakasih.
Saat Khaotung akan memesan makanan online, terdapat notifikasi pada layar ponselnya yang menjadi alasan senyumannya kembali, balasan pesan dari First.
First : Tidak apa-apa dan sama-sama, kau suka?
Khaotung : Tentu, aku suka warna yang kau pilih, menggemaskan.
First : Iya, sama seperti mu, itu sebabnya aku memilih warna yang menggemaskan.
Khaotung : Aku ? Menggemaskan? First? Terimakasih hehe.
First : Ketikannya saja menggemaskan.
Khaotung : Sekali lagi terimakasih ya.
Apa-apaan First ini, Khaotung tidak suka disebut menggemaskan, tapi jika First yang melakukannya dia tersenyum tanpa henti. Dan ngomong-ngomong, apa yang merasuki First sehingga dia bisa mengatakan hal seperti itu tanpa aba-aba.
•••
First tengah membereskan kamarnya yang sedikit berantakan karena hampir seharian dia tinggalkan. First tersenyum sendiri mengingat pesan jahil yang dia kirim kepada Khaotung tadi, sebenarnya dia bukan sedang menggoda Khaotung dalam konteks merayu, tapi dia sedang menjahili Khaotung sebagai teman barunya."Tapi jika dipikir-pikir, Khaotung memang sedikit menggemaskan," gumamnya.
Hanya butuh waktu tiga belas menit saja untuk kamar itu kembali dalam kondisi rapi dan bersih. Ini bukan waktu First untuk tidur, jadi dia memutuskan untuk meneruskan membuat bab baru dalam novel barunya yang siap untuk di publikasikan.
Saat First duduk di meja belajarnya, seseorang mengetuk pintu kamarnya. First sudah menduga jika itu ibunya, siapa lagi anggota keluarga di rumah ini yang akan mengunjungi ruangannya.
Benar saja, saat First membuka pintunya, ibunya tengah berdiri di sana. "Ada apa, Bu?"
Ibunya memberikan dua kantong plastik yang berisikan makanan dan minuman di dalamnya. Namun kening First berkerut dan ragu menerimanya, seingatnya, dia tidak memesan makanan apapun.
"Dari temen baru kamu katanya."
Baru setelah ibunya berkata seperti itu First menerimanya, ini pasti ulah Khaotung. "Terimakasih, Bu."
"Teman baru? Siapa? Kau belum bercerita kepada Ibu," goda ibunya.
First terkekeh, karena kesibukannya akhir-akhir ini, dia tidak sempat mengadu keluh kesah pada ibunya. Ibunya adalah rumah sesungguhnya bagi First, dia satu-satunya anggota rumah yang mengerti tentang perasaannya. "Dia seorang fotografer. Untuk lebih detailnya akan aku ceritakan nanti."
Ibunya terkekeh. "Baiklah, selamat menikmati makanan dari teman barumu."
First tertawa sampai ibunya menghilang dari pandangannya. Lagi, First menatap heran kantong plastik itu, mengapa Khaotung mengirim makanan untuknya.
Baru saja First akan mengirim pesan, yang akan di kirimi pesan mengirim pesan terlebih dahulu. Di sana tertulis jika Khaotung mengirim makanan bukan karena First memberinya set catatan harian, tapi karena memang niat awal Khaotung jika First belum pulang memberikan makanan itu.
First : Terimakasih banyak.
Khaotung : Besok kau kesini lagi?
First : Hmm, jika Perth ingin aku besok mengajarinya, aku ke sana.
Khaotung : Aku jadi ingin belajar menjadi penulis juga.
First : Kau ini, tapi bisa aku mengajarimu juga jika mau, eh, lebih tepatnya membagi ilmu ku pada mu.
Khaotung : Lihat nanti saja lah.
First : Baiklah.
Percakapan keduanya berakhir sampai situ saja. First mematikan ponselnya dan menyantap makanan yang Khaotung berikan. Sejujurnya dia tidak terlalu menyukai minuman yang Khaotung belikan, itu matcha, First kurang suka. Tidak apa-apa, First akan membagi dengan ibunya nanti.
•••
To be continued.
maap pren kalo kesannya aku up seminggu sekali bahkan lebih hehe, lagi padet padetnya jadwal nugas hehe. but thank you for always supporting my storyy, love u all!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
The Journey (Hiatus)
FanficJurnal ku saja tidak cukup untuk mendeskripsikan manusia yang terbilang sempurna di mataku ini. Perjalanan ku untuk menjadikan dia milikku sangat lah sulit, beberapa rintangan harus aku hadapi seperti dalam sebuah permainan. Ingin tahu bagaimana? T...