Six

154 11 1
                                    

Aku menghela nafas lalu berjalan keluar dari lift melewati Harry yang sedari tadi menatapku tajam. "Sudahlah Harry, penting sekali membicarakan waktu(?)" Aku berjalan mendahuluinya yang masih terdiam di depan lift. Ia layaknya patung selamat datang di lantai 5 dengan wajah yang sungguh menyebalkan.

Merasa tidak ada seseorang yang mengikutiku dari belakang, akupun berbalik. Harry masih tetap diam di depan lift. Matanya memperhatikan gerakanku.

"Apa yang kau tunggu Styles?" Aku meneriakinya dari jarak 5 meter.

"Sepertinya kau salah arah." Nada bicaranya sungguh datar. Ia menggidikkan bahu lalu berbalik berjalan meninggalkanku. Sial, aku terlihat sungguh bodoh di hadapannya. Ck. Tanpa pikir panjang akupun mengikuti Harry yang berjalan berlawanan arah dariku sebelumnya.

Harry berhenti di depan kamar bernomor 43, lalu membuka pintunya dan masuk tanpa mempersilahkanku. Aku hanya memutar bola mata dan mengekor padanya. Apartemen nya sungguh mewah, lebih terlihat seperti kondominium daripada apartemen. Interiornya terlihat berkelas, kuyakin barang dan furniture di sinipun mempunyai harga yang sangat tinggi. Dan-- 'apa apaan kau Brie. Kau seperti tidak memiliki barang mahal saja.' Ucap batinku protes.

"Sudah puas mengagumi interior apartemenku?" Tanyanya seperti bisa membaca pikiranku.

"Apa?!" Aku mengelak. "T---ti..dak." Nada bicaraku menjadi gugup.

Ia hanya menggidikkan bahu, " gadis pengelak." Lalu memiringkan kepalanya. Mataku melotot kearahnya. Ia nampak diam bergeming lalu membuka mulutnya kembali "jadi tugasmu akan dimulai besok. Ingat jam 8 tepat kau harus sudah ada di rumahku." Ia langsung mengalihkan pembicaraan.

"Aku memiliki kelas besok. Dan hei, jika setiap hari aku hadir kemari pukul 8 itu berarti aku tidak mengikuti kuliahku selama sebulan. Aku tidak mau." Aku memalingkan wajahnya dan menyenderkan punggungku pada dinding. Well, kami belum duduk.

Ia menatapku nanar, seakan benci dengan semua ocehan yang keluar dari mulutku, "Hanya untuk besok. Seterusnya kau datang pukul 4 sore. Semua sudah kupikirkan dengan matang. Kau tak perlu protes." Ia menunjuk ku dengan jari telunjuknya seperti mengancamku. Walau dari nada suaranya tidak.

Aku mengangguk pasrah. "Lalu?" Aku mengangkat sebelah alis lalu bersedekap.

"Ikut aku." Ia berbalik lalu berjalan dengan tangan yang ia masukkan kedalam saku celananya. Aku dengan pasrah mengikutinya yang berjalan menuju sebuah ruangan yang aku tak tahu ada apa di dalamnya.

Ia mengambil kunci dari saku celananya, lalu menekan pin dan menempelkan telapak tangannya di detector. Lampu LED yg tadi berwarna merah berganti menjadi warna hijau yang artinya pintu terbuka. Harry memutar kenop, pintu yang terbuat dari kayu mahagoni pun terbuka dan menampakkan ruangan gelap.

Harry mengambil langkah masuk kedalam ruangan yag berada di hadapanku lalu menekan tombol saklar lampu. Semua lampu yang berada di dalam ruangan ini menyala bergantian. Tampak ruangan yang cukup besar dengan dinding yang di dominasi oleh warna putih. Di tengahnya terdapat meja yang cukup besar dengan kursi yang mengelilinginya. Ruangan ini dipenuhi oleh banyak almari, rak, dan bupet.

"Ini ruangan pribadiku. Kau orang pertama yang ku bawa kemari."Mataku beralih dari dinding ruangan ini untuk menatap Harry. "Tapi kau jangan besar kepala dulu. Baru kali ini misi yang diberikan kepadaku tidak dapat kulakukan seorang diri. Jadi mau tak mau aku harus membawa masuk orang lain kedalam ruangan pribadiku." Ia berdiri menatapku sambil bersedekap.

"Lalu kenapa aku yang jadi asistenmu? Beri aku alasan selain karna aku memuntahi bajumu." Aku menatap lurus ke matanya. Jika dilihat-lihat ia sungguh mempesona. Lihat bibir merahnya, dan matanya yang berwarna hijau emerald. Lihat-- aku menampar diriku untuk kembali ke dunia. Kenapa aku jadi mengaguminya.

My Boyfriend is Uncle HarryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang