Night Changes

65 5 0
                                    

"Wanna drive?" Tanyanya
"Em, uhuh. Ngantuk yee"
"Sort of."
"Hahaha, sudah kuduga."
Adit turun dari mobil, aku berpindah ke jok sopir. Yay.
"Alright baby, lets make it." Seruku
Ku mundurkan mobil perlahan, lalu membelokannya. Membuatnya melaju hingga akhirnya keluar dari rest area.

Ahh. Udah lama banget gak nyetir di tol. Aku bahkan sudah hampir lupa bagaimana rasanya.
Jalan bisa dibilang sepi, hanya satu dua mobil pribadi. Sisanya truk besar di lajur kiri.
Okay, if this is what you want. Make it fast baby.
Aku memacu mobil dengan kecepatan 60KM/ jam. Yeah great. 70KM/jam. Alright, this is the moment. 80KM/jam.
"Whoah, whoah, whoah. Gak terlalu kenceng?" Seru Adit
"Kurang sih kayanya. Tapikan batas maks cuma 80, hihihi."
"Greget, jir."
"Uhuh."

Mentari sudah menghilang dari horizon. Kuperlambat laju mobil, ikut mengantri seperti mobil mobil lain untuk keluar dari gerbang tol.
Drrt!
Smartphone Adit bergetar. Ia menaruhnya di atas dashboard. Aku mengambilnya. Ada pesan masuk, tapi Adit malah tertidur.
"Hey, uy, oy. Cuk. Ada pesan masuk nih." Aku membangunkannya sekaligus memberikan smartphonenya. Tapi aku tetap fokus ke jalanan.
"Uh?" Ia terbangun lalu mengambil smartphonenya.
"Ada notif."
"Oh." Ia kembali tertidur.
Tukang tidur. Huh.
Semakin dekat dengan pusat kota, semakin hidup pula suasananya, maka dari itu semakin padat dan ramai. Mataku tidak terlalu terbiasa dengan gemerlap ibukota, silau. Kiri dan kanan hanya gedung pencakar langit. Tol dalam kota cukup padat. Aku menyambungkan smartphoneku dengan tape mobil, memutar musik dengan volume kecil. I dont have any idea what music to play, so i just open Mix Radio app.
Lalu munculah lagu Night Changes punya onedirection. Tiba tiba aku ingat sesuatu, temen temenku yang nge fans banget sama boyband ini. Mereka fangirling di mana mana. Karena teman temanku ada di mana mana, maka aku harus menerima resiko ini. Dikit dikit wandi, dikit dikit wandi. Hahaha. Can you imagine how crazy i am? Di sekolah, di grup, di tempat les, study tour, bukber, freeclass, jumsih, dan di mana mana.

Stream. Begitulah mereka menyebut aliran. Ya, aliran kendaraan di ibukota seakan akan tak pernah berhenti. Aku mencari lajur alternatif agar tidak terlalu lama terjebak di jalanan.
At least butuh sekitar 3 jam untuk sampai ke daerah husein sastranegara. Aku tidak terlalu mengingat keadaan jalanan, aku lebih fokus mencari hotel tujuanku. Jam menunjukkan pukul 8, kami berangkat lebih cepat dari rencana.

Kuparkir mobil di depan hotel.
"Huf, sampe juga." Seruku. Sekarang masalah baru muncul, bagaimana membangunkan Adit.
Aku guncang tubuhnya pelan, tidak ada respon. Kubuka kelopak matanya, gak bangun juga. Udah digaplok juga kaga bangun. Ok, kalau itu mau ente.
Aku mendekati wajahnya dan berhenti di dekat telinganya lalu berbisik 'oy, ada nisa oy, bangun cepetan, oyyy'
Dan voila, aku berhasil membuatnya terbangun.
"Mana?" Serunya.
"Hahaha, kagak kagak. Canda doang, bangun gih udah di depan hotel nih."
"Amaris?"
"Yoi. Gue duluan ya." Aku turun dari mobil, menggendong backpack dan menarik koperku keluar.
Hoam. Aku cukup mengantuk untuk membawa masuk semua barang ini ke hotel yeah. I walk very slow. Ya akhirnya aku sampai juga di depan meja resepsionis.
"Selamat Malam. Selamat Datang. Ada yang bisa saya bantu?" Sapa seorang resepsionis.
"Eh ya, kamar atas nama Ifa."
"Sebentar." Ia menghilang di balik mejanya, lalu kembali dengan sebuah kartu di tangannya.
"710. Di lantai 7. Liftnya ada di sebelah kiri, ada yang bisa saya bantu lagi?" Ia memberikan kartu tersebut.
"Oke, makasih mba." Aku menyambut kartu tadi, rupanya dua buah kartu. Aku berjalan ke arah lift, menekan tombol naik. Sekitar 5 menit aku menunggu, lift terbuka. Dua orang pria berjas keluar dari lift, mereka memberikan senyum tipis padaku. Aku masuk sendiri.
Ku masukan kartu sebelum aku menekan angka 7, lantai tujuanku. Seperti hotel hotel lain di Jakarta di sini tidak ada lantai 4 ataupun 13.
Ting! Lift berhenti di lantai 5, seorang pria berwajah cina muncul di depanku memberikan senyum tipis sambi sedikit membungkuk, reflek aku mengikutinya. Ia akan menuju ke lantai 3, meeting room. Hmm, sudah ku duga.
Ting!
Akhirnya lift berhenti di lantai 7. Aku keluar dari lift, kutarik koper perlahan. Dan berbalik, memberi senyum.
Aku berbelok ke kiri. 701 - 710. Kamarku ada di paling ujung. Hening. Di ujung lorong ada sebuah jendela besar. Pemandangan Jakarta di malam hari. Pintu kayu berwarna cokelat tua dipernis dengan baik. Serat kayu dan warnanya terjaga baik. Sebuah knop berbahan alumunium diberi kesan doff menghiasi. Ku masukan kartu ke lubangnya. Lampu hijau menyala, kucabut kartu lalu kuputar knopnya. Ya ruanganya memang tidak terlalu besar ya tapi tak apalah, yang penting aku bisa beristirahat.
Drrt! Smartphoneku bergetar, entah karena mengantuk atau apa getarannya terasa kencang sekali aku duduk di ujung kasur.

ÀBŚŤRAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang