12. Kembali bersama

92 9 0
                                    

Pagi pagi buta Denzel sudah mandi dan sekarang Denzel sedang bersantai di kamar hotel nya menunggu kekasih nya tiba dari Singapura.

Denzel menggunakan waktu luangnya untuk menganggu ketenangan seseorang yang sepertinya seseorang itu belum terbangun dan mungkin masih bergelung dalam selimutnya.

Rencananya tadi malam berhasil, kemenangan di depan mata. Uang 50 miliar akan Denzel dapat secara cuma cuma. Namun Denzel juga masih harus berhati hati dalam menjalankan rencananya untuk memanipulasi Sheren.

Baru saja Denzel akan meneguk susu  yang sengaja dia biarkan agar dingin. Rasa mualnya kembali muncul. Perut nya seperti diremas, rasanya sakit, ngilu, bahkan Denzel juga merasa lemas tiba tiba.

Denzel sedikit berlari ke kamar mandi untuk memuntahkan isi perutnya.  Namun tidak ada yang bisa dia keluarkan malah tenggorokan nya kini terasa sakit.

"Kenapa mual lagi ya?? Udah lama juga aku ga mual. Nanti aku cek ke dokter aja deh." Monolog nya sambil mencuci wajahnya yang sekarang terlihat pucat.

Setelah dirasa rasa mual nya sudah hilang Denzel pun kembali ke kamar. Membuka pouch pastel hijau tosca yang tersimpan di atas meja.

"Bibir aku ga boleh keliatan pucat, mau ketemu mas Baron kan!!" celetuknya sambil menyunggingkan senyum lalu Denzel mengambil lip balm dan mengoleskan ke bibirnya yang terlihat sedikit pucat.

Denzel menyingkap kemeja yang memperlihatkan perutnya yang sudah terlihat membesar lalu dia terdiam cukup lama sambil memandangi dan mengusap usap baby bump nya. Entah apa yang ada di pikiran nya sekarang karena Denzel meneteskan air mata diatas perut nya.

Kegiatan nya terganggu ketika dering notifikasi telepon nya bunyi. Denzel buru buru mengecek ponsel nya, namun ternyata nama kontak yang tertera bukan seseorang yang dia harapkan. Terhitung sejak Denzel meninggalkan rumah itu, ada 185 panggilan tak terjawab dari Mafka.

Berkali kali nomor itu menelpon nya lagi namun Denzel hiraukan sampai suara bel di luar berbunyi. Diiringi satu notifikasi baru dari ponsel nya. Seseorang yang dia tunggu berada di depan pintu kamar hotelnya.

"Ezellll!!!" sambutan menggema dari luar saat pintu hotel sudah terbuka. Denzel membalas sapaan itu dengan menarik kedua sudut bibirnya.

"Apa yang kamu sembunyiin di belakang itu???" Denzel memicingkan matanya melirik satu tangan mantan kekasih yang terlihat sengaja disembunyikan di belakang.

"Taraaaa! Semua yang berwarna merah masih dan akan selalu mengingatkan ku ke kamu. Bunga mawar merah untuk si cantik dan—" Baron melirik perut Denzel sesaat. "Untuk twins juga." lanjutnya sambil memberikan satu bouquet bunga mawar merah kepada Denzel.

Yang dipuji tersipu malu. Semburat pipi merona merah muda menghiasi wajahnya. Denzel mengulurkan tangan nya untuk menerima bouquet dari sang mantan kekasih. "Duh pagi pagi udah dibikin jadi mentega aja nih. Makasih loh!"

"Pipi nya jadi meyah meyah, cantik."  ucap Baron setelah mencubit kedua pipi gembul Denzel yang merona.

Tidak ada rasa canggung diantara keduanya. Padahal perpisahan mereka ini cukup berbelit, mungkin kalau pasangan lain yang mengalami akan merenggang. Namun mereka sekarang malah terlihat seperti sang isteri yang menyambut suami nya kerja lembur hingga baru pulang pagi. 

"Eh ayo masuk, pegel berdiri terus." Denzel memecah suasana untuk mempersilahkan mantan kekasihnya.

Mereka pun masuk ke kamar lalu Denzel mempersilahkan Baron untuk duduk di sofa. "Kamu haus ga?? Aku buatin teh ya? Atau mau kopi—Tapi aku liat dulu kopinya ada atau engga." tanya Denzel.


"Engga perlu, aku udah minum kopi tadi di jalan. Kamu duduk aja, nanti kalau mau aku ambil sendiri." Tolak Baron yang diangguki Denzel.

Denzel mendudukan dirinya di sofa. Kemudian mereka berbincang bincang banyak hal.

"Jujur aku gak bahagia, kamu hubungin aku dengan cara ini. Sakit Denzel hati aku, saat aku tau kamu hampir dibunuh sama orang yang kamu percaya, bahkan niat kamu hanya membantu orang itu tapi dia malah menorehkan pisau di tubuh kamu." ungkapnya mengingat kejadian yang sudah berlalu.

"Aku ga pernah mengharapkan kamu menghubungi aku dengan keadaan seperti ini. Meskipun aku kangen kamu, kangen kita. Tapi aku selalu berdoa semoga sembilan bulan lagi kamu hubungi aku dengan keadaan seperti semula."

"Aku bener bener merasa gagal. Uang yang aku kumpulin selama ini tak ada nilainya kalau harus melihat kamu terluka kaya gini."

Denzel hanya diam melihat ungkapan isi hati Baron. Laki laki itu menangis di bahu nya sambil memeluk erat tubuh Denzel.

"Hanya kata maaf yang bisa aku ucapin, karena aku juga gagal ngembaliin ke kondisi semula. Ada dua bayi yang harus aku rawat sampai aku mati nanti. Maaf aku ga bisa nepatin janji aku untuk kembali dengan kondisi seperti dulu."

"Kalau aku mau ikut kamu merawat dua bayi ini, gimana? Apa kamu mau menerima aku kembali?" Baron mengusap perut Denzel lalu menghapus air mata yang menetes di pipi Denzel.

"Ini bukan hal mudah loh mas. Kita ga pernah mau untuk punya anak. Aku dan kamu dulu sepakat untuk menikah tanpa memiliki keturunan. Karena kita hanya mau hidup berdua. Dan sekarang?? Ini ngurus anaknya bukan satu, tapi dua loh mas?? Dan bukan darah daging kamu."

"Aku mau bantuin kamu ngerawat dua bayi nya. Aku ga mau kamu sendirian. Karena aku juga ikut andil dalam hal ini. Akar permasalahan ini juga berasal dari aku dari ibu aku. Jadi aku mau bertanggung jawab penuh atas hidup kamu sekarang."

"Aku ga tau lagi harus ngomong apa sama kamu mas. Aku gatau harus balas kebaikan kamu dengan cara apa. Aku—"

Pada akhirnya mereka kembali bersama. Kembali menjahit kehidupan yang rumpang. Mereka mengusahakan dan memperjuangkan kembali cinta yang tertunda. Mereka akan berusaha mengembalikan keadaan seperti sedia kala meskipun sekarang ada dua malaikat kecil yang melekat dalam hubungan keduanya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 17 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DWARA - BXBTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang