Chapter > 1

28 3 0
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم


"Gak semua ekspektasi kita harus
terealisasi menjadi nyata."

Happy Reading 🙌
.
.
.

🌙🌙🌙

“Hei, Una. Kamu kenapa?” Seseorang datang menepuk pundakku dari belakang, membuat aku tersadar dari lamunan. 

Aku tersenyum setelah tau orangnya.

“Eh, Kak Dinda. Kirain siapa." Aku bergeser untuk memberinya tempat duduk.

Dari tadi aku berada di taman belakang panti. Duduk menyendiri ditemani angin yang menyapu lembut wajahku. Tempat ini memang menjadi favoritku kala sedih atau banyak pikiran. Tempat yang tenang juga asri. Banyak tanaman-tanaman yang menyejukkan mata, membuatku betah berlama disini. Bahkan tanpa sadar, aku pun melamun sendirian seperti yang tadi ku lakukan.

Perkenalkan, namaku Azkiya Nidaul Husna. Orang-orang biasa memanggilku Una. Aku duduk di kelas sembilan SMP. Dan baru beberapa hari lalu telah selesai menjalani Ujian Nasional, yang artinya penentu kelulusan sudah di depan mata. Dan, sebentar lagi aku akan menjadi siswi sekolah menengah atas.

Oh iya, perempuan di sampingku ini bernama Adinda Syakilla. Nama yang sama cantiknya dengan parasnya. Ia bahkan sering curhat kepadaku kalau teman kampus lelakinya, sampai tetangga banyak yang menggodanya, bahkan tak segan para pemuda itu memberikan cokelat atau bingkisan untuk Kak Dinda. Haha… aku geli mendengar ceritanya kala itu.

Umurnya lebih tua dariku delapan tahun. Dia anak pertama yang tinggal di panti ini setelah belum lama berdirinya bangunan ini, dan tertua diantara kami semua.

Kak Dinda ketika itu masih bayi berumur sekitar lima bulanan. Ditemukan oleh ibu panti di depan pagar dalam keadaan berada di dalam keranjang bambu yang hanya diselimuti kain tipis, tanpa perlengkapan bayi satupun. Dan secarik kertas bertuliskan namanya.  Entah siapa pengirimnya, pemilik panti ini pun tak tau sampai sekarang.

Beliau ini selalu peka akan sesuatu yang terjadi pada diriku. Aku tak bisa menyembunyikan sesuatu darinya, karena ia pasti tau.

Tangannya mengelus lembut kepalaku, seraya tersenyum, “Kenapa, Una? Melamun terus Kakak liat. Ada masalah? Mungkin mau cerita?” Kan.. Bener.

Pernah gak sih ngerasa, ketika diri sedang tak baik, malah ditanya 'kenapa?' tuh rasanya gimana gitu. Yang seharusnya terlihat baik-baik aja, malah jadi nangis kejer.

Dan aku salah satunya. Air mata yang sekuat tenaga ku tahan, akhirnya menggenang di pelupuk mata, kemudian jatuh ke pipi.

“Eh, kok nangis?” Ia membawaku ke dalam pelukannya, mengelus pundakku menenangkan.

Dirinya sudah ku anggap layaknya kakak kandungku. Selalu menjadi lubang curhatku, begitupun sebaliknya. Kami saling menceritakan masalah satu sama lain.

Kak Dinda itu, orang yang sangat lembut, dewasa, dan penyayang tentunya. Ia sangat menyayangi kami para adiknya yang banyak ini. Ia juga pintar, saat ini sedang menempuh Pendidikan dan sudah semester akhir, di salah satu Perguruan Tinggi terbaik di kota ini, lewat beasiswa yang didapatinya dari pemerintah dan beberapa perlombaan bertingkat nasional dimasa sekolah dulu. Walaupun tak punya orang tua, ia bisa membuktikan kalau bisa menjadi orang berhasil.

WHO'S MY DAD? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang