Tandai typo!
Cheisya memang mudah beradaptasi dengan lingkungan baru. Ia termasuk orang yang ceria dan suka tersenyum ketika orang-orang komplek melewatinya. Tak jarang ia ikut bermain dengan anak-anak komplek. Menurutnya, semakin banyak ia beradaptasi dengan lingkungan mereka, semakin betah ia tinggal di sana.
Empat hari setelah di tinggal ayah pulang, kala itu Cheisya terbangun dari tidurnya pukul dua dini hari. Ia teringat akan ayah dan ibunya di rumah, masih terlalu asing tinggal di rumah nenek. Biasanya, rumahnya ramai dengan suara adik-adiknya yang mengoceh, kini tak ada lagi. Terkadang, Cheisya terbangun hanya untuk menangis, merindukan mereka di rumah sana.
Beberapa hari kemudian, Cheisya tersadar. Keputusan untuk menuruti kata-kata ayahnya adalah pilihannya sendiri. Ia harus bisa menyelesaikannya, sampai sekolahnya benar-benar selesai. Tangisan malamnya pun mulai jarang terdengar. Cheisya lebih memilih untuk menyibukkan diri dengan menulis di aplikasi berwarna jingga. Ia menulis tentang hal-hal yang menyenangkan, sebagai pengalih perhatian dari rasa rindunya.
Di kompleks tempat tinggalnya sekarang, Cheisya memiliki banyak teman. Ia sudah mengenal mereka dengan baik, dan bersyukur memiliki teman-teman yang ramah di dekat rumahnya. Setiap sore, mereka akan datang ke rumahnya hanya untuk mengajaknya melihat sunset di pelataran.
Di sini kehidupannya benar-benar membuatnya merasa senang. Sudah jarang ia menangisi kedua orangtuanya tanpa sebab. Hari-harinya di lingkupi perasaan yang tak pernah Cheisya rasakan di kota ini. Ia menemukan berbagai hal untuk di pelajarinya. Kehidupannya di sini benar-benar membuatnya merasa senang. Ia sudah jarang menangisi kedua orang tuanya tanpa sebab. Hari-harinya di sini dipenuhi perasaan yang tak pernah Cheisya rasakan di kota sebelumnya. Ia menemukan banyak hal untuk dipelajari, membuatnya semakin jatuh cinta dengan lingkungan barunya.
Saat ini langit masih terbalut warna biru tua, seperti kain beludru yang lembut. Bintang-bintang berkelap-kelip, seolah menyapa perpisahan dengan malam. Di ufuk timur, garis tipis jingga mulai muncul, seperti sapuan kuas halus yang perlahan melukis langit.
Seiring berjalannya waktu, warna jingga itu semakin pekat, bercampur dengan warna merah muda lembut. Cahaya redup mulai menerobos kegelapan, menyapa bumi dengan perlahan. Langit perlahan berubah warna, dari biru tua menjadi gradasi warna jingga, merah muda, dan ungu.
Di balik cakrawala, sebuah bola api raksasa perlahan muncul. Sinarnya yang hangat mulai menerangi bumi, mengusir sisa-sisa kegelapan. Cahaya matahari itu seperti sebuah keajaiban, menyapa dunia dengan kehangatan dan keceriaan.
Seiring dengan terbitnya matahari, langit semakin terang. Warna-warna yang tadinya redup kini berbinar-binar, seperti permata yang berkilauan. Burung-burung berkicau riang, menyambut hari baru dengan gembira. Alam pun seakan terbangun dari tidurnya, menyambut datangnya mentari pagi.
Di dalam kamar dengan nuansa biru langit, seorang perempuan masih terbaring dengan posisi terlentang, wajahnya tertutup oleh novel yang dibacanya semalam. Selimut tergeletak di lantai,bersama dengan bunyi alarm yang terus berdering dengan keras di dalam kamar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unrequited Love
Teen FictionCheisya Valerie Anggraena, rela menerima tawaran sang ayah untuk merantau demi menempuh pendidikan menengah kejuruannya di kota lain. Tapi siapa sangka jika dirinya malah mencintai teman sekelasnya yang pendiem seperti kutub selatan?