Meet Me Halfway

43 11 11
                                    

sas, gue curiga si irwan itu groomsman calon lakinya wanda |

eh pasti gasih? soalnya pop up emailnya sama banget |

gue gatau nama aslinya lagi! ada 3 nama cowok di emailnya soalnya |

tapiya sas, kalo fix emang destinasi kita sama, mending gue bareng gasih sama dia? |

lebih hemat, lebih aman |

Eh, belom tentu ya? |

etapi ga mungkin gasih lakinya wanda temenan sama brandal? |

also he doesn't look like one |

ya look ga jamin sih |

lo jadi gue ngapain sas? diem aja terus pasah jalan sendiri apa sok asik aja? |

tapi bisa aja sih dia nggak langsung ke bromo |

lagian ngide sih main book hotel aja padahal belom tentu trip bromo nih woman solo travel friendly, mana ga join open trip juga |

tau banget gue, lo pasti udah gatel mau ngomel2in keputusan gue |

tapikan gabisa |

wek :p |

__________


Belum sempat si mas–creed–aventus–yang–kemungkinan–besar–searah–dengannya itu minta izin lewat untuk kembali ke bangkunya, Runa sudah keburu menggeser kedua kakinya ke arah aisle untuk memberi jalan, pria itu mengangguk singkat lalu tersenyum menunjukkan lesung pipinya. Hoodie hitam yang tadi dia tenteng, sekarang sudah dipakai berikut penutup kepalanya.

Tanya nggak, ya?

Tanya nggak, sih, harusnya?

Runa nggak perlu menoleh ke kiri buat tahu apa yang laki-laki itu kerjakan sekarang, sudut matanya cukup jelas menangkap gerakan tangan si mas lucu yang sibuk meletakkan earbuds ke kotaknya, lalu ke dalam ransel yang dia letakkan dekat kakinya.

Oke, dia nggak rencana tutup kuping, berarti dia nggak masalah kalau diganggu, pikir Runa.

Tanya sekarang kali, ya?

Runa menoleh ke jendela di sebelah kiri, modusnya mau lihat pemandangan, padahal cari kesempatan buat buka omongan. Lelaki itu sedang fokus memandangi warna hijau segar yang terhampar di luar jendela. Dari awal bertemu, settingan wajahnya selalu terlihat ramah. Ya jelas aja, kan bolak-balik urusan Runa dengannya cuma perkara minta lewat. Tapi kalau lagi diam begini, bapak yang bersangkutan kelihatan judes banget. Apa karena alisnya yang hitam legam dan tebal kayak Angry Bird itu?

Nggak, deh. Runa nggak jadi nanya. Takut.

Runa pikir, sebenarnya nggak masalah jalan sendiri ke Bromo. Kan, dari awal emang begitu rencananya. Lagian all set, itinerary lengkap, tinggal jalan.

Perempuan itu kembali sok sibuk dengan handphonenya. Mencoba mencari aplikasi apa yang bisa dia buka untuk membunuh rasa bosan sekaligus rasa kepo kepada manusia tampan yang duduk di sebelah kirinya. Namun nggak disangka pergelangan tangan Runa tiba-tiba letoi, membuat handphonenya terpental ke sandaran tangan dan terjun bebas ke atas paha si masnya.

Twinkle, Twinkle, Little SparksTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang