Chapter 4

10.3K 762 20
                                    

Happy reading

    "Anak-anak, hari ini jangan keluar dulu ya. Nanti ada tamu," ujar Buna Yana pada anak-anak panti yang lagi sarapan. Bam yang makan disuapi Tommy hanya mendengar tanpa memberi sebarang respon.

   "Adek, buka lagi mulutnya."

   "Cudah kenyang abang." Bam menutup mulut dengan kedua-dua tangan mungilnya.

   "Masa udah kenyang? Lihat Cinta, Cinta kuat makan nggak kaya adek. Sekarang dia lebih tinggi dari adek. Adek nggak mau kayak Cinta?" Cinta yang dijadikan contoh lantas tersenyum bangga. "Adek makan lagi ya?"

   "Iya. Bam perlu makan banyak lagi biar tambah ndut eh tinggi," beritahu Cinta, adik kandung Tommy.

   "Bial tinggi kayak Kakak Cinta?"

   "Iya. Sekarang buka mulutnya. Mam lagi. Setelah ini kita main bola sama anak-anak lain."

   Setelah termakan bujuk rayu Tommy dan Cinta, Bam pun melanjutkan aktivitas makannya lagi dengan harapan besok Bam udah tinggi seperti kakak Cintanya.

   Satu jam kemudian, mereka lagi berada di halaman panti sambil main bola. Khusus Bam, ia nggak ikut main bola tapi si kecil bermain rumah rumahan bersama anak perempuan lain.

    "Bam jadi baby aja. Aku jadi mama, Wani jadi ayah, Bilqis jadi kakak," ujar anak perempuan paling dewasa, Amira.

   "Terus aku jadi apa?" tanya Yuna. Gadis kecil berkaca mata itu kesal kerana tidak mendapat peran penting.

   "Hmm...kamu jadi tetangga saja."

   "Masa jadi tetangga? Aku juga mau jadi kakak."

   "Iya iya. Kamu sama Bilqis jadi kakak. Hmm, apa lagi ya?" Amira melihat semua sahabatnya. "Aha! Sebentar ya. Aku mau ambil sesuatu dulu."

    Mereka saling berpandangan ketika Amira berlarian masuk ke dalam panti. Tidak lama Amira kembali dengan botol susu dan juga pacifier.

    "Tadaaa! Ini untuk Bam. Bamkan masih bayi, jadi masih perlu dot." Amira mengalungkan pacifier ke leher Bam lalu meletakkan botol susu di atas tikar yang mereka gunakan. "Bam tidur disini. Kita mulai mainnya ya."

    Bam dengan polos berbaring di atas tikar sambil ngemut pacifier yang entah milik siapa. Mungkin punyanya adek bayi. Bam nggak peduli ia juga suka soalnya.

***

   "Terima kasih sudah berkunjung ke panti asuhan kami Tuan Peter, Tuan Xavian. Saya mewakili seluruh warga panti asuhan mau berterima kasih atas bantuannya."

   "Sama-sama. Kami cuma membantu sedikit," jawap Peter. Mereka bertiga berdiskusi mengenai panti asuhan yang dibina di desa tersebut. Menurut Bunda Julia yang merupakan salah satu pekerja di panti asuhan, sumber keuangan utama panti asuhan adalah dari bantuan warga desa yang memang berkecukupan. Terdapat satu orang penderma utama dan warga desa yang lain juga turut menghulurkan bantuan berbentuk makanan.

    "Sekitar 15 tahun lalu, tanah di sini diwakafkan untuk dibina panti asuhan oleh pemiliknya. Kemudiannya, warga warga lain membantu untuk mengeluarkan dana untuk pembinaan bangunan. Memang rejeki anak-anak di sini karna mendapat orang-orang baik seperti warga desa sini," ujar Bunda Julia panjang lebar.

   "Berapa pekerja yang ada di panti ini?"

   "Ada empat orang. Saya, Buna Yana, Buna Salwa sama Selvi."

   "Anak-anak ada berapa?"

   "47 orang. Paling dewasa sekarang umurnya 16 tahun. Paling kecil masih 8 bulan."

BAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang