Aku benar-benar mencobanya.
Mengesampingkan jantungku yang terus berdegup kencang saat melihat Kak Bright, aku mengajaknya untuk hangout bersama teman-temanku yang lain.
Perlahan tapi pasti, kecanggungan itu mencair.
Dua bulan kemudian, kami menjadi kawan akrab. Meski berbeda dua tahun, Kak Bright tidak pernah bersikap seperti senior menyebalkan. Dia selalu memperlakukanku sama baiknya dengan teman-temannya.
Untuk saat ini, itu saja sudah cukup.
"Metas, gimana latihannya?"
Kak Bright menghampiriku yang sedang berlatih di pojok ruang. Aku menghela napas dan menunjukkan jari-jariku yang lusuh.
"Kok bisa?" Dahi Kak Bright berkerut melihat kondisi jemariku yang menyedihkan.
"Kebanyakan mainin senar gitar," balasku.
Kak Bright terdiam dan keluar dari ruangan. Meninggalkan ruang klub yang ramai seperti biasa. Entah kemana.
Aku mengendikkan bahu, mencoba tidak ingin tahu. Kembali mencoba memainkan gitar di pangkuan.
Kompetisi sudah semakin dekat. Tidak banyak waktu lagi.
Tau-tau Kak Bright kembali dengan sebungkus plester, kapas, dan obat merah di tangannya. Menyerahkannya padaku.
"Obati dulu, jangan main lagi."
Meski suaranya teramat datar tapi aku bisa merasakan kekhawatiran tersirat disana.
Hatiku lagi-lagi menghangat.
"Lo pulang naik apa?"
"Dijemput supir, mungkin."
"Gue antar aja."
Tanggal lima belas bulan delapan. Ini hari bersejarah. Aku akan mengingatnya dan mengabadikannya nanti.
***
"Mau mampir?" tawarku.
Kak Bright hampir-hampir menolak, namun tau-tau langit menumpahkan rintik-rintik hujan yang semakin deras.
Setelah berdebat sebentar disertai paksaan sedikit, akhirnya Kak Bright menyerah dan memutuskan untuk memarkirkan motor kesayangannya pada garasi rumah.
Sepertinya nasib memang berpihak padaku.
Aku membuka pintu dan mendapati Kak Win berdiri di sana dengan raut khawatir.
"Kak Win," sapaku riang. "Kenalin, ini Kak Bright, seniorku di sekolah. Kak Bright, kenalin ini Kak Win."
Kak Bright berjalan mendekat.
"Oh, jadi ini ya yang namanya Bright," ujar Kak Win jahil. Mengerlingkan mata padaku.
Lagi-lagi pipiku memanas.
"Halo, namaku Metawin," sapa Kak Win ramah disertai senyum lebar teramat manis.
Kurasakan Kak Bright di sampingku membeku. Dengan suara bergetar ia membalas.
"Gue Bright."
Malam itu Kak Bright ikut makan malam bersama keluarga Opas-iamkajorn. Kak Ming dan Kak Messa kali ini bersatu, tidak henti-hentinya melontarkan pertanyaan pada Kak Bright. Papa dan Mama hangat seperti biasa, sesekali menawarkan dan memindahkan lauk ke atas piring Kak Bright. Hanya Kak Win dengan tenang mengunyah makanannya.
Entah mengapa sejak hari itu aku merasa sikap dingin Kak Bright mencair. Dia menjadi lebih ekspresif hingga membuat seluruh anggota klub terkejut.
Selain itu, aku merasa Kak Bright juga menjadi lebih perhatian padaku.
"Mau gue anter lagi?" tawar Kak Bright untuk kesekian kali.
"Ciye, ciye yang lagi PDKT sama dedek gemes," goda Kak Mike lengkap dengan wajah tengil. Satu-satu anggota klub mulai ikut menyoraki.
Seperti rutinitas, panas lagi-lagi merambat menuju kedua pipiku.
Kak Bright tidak terlihat peduli, sepenuhnya mengabaikan ceng-ceng-an itu.
"Mau?" tawarnya.
"Oke, kak," balasku.
Siapa yang sanggup menolak?
***
"Kak Bright beneran suka kamu tau." Sahabatku, Prim, menyemangati.
"Tau darimana?" tanyaku, bingung
"Keliatan, tau." Kali ini Frank, sahabatku yang lain, menjawab yakin.
"Kok, bisa?"
"Kak Bright sering membawakan makanan dan mengantar-jemput kamu pulang, kan? Kurang bukti apalagi?" ujarnya penuh dengan semangat menggebu-gebu.
"Tapi aku gak merasa begitu," keluhku.
"Kamu mungkin harus lebih berani."
Prim menarik kursinya mendekat. Memintaku mencodongkan tubuh ke arahnya.
"Coba kamu aja yang tembak," bisiknya. "Siapa tau kalau sebenarnya Kak Bright pemalu?"
Benarkah begitu?
Didukung penuh oleh sahabat-sahabatku, aku memutuskan untuk menyatakan perasaanku segera.
Aku yakin, Kak Bright memang menyukaiku.
Semuanya yakin Sahabat-sahabatku, semua anggota klub, bahkan Kak Win.
Kepercayaan diriku mulai mantap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Don't Love Me
FanfictionMetas Opas-iamkajorn adalah anak bungsu yang disayangi semua orang. Terlahir di keluarga berada, dianugerahi wajah rupawan, serta saudara-saudara yang menyayanginya. Bagaimana bila si bungsu merasakan jatuh cinta untuk pertama kalinya? (NOTE: re-pub...