001

398 46 9
                                    

Giselle terduduk, ketakutan yang hebat menguasai hatinya. Ia terengah-engah, keringat dingin menetes di dahi.

Mimpi itu begitu nyata hingga hatinya menegang.

Adegan kematian tragis ayahnya, pemenjaraan Jihoon, dan dirinya yang bunuh diri dengan melompat dari gedung masih begitu jelas dalam ingatannya.

Untuk sesaat, dia pikir dia sudah mati.

Matahari sore bersinar melalui jendela. Bunga mawar bermekaran penuh di luar jendela.

Giselle termenung lebih lama untuk mecoba memahaminya. Dia melihat sekeliling dan akal sehatnya berangsur-angsur pulih.

Dia akhirnya menyadari bahwa adegan itu semua adalah mimpi.

Meskipun itu hanya sebuah mimpi, masalahnya adalah dia memang menyukai Jeno dan telah mengumpulkan keberanian untuk menyatakan perasaannya.

Dan Jeno memang menolak pengakuannya, persis seperti dalam mimpinya.

Semua itu terjadi pada siang hari tadi.

- Flashback -

Ketika Giselle melangkahkan kakinya menuju kelas dia melihat pemandangan yang kurang enak, yaitu Jeno dan Shin Yuna yang duduk bersampingan dan mengobrol.

Dia sedang menjelaskan materi kepada Yuna dengan kesabaran dan kelembutan dalam nada bicaranya yang belum pernah Giselle lihat sebelumnya.

Giselle menatap mereka dengan tenang untuk waktu yang lama sampai Yuna mengeluarkan sekotak makanan dari sebuah kantong dan berkata dengan malu-malu, "Aku ingin memberikan ini."

Dia membuat dessert dalam berbagai ukuran dan bentuk. Yuna menambahkan dengan suara pelan, "Aku membuatnya sendiri. Jika kamu tidak keberatan, silakan coba."

Jeno ragu sejenak namun tetap mengulurkan tangan untuk mengambil makanan tersebut.

Giselle telah memberikan banyak hadiah mahal pada Jeno sebelumnya, tetapi dia tidak pernah menerimanya. Namun, Yuna hanya memberikan dessert yang terlihat biasa itu malah justru diterima.

Tentu Giselle tidak terima.

Dia tidak dapat mengendalikan emosinya dan meraih botol untuk dilemparkan ke kotak makan itu.

Dia tidak berniat menghancurkan kotak makan Yuna tetapi hanya ingin menghentikan Jeno mengambil kotaknya.

Yuna yang baru menyadari atensinya di dekat pintu, segera berdiri dengan panik dan ingin pergi, tetapi botol yang telah dilayangkan Giselle itu justru malah mengenai wajahnya.

Dia menutup mukanya dan meringis pelan.

Jeno langsung berdiri dan berkata dengan membentak, "Choi Giselle, apakah kamu gila?!"

Selama ini tidak ada seorang pun yang berani berbicara kepada Giselle dengan nada seperti itu. Akan tetapi dia tidak peduli dengan bentakan itu. Sebaliknya, dia menatap dan mencoba mengendalikan emosinya, "Jeno, aku tidak suka kalau kamu begitu dekat dengan Yuna."

"Bebas bagiku untuk dekat dengan siapa pun yang aku mau."

Wajah tampan Jeno dipenuhi amarah. "Giselle, bukankah kamu sudah membuat cukup banyak masalah selama sebulan terakhir? Tidak bisakah kita akhiri lelucon ini di sini?"

Mendengar kata 'lelucon', Giselle tercengang.

Selama sebulan terakhir dia berusaha sebaik mungkin untuk mendapatkan hatinya. Tapi di matanya, itu semua hanya lelucon?

Giselle sakit hati dan kesal, matanya memerah. "Lee Jeno, apakah kamu tidak mengerti? Aku menyukaimu."

"Tapi aku tidak menyukaimu."

NIGHTMARETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang