Bab 13

989 167 30
                                    

------------------------------------------------------------------------------

Pansa terlihat histeris, ia berteriak histeris karena merasa dadanya sangat sesak. Ia ingin memukul dadanya namun tangannya susah untuk digerakkan membuatnya makin merasa frustasi. Racha memeluknya berusaha menenangkan.

Love mematung saat melihat kondisi Pansa, ia melangkah mundur. Tu yang berada tepat di belakangnya menahannya.

"Liat, jangan lari." Ucap Tu setengah berbisik sembari memegang kedua bahu Love. Love menoleh ke arah Tu, ia berusaha melepas namun Tu memegang erat.

"Lo harus liat yang udah dilaluin Pansa sama Racha. Lo harus bisa mutusin, karena kalo lo gak ngelakuin itu lo bakal bikin dua-duanya sakit." Bisik Tu lagi.

"Please, gue gak kuat lagi." Ucap Love dengan wajah memohon. Tu menghela nafas, ia  menyeret Love keluar dari kamar itu. 

Tu membawa Love ke taman rumah sakit. Love masih terlihat syok dengan yang baru ia lihat, ia terduduk lemas di sebelah Tu. Setengah jam tidak ada diantara keduanya yang memulai obrolan, sampai Racha menghampiri mereka. Racha melihat wajah Love yang masih sangat terlihat takut. Tu bergeser agar Racha dapat duduk di sebelah Love.

"Itu alasan aku gak pernah cerita tentang adek aku, karena kamu takut sama orang kayak Pansa. Pansa mulai kayak gitu sejak Bunda gak ada. Dia sempet di rawat di rumah sakit tempat Tu kerja, makanya aku bisa kenal Tu. Tiga tahun dia berusaha buat sembuh, kamu mau tau gak apa motivasi dia buat sembuh?" Racha melihat Love, ia mengangguk.

"Kamu, dia mau nyari kamu. Dari banyaknya hal yang ada di sekitar dia, tapi dia milih kamu buat jadi alasan dia sembuh. Padahal ada aku, kakaknya. Sedih banget, tapi aku juga seneng karena dia bener-bener berusaha buat sembuh."

"Tapi pas sama aku dia bener-bener keliatan ceria, dia yang aku liat tadi gak kayak yang biasa aku liat, cha." Balas Love dengan suara pelan.

"Sakit dengernya, tapi gue bersyukur ada hal yang bisa bikin dia ceria. Padahal gue yang selalu ada di deket dia beberapa tahun kebelakang tapi ternyata lo yang bisa bikin dia ceria. Gue udah lama gak liat wajah cerianya si Pansa." Timpal Tu.

"Gue juga kangen banget sama Pansa yang selalu ngocehin tentang film yang selalu ditonton, tiap gue mau balik ke rumah dia selalu nonton beberapa film buat diceritain ke gue karna tau gue gak suka ngabisin waktu buat nonton." Ucap Racha sembari melihat langit yang saat itu mendung.

Love terdiam, ia teringat Pansa yang selalu mengoceh tentang drama yang ia tonton ternyata itu memang sifat dia. 

Racha menghela nafas, "Kayaknya kita putus aja deh, Love."

Love dan Tu langsung menoleh ke arah Racha bersamaan yang membuat tatapan mereka bertabrakan.

"Sebelumnya aku bilang aku sayang banget sama kamu tapi ternyata aku lebih sayang sama Pansa, hati aku lebih sakit ngeliat Pansa kayak tadi dibanding ngeliat kamu nyium dia. Aku lebih milih kehilangan alasan aku bahagia daripada harus kehilangan alasan aku hidup sampe hari ini. Lagian aku suka kamu juga karna kamu bisa bikin Pansa senyum pas itu. Harusnya aku juga bisa ngelepasin kamu demi bisa liat Pansa senyum lagi. Kamu suka sama dia kan?" Racha menyeka air matanya, ia melihat Love yang juga sedang menatapnya.

"Setelah denger semua cerita gimana kalian ketemu, lucu. Kalian udah lama ketemu tapi gak bener-bener kenal, bahkan sampek buket yang masih kamu simpen sampek kering di lemari ruang tengah rumah kamu itu ternyata dari Pansa yang dirangkai sama Bunda. Bisa-bisanya aku gak sadar, padahal waktu buket itu dirangkai aku nemenin tapi wajar sih gak sadar kan buketnya udah kering. Pansa yang minta buketnya pakek mawar warna orange, karena katanya kamu udah kayak matahari buat dia." Racha tertawa pelan, ia mengingat kenangan bersama Pansa dan Bundanya.

FATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang