14• || Trauma

27 4 1
                                    

Happy Reading Gayss

"Memaafkan bukan berarti melupakan. Torehan luka itu akan membekas selamanya meski aku sudah memberi mu maaf."

_Debby Rasella Molla

Tepat satu Minggu lamanya Saras dirawat di ARLIN HOSPITAL. Pagi ini menjadi kabar yang baik bagi Eby, karna Saras sudah diperbolehkan pulang. Keadaan sang Oma juga sudah jauh lebih baik, luka benturan di kepala Saras pun sudah mengering.

Tapi sebaliknya keadaan Eby yang sedikit buruk, berat badan gadis itu turun drastis. Tubuh ramping itu kehilangan banyak berat badannya, wajah pucat serta mata panda yang sangat mendominasi di wajah gadis itu.

Satu Minggu kemarin, Eby setia merawat sang Oma di rumah sakit. Selama itu pula, gadis itu seperti tidak pernah tertidur. Sesekali Vera datang menjenguk sang Oma, tapi tidak setiap hari karna tempat ini memang lumayan jauh dari pusat kota.

Selain bau obat-obatan yang mengganggunya, memori kelam tentang rumah sakit selalu menghantui gadis itu.

Ketika Eby memejamkan matanya untuk tertidur, seketika kejadian itu berputar bak kaset rusak dikepalainya.

#Flashback beberapa tahun yang lalu......

"Awas saja mau mengadu kepada si tua bangka itu," ancam Arin mencengkeram dagu anak berusia 7 tahun itu.

"Ti-dak ma-ma," jawab Eby kecil dengan terbata dengan suara lemahnya.

"Sudah kubilang, jangan panggil aku mama! Aku bukan ibumu," ucap Arin mengencangkan cengkramannya.

"Dasar lemah! Hanya satu hari aku mengurung mu di lemari dan kau sudah masuk kerumah sakit," maki Arin dengan sarkas.

Eby kecil hanya mampu menangis tanpa suara. Air mata gadis kecil itu mengalir tanpa bisa ia cegah. Siksaan selalu ia dapatkan dari ibunya. Bahkan gadis kecil itu dilarang memanggil wanita berhati iblis itu dengan sebutan 'mama'.

"Aku tak ingin tahu, kau harus memaksa tua bangka itu memulangkan mu besok! Waktu ku terlalu berharga untuk manusia tak berguna seperti mu. Harusnya dulu aku membuang mu juga gadis sialan," umpat Arin pada gadis kecil itu lantas menarik kasar jarum infus yang terpasang di jari kecil nan kurus itu.

Arin meninggalkan gadis kecil itu dengan darah yang mengalir dipunggung tangan Eby kecil. Menyiksa Eby adalah kepuasan bagi Arin Aramyta. Eby kecil hanya bisa menangis terisak menutup tangan kecilnya dengan selimut agar tak berceceran setelah mendengar pintu tertutup kasar.

Ini yang Eby tak suka dibawa kerumah sakit, karna siksaan yang ia dapat akan bertambah menjadi dua kali lipat. Gadis kecil itu setiap harinya berusaha agar tak membenci wanita berhati iblis itu, karna bagaimana pun wanita itu tetap ibunya meskipun ia tak pernah diakui.

"Astaga apa yang terjadi?" Tanya perawat itu kaget melihat keadaan gadis kecil itu. Dengan telaten membersihkan tangan Eby lalu membenarkan infusnya.

"Sudah selesai," ucap perawat itu setelah menyelesaikan semuanya.

"Terima kasih," ucap Eby kecil dengan senyum tipis dibibirnya. Wajah gadis kecil itu terlihat pucat.

"Sama-sama gadis cantik, ini sudah menjadi tugasku. Tapi bagaimana bisa infus mu terlepas?" Jawab perawat itu lantas bertanya lagi.

Gadis kecil itu terdiam sejenak memikirkan jawaban apa yang harus ia katakan. "Aku terlalu banyak bergerak dan jarum infusnya terlepas," bohong Eby kecil dengan terbata.

Debby Rasella MollaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang