6• || Terluka Dengan Cara Yang Berbeda

53 10 2
                                    

Happy Reading Gayss

"Bersyukurlah ketika kau masih punya rumah untuk pulang, meskipun bukan rumah dalam bentuk ruang yang kau butuhkan sekarang. Tapi percayalah, masih banyak manusia di luar sana yang hidup luntang lantung tapi tak punya kedua rumah itu."

_Elss

Waktu berjalan begitu cepat. Sepulang sekolah Eby tengah asik berbaring di kasurnya. Hari ini cukup melelahkan karna seharian penuh berkutat dengan pelajaran di sekolah.

Eby melempar handphonenya ke kasur lalu bangkit menuju lemari bajunya. Setelah ia mengganti baju seragamnya dengan celana jins dan kaos oversais ditambah jaket jins hitam yang membungkus tubuh rampingnya. Eby mengambil handphone serta kunci motornya dan tak lupa mengambil tas selempang kecil untuk menyimpan handphone dan dompetnya.

Eby berjalan menuruni tangga dengan santai. Ia mengedarkan pandangannya menuju lantai satu.

"Ini rumah atau kuburan sih," monolog Eby jengah melihat seisi rumah yang terlihat tidak ada tanda-tanda kehidupan.

Tak ingin pusing memikirkan rumahnya yang terlihat seperti kuburan Eby mempercepat langkahnya menuju garasi dan mengeluarkan motor sport miliknya.

Eby melajukan motornya dengan kecepatan sedang membelah jalan kota yang sedang senggang.

Setelah menempuh dua jam perjalanan, Eby memarkirkan motor sportnya di depan rumah dengan desain vintage. Rumah ini memang berada di pinggiran kota, sehingga tidak padat penduduk dan udaranya sejuk belum tercampur dengan polusi yang disebabkan oleh kendaraan. Ia melangkah menuju pintu utama dan langsung membuka pintu tanpa mengetuknya.

"Assalamualaikum oma," ucap Eby setibanya di ruang tamu.

"Waalaikumsalam" jawab wanita paruh baya sambil berjalan menuju cucunya.

Setelah puas memeluk tubuh ramping cucunya, Saras Tifana Molla yang tak lain adalah Ibu Mahendra Alfariziq Molla-Papa Debby berjalan bersama cucunya menuju taman belakang rumahnya.

Setibanya di taman mereka dapat mencium berbagai macam aroma bunga yang ada di taman itu. Ada satu petak lahan bunga yang terlihat mendominasi, yaitu bunga daisy putih yang sengaja Saras tanam sehingga dapat mengobati rindunya pada seseorang.

Keduanya duduk di gazebo yang terletak di samping kolam ikan koi milik Saras. Tak lama Eby merebahkan tubuhnya dengan paha sang oma dijadikan bantal. Tangan keriput Saras mengusap lembut surai hitam legam milik cucunya.

Eby hanya memejamkan mata menikmati usapan dari sang oma, pasalnya ia hanya mendapat kasih sayang dari Saras. Dia akan berperilaku layaknya anak kecil ketika bersama saras, sangat berbeda 180° jika bersama orang luar.

Tapi Eby merasa seperti orang asing di rumahnya sendiri. Jangankan kasih sayang dari papa atau mamanya, bertegur sapa saja tidak. Terlebih Arin yang selalu mengucapkan kata sarkas yang selalu membuat Eby sakit hati.

Kakaknya jangan ditanya lagi, mereka tak pernah akur karna Sely selalu menganggap Eby sebagai musuhnya. Eby dibenci tanpa dia tau alasannya.

"Kamu itu kok jarang berkunjung kerumah oma, oma kangen sama cucu oma yang nakal ini" tanya Saras membuka pembicaraan.

"Nakal dikit doang kok oma," jawab Eby sambil tertawa kecil.

"Oma gak ada niatan balik ke mansion? Kalau Eby kangen, kan deket kalau ke mansion, biasa setiap hari jenguk oma. Kalau di sini jauh banget oma, mau nginep juga harus tunggu weekend!" Cerocos Eby panjang lebar.

"Justru karna mansion itu besar, oma gak betah di sana. Oma nunggu kamu berkeluarga, terus kamu nanti punya banyak anak. Biar mansion ramai, gak sepi lagi. Untuk sekarang oma mau istirahat dulu di sini, oma itu udah tua. Oma mau hirup udara segar yang jauh dari keramaian. Oma mau hidup damai disini sambil tunggu kamu menikah." Tutur Saras lembut, tangannya masih setia mengusap surai cucunya.

Debby Rasella MollaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang