TRES

61 0 0
                                    

MADRID, 25 MARET 1915

Berakhirnya musim dingin sama dengan berakhirnya liburan bagi Andréas, dan kembali ke kesibukannya semula. Tiga bulan yang menyedihkan menurutnya. Ia sama sekali tidak bisa mengencerkan otaknya dan menuangkannya menjadi not - not lagu. Musim dingin sepertinya telah sukses membekukan otaknya, atau bisa jadi musim dingin telah membekukan kehidupan Madrid sehingga tidak ada satu hal pun yang dapat menyedot inspirasi keluar dari otaknya. Apalagi, selama Perang Dunia I ini, Madrid mengalami kebangkrutan besar yang menyeret warganya pada kesengsaraan. Semuanya berjalan sama seperti hari kemarin. Bahkan hari kemarinnya juga sama saja. Dan kemarinnya. Dan kemarinnya.

Sekarang ia hanya membeku saja dan memandang kosong ke arah pekarangan di rumah kerabatnya di Distrik Latino di sebelah barat Madrid. Kalau bukan karena teman baiknya itu bersumpah tidak akan memintanya bermain gitar, namun hanya merayakan ulang tahun putri tunggalnya, Andréas akan menolak untuk datang. Meski mereka berteman akrab, sebetulnya ayah dari gadis ulang tahun ini adalah teman baik ayahnya, yang akhirnya juga menjadi teman baiknya. Anak gadisnya ini merayakan hari jadinya yang ke lima belas. Andréas sudah tahu, bahwa ayah anak ini berusaha mendekatkannya pada putrinya. Pastilah karena alasan itu juga Andréas harus berada di sini.

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan putrinya itu. Ia cantik, pintar, dan tata kramanya bagus. Hanya, Andréas memang sedang tidak ada mood untuk mengencani wanita - wanita cantik. Apalagi, rasanya ia tidak pernah bermimpi akan menikahi seorang gadis remaja yang umurnya sebelas tahun lebih muda.

Malang bagi Andréas, ternyata janji agar ia tidak bermain gitar terlanggar, dan ini membuat pikiran Andréas semakin kacau. Siksaan terberat bagi seorang pemusik sepertinya adalah ketika ia tidak bisa menghasilkan musik apapun. Terpaksa, lagu - lagu lamanya ia mainkan semua. Parahnya, orang - orang ini selalu meminta lebih, dan Andréas tidak kuasa mempermalukan tuan rumah (dan dirinya sendiri) dengan menolak permintaan mereka.

Improvisasi, itu jalan keluar yang terbaik.

Pohon ceri di halaman rumah ini mulai mengeluarkan bunganya yang putih putih dan kecil. Halaman rumah ini luas dan tertata rapi sekali, meskipun rumahnya sendiri tidak begitu mewah. Yah, setidaknya kalau dibandingkan rumah Keluarga Sèrégovia yang sudah ada sejak pertengahan abad ke 18. Istri dari temannya ini, juga menyukai kegiatan berkebun, sama seperti Selena dan Lucia Sèrégovia, ibu Andréas yang meninggal 10 tahun yang lalu dalam sebuah kecelakaan maut yang juga menewaskan ayahnya. Oleh karena itulah, semasa kedua orang tuanya masih ada, bila mereka berkunjung ke rumah ini, Selena dan Lucia berada di kebun berada dengan nyonya rumahnya, sementara Andréas dan ayahnya berada di dalam membahas musik ataupun politik. Pohon ceri bukan satu - satunya tanaman di sini. Masih ada pohon jeruk tangerin, dan juga bermacam - macam bunga - bungaan yang beberapa Andréas tahu namanya seperti dafodil, lili, petunia, dan wisteria. Juga tanaman herbal yang ditanam agak terpisah dari tanaman lainnya.

Udara musim semi sedikit lembab setelah hujan pada malam harinya sampai menjelang fajar. Matahari bersinar tidak begitu terik dan angin yang bersemilir tenang membuat Andréas mengantuk. Tidak ada salahnya kalau memejamkan matanya semenit atau dua menit saja, pikirnya sambil menyender ke pohon, dan mulai memejamkan mata. Semalam, ia kurang tidur lagi, karena berusaha keras untuk menggubah lagu, mengejar ketinggalannya selama tiga bulan. Impiannya memang bisa menjadi komposer terkenal seperti Mozart serta Beethoven yang menjadi idolanya dan bisa menciptakan opera, mengikuti jejak ayahnya. Tapi dengan ketertinggalan seperti ini, bagaimana ia bisa seperti Mozart? Gitar yang dulu adalah kekasihnya, kini malah menurun statusnya menjadi rekan kerja. 'Hubungan mesra' mereka agak berkurang akhir - akhir ini. Setiap kali ia memainkan gitarnya, serasa ada yang hilang, sehingga lagunya terasa kosong dan maknanya sama sekali tidak ada.

Samar - samar, ketika ia membuka matanya sedikit, ia melihat seseorang di depannya. Andréas tidak ambil peduli. Ia kembali memejamkan matanya. Tapi Lama - lama, ia merasa terganggu juga dengan orang yang samar - samar dilihatnya itu. Hanya sekedar ingin tahu saja, siapa orang itu. Mudah - mudahan saja bukan salah seorang wartawan dari 'El Correo Èspanol' yang tanpa meminta izinnya, mengambil fotonya yang tidak dalam posisi yang pantas ini. Dan akhirnya, rasa penasarannya sukses mengalahkan kantuknya.

Adios, Amelia! (status: unifinished)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang