•01•

8.2K 366 6
                                    

"AGAS!!"

Teriakan itu berasal dari tepi halaman sebuah panti asuhan yang terletak di Ibu Kota. Panti Asuhan itu terletak di dekat taman yang lumayan ramai di kunjungi orang-orang. Anak-anak yang berada di Panti Asuhan itu pun sering bermain di Taman tersebut.

Seperti saat ini, teriakan dari halaman panti itu berasal dari sang pemilik panti. Ibu Winda namanya, anak-anak memanggilnya dengan sebutan Ibu. Ibu Winda adalah seorang janda yang ditinggal mati suaminya tanpa anak. Karena kesepian akhirnya beliau membuat sebuah Panti Asuhan untuk anak-anak yang membutuhkan tempat bernaung dari kejamnya dunia penuh tipu muslihat ini.

"Agas, Ibu panggil kamu dari tadi. Kenapa malah asik bermain di tepi kolam ikan ini. Nanti kamu bisa terjatuh, Nak." kata Ibu Winda sambil menghampiri seorang anak kecil berusia 5 tahun. Di halaman panti itu memang ada sebuah kolam ikan yang tidak terlalu besar, tapi tetap saja bahaya untuk anak dibawah 7 tahun itu.

"Agas lagi liat ikan, Ibu." jawab Agas, ah lebih tepatnya Ragas Ardiano Roberto. Seorang anak kecil berjenis kelamin laki-laki berusia 5 tahun. Sedari bayi Ragas sudah tinggal di Panti. Ibu Winda menemukan Ragas ada di depan gerbang Panti Asuhan miliknya. Karena merasa iba melihat bayi yang sepertinya baru lahir beberapa hari itu, akhirnya Bu Winda merawatnya.

Dan kini Ragas atau kerap dipanggil Agas itu tumbuh menjadi anak kecil yang lucu, ceria, dan sangat aktif. Sejauh ini perkembangan Ragas sangat baik, itulah yang Bu Winda perhatikan.

"Kamu lihatnya dari tepi kolamnya aja, jangan terlalu deket sama airnya nanti jatuh gimana?" tanya Bu Winda sambil menggandeng lengan mungil Ragas menuju ke dalam Panti karena sudah waktunya makan siang. Hanya Ragas saja yang belum duduk di kursinya, karena anak itu sangat hobi sekali berjalan-jalan dengan kaki kecil nan mungilnya itu.

"Kalau jatuh, nanti bisa Agas belenang sama ikan-ikan itu." Ragas baru menginjak usia 5 tahun 1 minggu yang lalu.

"Kamu ini," Bu Winda hanya bisa menggelengkan kepalanya mendengar jawaban Ragas.

Ragas kini sudah duduk manis di kursinya. Setelah Bu Winda memberikan bagian makan siangnya, mereka semua langsung segera makan.

Panti Asuhan milik Bu Winda ini rata-rata anak-anaknya sudah berumur 7 tahun keatas. Yang berusia dibawah 7 tahun hanya beberapa saja. Dan yang paling muda di antara anak-anaknya yang lain adalah Ragas.

Selesai makan siang, mereka semua kembali pergi bermain di teras depan. Ada juga yang tidur ataupun belajar. Namun tidak untuk tokoh utama kita ini. Ragas kini tengah asik bermain di kolam ikan seperti biasanya.

Anak itu tidak sendiri, ada temannya yang berusia 8 tahun menemani Ragas. Takut nanti jika adiknya yang paling muda ini tercebur ke dalam kolam ikan.

"Kak Aldi, kenapa ikan bisa hidup di ail? Kenapa gak hidup di dalat aja sama kayak Agas? Kan nanti kalo meleka hidup di dalat bisa main sama Agas." Ragas menatap Aldi yang menemaninya kali ini dengan penuh penasaran.

"Karena itu udah takdir ikannya dek. Ikan itu bernafasnya lewat insang, jadi mereka hidupnya di air. Berbeda sama manusia, kita bernafasnya melalui paru-paru jadi kita tinggalnya di darat." jawab Aldi. Setidaknya itulah yang dia tahu agar adiknya ini bisa memahaminya.

Ragas hanya mengangguk walaupun masij tak mengerti. Kini tangannya sibuk bermain di air kolam itu. Kemudian karena merasa bosan, Ragas mengajak Aldi untuk bermain yang lain saja.

Aldi hanya menuruti ajakan Ragas dan menyarankan untuk bermain di teras saja bersama anak-anak yang lain.

Namun, sebuah teriakan berhasil mengalihkan perhatian Ragas. Anak itu akhirnya mendekati sumber teriakam itu bersama Aldi yang mengekor di belakang.

"Dodo, kenapa teliak?" tanya Ragas sambil berjongkok di dekat Dodo yang kini tengah memperhatikan sesuatu di tanah basah. Karena tadi pagi hujan, alhasil halaman panti pun sedikit becek.

"Ada cacing." jawab Dodo sambil terus memperhatikan makhluk yang terus menggeliat keluar dari tanah tersebut.

Ragas pun ikut memperhatikan tanah itu. Dan benar saja, di sana ada 3 ekor cacing berukuran sedang yang tengah menggeliatkan badannya keluar dari tanah.

Karena penasaran, akhirnya Ragas menarik 1 ekor cacing dengan paksa dari tanah yang membuat Dodo memekik.

"Ih Agas buang! geli tau cacingnya." kata Dodo, anak berusia 7 tahun itu bergidig geli melihat Ragas yang malah sibuk memainkan cacing yang tengah menggeliat di lengan kecilnya.

Aldi yang sedari tadi memperhatikan pun terkejut dan langsung menyingkirkan cacing itu dari lengan adiknya.

"Ih kok di buang!?" Ragas menatap Aldi

"Jorok, udah ah ayo jangan main tanah. Nanti malah kotor bajunya. Mending main di teras aja." Tanpa mempedulikan rengekan kedua anak itu. Aldi dengan santai menggandengan lengan Ragas dan Dodo ke teras.

Ragas menengok ke belakang dan menatap nanar cacing yang tengah berusaha masuk kembali ke dalam tanah itu.

Dan akhirnya mereka bertiga pun bergabung dengan anak-anak lainnya di teras. Tentu ditemani oleh Ibu Winda dan pekerja yang memang bekerja di Panti Asuhan itu.

Bu Winda memang memperkerjalan 2 orang di Panti. Yang satu bernama Pak Ujang, dia bertugas untuk membersihkan halaman Panti dan juga ikut membantu bekerja hal lainnya. Kemudian yang satu lagi bernama Uum, dia adalah istri Pak Ujang. Dia ikut membantu Bu Winda untuk membersihkan bagian dalam rumah dan juga memasak.

Eh, jangan salah. Meskipun Bu Winda seorang janda, tapi beliau ini orang berada loh. Jadi, dia pun akhirnya memperkejakan Pak Ujang dan Bi Uum di Panti itu.



TBC

tes ombak dulu haha ( ー̀֊ー́ )✧
halo? masih ada yang suka mantengin akun ini kan?

setelah hampir setengah tahun ya? akun ini belum up lagi cerita baru.
kalian apa kabar? buat pembaca baru juga salam kenal (⁀ᗢ⁀)
maaf karena membuat kalian lama menunggu.

dan selamat datang di karya baru saya ( ー̀֊ー́ )✧
semoga betah dan suka sama cerita ini, vote dan komennya jangan lupa.
sayang kalian 💙

-jiaa

Ayah dan AgasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang