Bab. 2 Terlahir kembali

106 24 1
                                    

Sebuah tamparan mendarat di pipi Ru Yuan, kepalanya berdenyut, berkunang-kunang dan telinganya berdenging hebat, dia setengah berlutut, seluruh tubuhnya dipenuhi lebam akibat pukulan galah.

"Sudah kak, hentikan, dia akan mati jika kau terus memukulnya," kata seorang pria.

Suara itu tidak asing bagi Ru Yuan, seperti kutukan yang berdengung di telinganya, gadis itu menunduk menatap tanah tempatnya berlutut. Pria itu menghentikan ibunya yang telah memukuli gadis itu dengan membabibuta.
Namun, gadis itu hanya tersenyum, ingatan tentang kematian masih sangat jelas.

Dia sudah mati, mana mungkin mati lagi.

"Jika kau tidak mau menikah, kau akan melihat mayatku," ancam ibunya.

Lakukan saja, toh semua ini hanya kehidupan masa lalu, pikir Ru Yuan.

Dia mendengar suara ibu dan pamannya tengah berdebat, wanita paruh baya itu mengambil pisau dari dapur mengacungkan pada Ru Yuan.

Dia ingat ketika usia 20 tahun sebelum menikah dengan Zhou Liyi, inilah awal berdebatan hebat antara dia dan ibunya.

Dewa pasti sedang menghukum, membuatnya mengingat kenangan lama, merasakan rasa sakit pada jiwa dan raga.

Wanita itu kembali memukul Ru Yuan karena tidak menjawab sepatah kata pun, sudut mulut Ru Yuan mengeluarkan darah, dia merasakan sakit disekujur tubuhnya.

"Katakan, kalau kau akan menikah dan masuk dalam kelurga Zhou, kalau tidak pisau ini akan menyayat leherku?" Ibunya melotot, seolah pisau akan langsung menyayat lehernya.

Jika di kehidupan dulu Ru Yuan akan langsung patuh dan menurut, tapi sekarang dia hanya tidak mengerti, apa maksud dari peristiwa yang terjadi.

Sebuah kutukan? Hukuman? Atau langit sedang menunjukkan betapa jahatnya dia.

Kematian yang dirasakannya nyata, ini pasti hanya ilusi dari masa lalu, gadis itu menatap tangannya yang kasar dan merah, sebelum mati tangannya putih dan pucat.

Ataukah tubuh setelah kematian kembali seperti usia dua puluhan, tapi rasa sakit dalam tubuh ini apakah juga hukuman?

"Bunuh saja aku, toh aku sudah mati, untuk ke dua atau ke tiga kalinya tidak ada yang berbeda," ucap Ru Yuan.

Ucapannya memprovokasi ibunya yang mulai tenang,

"Kau anak durhaka, ayah dan semua keluarga tidak akan pernah tenang, sebelum membalas kematian mereka dan kau," Ibu Ru Yuan memekik wajahnya membiru, jeda sesaat.

"Kau anak pembawa sial."

Umpatan yang sekian kali membuat telinga Ru Yuan mengapal, sudah terbiasa dengan kata kasar yang dilontarkan ibunya.

Dia melengkungkan bibir, sudut mulutnya perih karena luka pukulan.

"Yang mati tidak akan hidup kembali."

Baik Liyi maupun aku, luka kehilangan itu perih kembali menggerogoti jiwa dan pikiran.

Ru Yuan putus asa, setelah mati pun harus merasakan rasa sakit ini, tanpa terasa air matanya mengalir ke pipi, dagu menetes ke tanah, dia menunduk melihat lututnya di atas tanah, perih dan sakit.

Peristiwa yang sama saat dia masih muda dulu, aroma sangit dari masakan yang gosong menusuk hidung.

Dari dapur kepulan asap mulai menyebar, pada saat itu pun roti kukusnya hangus,
Bahkan aromanya sangat nyata, dia kembali mengangkat bulu matanya, melihat setiap sudut ruangan itu.

Rumah yang sangat sederhana yang dia tinggali dulu, tempatnya mengais rejeki dengan membuat roti kukus, sampai dia menikah dengan jendral Zhou Liyi.

"Ibu tidak mau tahu, kalau kau tidak mau menggantikan nona Li, kau akan melihat mayatku besok."

Mengulang Waktu Ru YuanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang