[3]

6 1 0
                                    

°❀⋆.ೃ࿔*:・


Hari ini, Andrew pergi ke sekolah pagi-pagi seperti biasa. Tetapi ia tidak sengaja mendengar murid-murid perempuan berbicara di depan kelasnya."Katanya, David anak kelas 12 itu meninggal karena kecelakaan ya.. Kasihan sekali."


Andrew langsung tersentak kaget, apa dia salah dengar? David.. Meninggal? Ah, tidak mungkin. Mungkin itu David yang lain... Andrew bergumam pada dirinya sendiri, tetapi salah satu murid perempuan itu menghampiri Andrew lalu berbicara. "Andrew, kamu temannya David, kan? Katanya, dia meninggal karena ditabrak mobil malam kemarin, benar-benar menyedihkan.." Kata perempuan itu dengan nada sedih.


Tidak, tidak mungkin David meninggal. David, meninggal pada malam kemarin..? Tanggal 16 Mei. David, you're seriously gonna leave me like this?  Batin Andrew, sampai dia melupakan perempuan yang berada di depannya, menanyakan mengapa Andrew tidak membalas.





Setelah beberapa bulan berlalu sejak kepergian David, Andrew menjalani hari-harinya dengan rutinitas yang monoton. Meskipun dia mencoba untuk melanjutkan hidup, ada sesuatu yang selalu terasa kurang, seperti bagian dari dirinya yang hilang. Setiap kali dia melewati tempat-tempat yang pernah dia kunjungi bersama David, hatinya terasa seperti tertusuk.


Pada suatu sore, Andrew berjalan sendirian di taman yang sering mereka kunjungi. Daun-daun musim gugur berjatuhan di sekelilingnya, dan suasana sejuk membuatnya teringat pada momen-momen kecil bersama David—momen-momen yang kini terasa seperti kenangan yang penuh kepedihan. Dia duduk di bangku yang sering mereka duduki, menatap ke arah danau yang tenang.


Andrew mengeluarkan sebuah buku kecil dari sakunya—buku yang dulunya milik David. Selama perseteruan mereka, David pernah meninggalkan buku itu di bangku taman. Andrew menemukannya dan membawanya pulang, tetapi tidak pernah membacanya sampai sekarang. Dia membuka halaman-halaman buku tersebut dan menemukan catatan-catatan kecil yang penuh dengan perasaan dan pemikiran David. Salah satu catatan menulis, "Andrew, gue pengen lo tahu betapa berarti lo buat gue, meskipun gue tahu kita nggak bakal pernah bareng. Gue cuma berharap lo bisa bahagia."


Air mata mengalir di pipi Andrew saat dia membaca catatan tersebut. Dia merasa seperti baru saja mendapatkan wawasan tentang betapa dalamnya perasaan David—perasaan yang tidak pernah dia sadari sepenuhnya. Rasa penyesalan yang mendalam merayapi dirinya, dan dia menyadari betapa banyak waktu yang telah dia sia-siakan untuk memahami perasaan David.


Hari-hari berlalu, dan Andrew berusaha untuk memulihkan dirinya dari kesedihan yang mendalam. Namun, meskipun dia mencoba untuk menjalani hidupnya dengan cara yang normal, dia terus merindukan kehadiran David. Setiap kali dia melihat sesuatu yang mengingatkannya pada David—seperti tempat favorit mereka, atau bahkan aroma kopi pagi—hatinya terasa hancur.


Andrew sering kali mengunjungi tempat-tempat yang memiliki kenangan bersama David, berharap bahwa dia akan menemukan kedamaian atau mungkin, jika dia cukup beruntung, menemukan David kembali. Namun, setiap kali dia pulang dengan tangan kosong, rasa kehilangan semakin membebani dirinya.





Andrew berdiri di depan taman itu, tempat di mana David terakhir kali terlihat sebelum ia meninggal ditabrak. Andrew memandang bangku yang dulu mereka pernah duduki bersama-sama. Bangku itu sudah kotor dan tua, Andrew setelah melihat bangku itu, dia merasa seolah waktu berhenti. Andrew merasakan kesepian yang mendalam, merasa seolah dia berada di tempat yang sama di mana dia harus mengucapkan selamat tinggal kepada seseorang yang sangat berharga baginya.



°❀⋆.ೃ࿔*:・

Give Me A Second ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang