03. Kenal Tapi Berpisah

47 14 10
                                    

Gyana harus kembali ke Karawang. Liburan kuliah telah usai, dan itu berarti ada perpisahan yang cukup pedih dirasakan oleh seluruh penghuni kosan karena kehilangan bidadari mereka.

"Gian kapan liburan lagi?" tanya Dedi tidak tahu malu.

Gyana tertawa. "Baru juga masuk kuliah lagi, A, udah ditanya liburan aja."

Dedi menunduk sedih.

"Aa ada kemungkinan ke Karawang bulan depan, kalau butuh apa-apa bisa telepon ya." Keanu selalu bisa saja mengeluarkan modusnya.

Gyana tersenyum kecil. Kemudian pandangannya teralihkan pada kamar kos Sangga yang sepi.

"Aa Sangga lagi kerja ya?"

Keanu ikut menatap sepinya kamar kos anak Blitar itu. "Iya, belakangan sibuk banget dia. Katanya mah selain kerja di penerbit dia ada cabutan lain."

Gyana sedih sendiri. Padahal dia kira di kesempatan terakhir ini bisa dia puaskan menatap Sangga yang selalu sopan dan tidak pernah merayunya. Di antara semua penghuni kos hanya Sangga yang selalu kikuk, canggung sekali berduaan dengannya. Tapi justru itu yang Gyana suka. Keberadaan Sangga seperti angin segar untuknya di antara semua janji palsu laki-laki gila ini.

"Kalau mau salam nanti disalamin kok, Gian."

"Makasih, A. Aku duluan ya." Gyana menaiki motor diantar Yusuf menuju stasiun. Dia memilih menaiki kereta dibandingkan transportasi lain. Rasanya cukup lama di kereta akan memulihkan perasaanya.

Di ruang tunggu stasiun, Gyana ditinggal sendirian. Yusuf bilang mau beli makanan di mini market sekalian numpang buang air kecil di sana. Kebiasaan aneh Yusuf, lebih pilih pipis di toilet mini market dibanding toilet umum. Gyana sibuk menggulir ponselnya saja, ada banyak cerita lucu dari teman-teman kuliahnya, tidak semudah itu mengobati perasaan ini.

"Gyana."

Jantung Gyana hampir berhenti berdetak. Dia menoleh ke kiri, seorang pria sudah berdiri di depannya. Gyana sontak ikut menyambut pria itu.

"A Sangga, ngapain di sini? Bukannya lagi kerja?"

Sangga juga tidak paham. Kakinya justru membawa dia kemari bukan ke kosan. Dia baru selesai lembur tadi malam, sengaja menginap di rumah teman kantornya yang dekat. Dan pilihannya justru stasiun karena dia tahu, Gyana lebih suka kereta dibanding bus antar kota.

"Saya mau kasih ini."

Gyana menerima totebag kecil itu, dibukanya. Sebuah lampu hias. "Buat aku?"

Sangga mengangguk. "Saya nggak bisa kasih hadiah lebih mahal, maaf ya. Lampu hiasnya bisa dipakai sebagai lampu tidur juga."

Gyana terharu, dia mau menangis sekarang. Tidak menyangka seseorang begitu memerhatikannya. Tahu dia sebenarnya takut gelap dan berulang kali berupaya agar bisa nyenyak dalam kegelapan. Walau tidak semulus itu.

"Makasih, A. Hadiahnya akan aku simpan."

Sangga mengangguk sekali lagi. "Hati-hati di jalan."

Pemberitahuan bergema sekarang, Sangga yakin itu kereta tujuan Gyana. Perempuan itu mengangkat tasnya ke punggung seraya memegang erat totebag kecil tersebut.

"Aa."

Sangga menunggu.

Gyana tersenyum manis. "Bakalan terus di Bandung 'kan?"

Sangga tidak jawab, dia tidak tahu.

"Aku bakalan nunggu di Bandung ya."

Gyana segera pamit, melempar senyum seraya melambaikan tangan. Kemudian punggung perempuan itu menghilang. Sangga berdebar, wajahnya merah padam. Apa maksudnya perempuan itu mau menunggunya?

Kosan Biro Jodoh [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang