04. Janji Jangan Sembarangan

55 16 16
                                    

"Kamu kenal sama Sangga Janardana?"

Gyana yang sibuk mengupas mangga itu sampai terdiam. Tatapan penasaran Nirina makin menjadi melihat tindak-tanduk begini.

"Sejak kapan? Kok aku nggak tahu."

"Kenal gitu aja, Mbak."

"Kenal gitu aja gimana? Orang kemarin kalian jalan mesra banget."

Wajah Gyana memerah. Mana ada. Dia ditinggal jalan oleh Sangga kemarin. Sejak pertanyaan sembrono itu dilontarkan, hubungan keduanya canggung sekali.

"Mana ada mesra." Gyana meletakkan potongan mangga itu di atas piring, kemudian berbalik ke arah dapur untuk cuci tangan.

Nirina memicingkan mata, tidak semudah itu percaya, apalagi cara bicara Gyana, sikapnya terlihat salah tingkah.

"Kenal di mana, Gian?"

"Di Bandung." Gyana mencoba tetap biasa saja, kembali duduk dengan tangan yang sudah bersih dan mencomot satu potong buah mangga. "Dulu Aa Sangga itu ngekos di kosan Mak Endah, Mbak."

Nirina ikut makan si mangga. "Oh. Udah? Begitu aja?"

"Ya mau gimana lagi? Aku balik ke Karawang, kuliah, dia kerja di Surabaya."

"Berarti kalau kamu nggak ke Karawang dan Sangga pindah ke Surabaya, ada sesuatu ya?"

Wajah Gyana memerah. "Sesuatu apa, nggak ada kok."

Nirina tertawa. "Ngaku aja, Gyana. Sangga masih sendiri kok."

Gyana terdiam, padahal dia berniat kabur kalau seandainya Nirina terus menjahilinya seperti tadi. Namun sepenggal kalimat itu membuatnya tertahan.

Nirina mengerti arti tatapan tetangga masa lalunya ini. "Iya, di antara temennya Mas Yuda cuma sisa Sangga yang masih sendiri. Ngakunya belum mau nikah, belum kepikiran ya kan, Mas?"

Yuda yang sibuk di belakang rumah, dekat dengan dapur berseru, "Iya! Anaknya kepala batu disuruh cari pasangan, malah cari pasangan kucing jantannya."

Gyana tertawa.

"Tuh denger sendiri."

"Ya siapa tahu diam-diam punya, Mbak. Cowok zaman sekarang tuh nggak suka umbar-umbar pasangan."

"Mana ada gitu, Gyana." Yuda meletakkan sekopnya di atas tanah, dekat dengan pohon yang baru dia tanam barusan. "Sangga itu orangnya kaku. Kayak kanebo kering. Boro-boro sembunyiin cewek, dia deket sama cewek aja panas dingin."

Gyana tahu, ternyata Sangga tidak berubah.

"Mau dikenalin nggak?"

"Udah kenal kok, Mbak."

"Yang ini beda." Nirina menaikkan alisnya menggoda. "Tak kenal kan tak sayang."

Gyana merengut. "Apa sih, Mbak Na nih!"

Nirina tertawa seraya menatap suaminya.

♧♧♧

Bodoh. Itu satu kata yang terus diingat Sangga sejak pertemuan tidak disangka dengan Gyana dua hari lalu. Jujur saja, siapa yang bisa bersikap baik-baik saja ketika orang yang tidak pernah kita duga justru tiba-tiba ada di depan kita. Tersenyum, bersikap. Sangga kikuk. Dia sungguh ingin menyapa Gyana dengan benar, bicara dan menyelami perempuan itu seperti di saat dulu.

Lari pagi keliling Kota Bandung.

Tapi, Sangga tidak percaya diri. Gyana secantik itu, apa iya dia sungguh masih sendiri? Apa Gyana ingat dengan janji kecil mereka? Bertemu di Bandung. Sangga tahu dia sudah ingkar janji, tapi itu karena dia pikir dunia menyisipkan Gyana hanya sebagai salah satu karakter cerita di dalam hidupnya saja.

Kosan Biro Jodoh [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang