25

444 39 9
                                    

Pagi harinya, rumah Christian dan Chika yang biasanya tenang mendadak ramai dengan kedatangan keluarga besar. Zean, Aran, Ravadel, beserta istri dan anak-anak mereka, turut serta dalam kunjungan kali ini. Olla dan Jessangra juga datang, membawa serta anak kembar mereka. Suasana rumah jadi penuh dengan tawa dan obrolan riuh.

"Oleh-oleh mana nih?"ujar ravadel

Christian tersenyum kecil, "Ada, gue ambil dulu. Sekalian mau panggil Chika juga."

Christian kemudian menuju kamar di mana Chika masih berada. Saat masuk, ia melihat Chika sedang sibuk dengan skincare-nya.

"Chik, ada tamu, ayo keluar bareng," katanya sambil mendekati Chika.

Chika menoleh sebentar, "Siapa?"

"Banyak, rame pokoknya. Yok turun," jawab Christian.

Chika menghela napas pelan, menatap dirinya di cermin untuk memastikan semuanya terlihat oke sebelum akhirnya mengangguk. 

Mereka kemudian keluar kamar bersama, menuju ruang tamu di mana keramaian sudah menunggu. Chika berusaha menyembunyikan perasaannya yang masih campur aduk, sementara Christian menggenggam tangannya erat sebagai tanda dukungan.

Setelah sampai di ruang tamu, suasana langsung terasa ramai dan penuh kehangatan. Anak-anak berlarian, sementara para orang dewasa saling bercanda dan berbicara.

Chika melihat ke arah para wanita yang sudah berkumpul di sudut ruangan. Tanpa ragu, dia langsung menghampiri mereka.

"Eh, Chika! Akhirnya nongol juga," sapa Olla sambil tersenyum lebar.

Chika membalas senyuman itu, "Sorry, tadi sempat ngumpet dulu di kamar, masih jetlag."

Fiony tertawa kecil, "Wajar sih, habis dari Jepang pasti capek. Gimana di sana, seru?"

Chika mengangguk sambil mengambil tempat duduk di antara mereka. "Seru banget. gue gak sempat beli banyak oleh-oleh, nanti kalau ada yang kurang bilang aja ya."

Marsha menyikut Chika pelan, "Yang penting ada cerita seru gak? Si Christian gimana? Makin romantis?"

Chika menghela napas kecil, tersenyum samar. "Ada lah cerita, tapi gak semuanya bisa diceritain sekarang."

Ashel menimpali dengan nada penasaran, "Wah, misterius banget. Nanti aja kita bikin sesi khusus buat dengerin cerita lengkapnya."

Mereka semua tertawa bersama, dan Chika merasa sedikit lega. Meski hatinya masih penuh pertanyaan, keberadaan sahabat-sahabatnya membuatnya merasa lebih nyaman.

Di sisi lain, di bagian ruang tamu yang lain, para bapak-bapak sedang berkumpul sambil menikmati kopi. Suasana obrolan mereka terlihat lebih serius dibandingkan dengan yang terjadi di antara para wanita.

"Jadi kemarin gue baru aja pulang dari kantor, dan ada kejadian nggak enak," kata Christian membuka cerita, matanya menatap serius ke yang lain.

Arandra mengangkat alis, "Kejadian apa, Tian?"

Christian menghela napas dan melanjutkan, "Ada Zahra yang datang ke kantor, gue pikir dia cuma mau ngurusin urusan kantor biasa, tapi ternyata dia malah ngelontarin omongan nggak enak ke Chika, depan Christy lagi."

"Zahra? Maksud lo sepupunya kak muthe?"ravadel ikut nimbrung

Christian mengangguk. "Iya, dia. Chika kaget pas tahu siapa dia sebenarnya. Dan yang bikin gue kesel, Zahra berani-beraninya ngomongin Chika nggak baik depan Christy"

"Wah, gawat juga ya. Lo harus hati-hati,"sahut jessangra

"Lo udah ngomong sama Chika tentang ini? Gue yakin dia pasti ngerasa nggak nyaman kalau tahu Zahra bakal sering muncul di sekitar lo."ujar zean

Christian mengangguk lagi.

"Udah, kemarin pas di Jepang kita udah bahas sedikit. Tapi kayaknya ini baru awal. Gue ngerasa ada yang gak beres sama niat Zahra balik lagi kerja di kantor gue."

Arandra menepuk bahu Christian, "Yang penting lo fokus ke Chika dan Christy sekarang. Jaga komunikasi biar nggak ada salah paham. Dan soal Zahra, kalau dia mulai ganggu lagi, lo tahu harus ngapain."

Christian tersenyum tipis, bersyukur punya saudara-saudara yang selalu mendukungnya. Meski pikirannya masih dipenuhi dengan kecemasan, dia merasa lebih siap untuk menghadapi apapun yang akan terjadi selanjutnya.

Di ruangan lain, kumpulan anak-anak tampak ceria bermain bersama, bercanda dan tertawa riang. Christy, Celli, Michael, Egi, dan Cathy duduk melingkar di lantai, mainan berserakan di sekitar mereka. Mereka semua tampak bersemangat, terutama saat pembicaraan mulai beralih ke topik sekolah.

"kitty, nanti kita sekolahnya baleng-baleng, ya?" ujar Celli dengan wajah penuh antusias.

Christy mengangguk dengan semangat, "Iya, aku mau! Kita sekolah yang deket aja biar bisa main bareng tiap hari."

"Aku juga mau sekolah bareng kalian! Nanti kita bisa main bareng terus di sekolah."sahut Michael

Cathy, yang biasanya agak pendiam, ikut bersuara, "Kalau bareng-bareng pasti seru, ya! Nanti aku nggak perlu takut lagi di sekolah, kan ada kalian semua."

"Dan aku bakal jadi yang paling cepat lari di sekolah! Kalian nggak akan bisa ngejar aku."sahut egi

Semua anak tertawa mendengar klaim Egi. Christy, sambil memegang boneka di tangannya, menatap teman-temannya dan berkata, "Yang penting kita semua harus janji buat selalu jadi teman baik, ya. Nanti kalau ada yang susah, kita bantu-bantu."

Celli mengangguk penuh semangat, "ehmm kita halus sama-sama tlus sampe gede"

Sementara mereka asyik merencanakan masa depan mereka di sekolah, Fritzy yang masih kecil mencoba ikut bermain tapi lebih sering memperhatikan kakak-kakaknya sambil memegang boneka kecilnya.

Di sudut lain, Nalen dan gracie yang paling tua dari semua anak itu, terlihat sedikit lebih dewasa, hanya tersenyum melihat tingkah adik-adik mereka yang bersemangat.

"Adik-adik, jangan lupa nanti sekolah itu harus belajar yang rajin juga, bukan cuma main," Nalen menasihati mereka dengan bijak.

"iya tuh,jangan main aja tau nya"sahut gracie

Christy dan yang lainnya hanya tertawa kecil mendengar nasihat dari kakak mereka yang lebih tua. Mereka semua sangat menantikan waktu sekolah bersama, dan meskipun masih kecil, mereka sudah membayangkan banyak petualangan seru yang akan mereka alami bersama.

Rasa yang tak pergiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang