21. Malam Panas

1.6K 192 62
                                    

a/n: Hehe maaf kemarin libur dua hari updatenya. Siapa yang nggak sabar ngintip malam pertama pasutri baru kita ini? Absen di sini pakai emot yang cocok untuk pengantin baru kita di sini!

Jangan lupa vote sama commentnya yang ramai ya!

*

*

*

Aku dan Argio sudah kembali ke kamar hotel yang malam ini akan jadi kamar pengantin kami. Kami diberikan presidential suite, kamar termahal yang hanya ada dua ruangan saja di hotel ini.

Tadinya Argio protes, katanya ia terkesan seperti aji mumpung menggunakan privilegenya sebagai pemilik hotel untuk kepentingan pribadi. Tapi kemudian Tante Ambar mengomelinya karena akan lebih mengesalkan lagi kalau Argio malah mengeluarkan uangnya untuk menyewa kamar di hotel pesaing mereka.

Sedangkan aku bahkan lebih berharap kalau kami pulang saja ke rumah pribadi Argio karena semua ini membuatku lelah.

"Aku tidur di sofa bed aja nggak apa-apa," kataku begitu kami memasuki kamar dan yakin bahwa Tante–maksudku Mama Ambar tidak akan tiba-tiba masuk dan membuka pintu. Entah mengapa aku berpikir bahwa urusan tidur ini akan menjadi another perdebatan antara aku dan Argio jadi aku berinisiatif mengalah.

Argio melempar jasnya yang sejak tadi memang sudah ia lepaskan ke sofa bed yang kumaksud. "Memang siapa yang nyuruh kamu tidur di situ?" tanya Argio sebelum kemudian melompat ke tempat tidur berukuran king di pusat kamar ini. "Lagian kasur ini terlampau lega untuk ditidurin sendiri."

Aku mengedipkan mata. Apa maksud Argio? Apa dia bermaksud untuk kami tidur bersama?

"Kenapa kaget?" tanyanya lagi setelah menyadari ekspresiku. "Kamu kayaknya waktu itu berani banget nanyain soal ngeseks sama aku, masa tidur berdua satu kasur aja malah nggak berani?"

Astaga harusnya malam itu aku memukul kepala Argio juga sampai ia hilang ingatan. Pembahasan ini akan selalu menjadi senjata Argio untuk meledekku. Menyebalkan!

Aku sudah terlalu kehabisan tenaga untuk mendebat jadi aku memilih meninggalkan Argio menuju ke kamar mandi untuk membersihkan sisa make up dan hairspray yang membuat rambutku kaku. Sepertinya untuk melakukan dua hal itupun aku sudah kehabisan tenaga.

Argio ternyata mengekoriku dan membuatku melotot. "Mau apa?" tanyaku karena ia bahkan tidak tampak merasa yang dilakukannya saat ini salah.

"Ya mau bersih-bersih dong, istri," katanya sengaja meledek. Mengapa setelah resmi menjadi suamiku Argio malah jadi berkali lipat lebih menyebalkannya? Ternyata benar ya, pernikahan bisa menunjukkan sifat asli seseorang.

"Terserah!" Aku hanya pasrah saja saat Argio benar-benar ikut masuk ke dalam kamar mandi bersamaku. Toh aku juga tidak akan buka baju di sini, hanya ingin menghapus sisa riasan dan jepit-jepit di rambutku agar setidaknya aku bisa tidur sedikit lebih nyenyak. Aku akan mandi besok pagi karena kalau sekarang aku benar-benar hanya ingin tidur.

Kamar mandi ini sangat luas. Mungkin dua atau tiga kali lipat lebih luas dari kamar mandi di suite room biasa. Ada sebuah bathtub berbentuk lingkaran yang cukup untuk dua orang menghadap langsung ke jendela kaca besar yang menampilkan pemandangan malam kota Jakarta dan segala gemerlapnya. Cantik sekali. Pasti menyenangkan berendam di sana dengan air hangat dan wewangian sambil mendengarkan musik. Aku akan melakukannya besok.

Tiba-tiba saja pandanganku yang sedang melihat ke arah bathtub itu kini terhalang oleh tubuh Argio yang menjulang di hadapanku dan sudah bertelanjang dada. Tunggu, apa?

Pengantin CadanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang