34. Teman Tak Diundang

939 180 34
                                    

a/n: helloooo! Argio-Laras is back! Siapa yang udah kepo sama si cewek misterius di part terakhir kemarin?

Ayo commentnya jangan lupa! Selamat membaca~

***

Argio tampak terkejut dengan kehadiran wanita itu sebelum ia berdiri dari kursinya dan memeluk wanita bergaun merah tersebut. "What the hell are you doing here, Nay?" tanya Argio setelah melepaskan pelukan mereka.

"So is this the honeymoon trip that my Dad talking about, huh?" Perempuan yang dipanggil Argio dengan 'Nay' itu bertanya balik tanpa repot menjawab pertanyaan Argio. Tatapannya lalu terarah padaku, seolah menelisik dan menilai. Hanya sebentar sebelum kemudian wanita cantik itu tersenyum. "Halo! Kita udah pernah ketemu di nikahan kalian, loh!"

Aku terkesiap. Kami pernah bertemu? Lalu ingatanku mencoba menggali ke belakang, mengingat-ingat wajah wanita cantik itu sampai kemudian sebuah lampu menyala di dalam kepalaku. Aku ingat wanita itu sekarang!

"It's okay, your secret is safe with me." Itulah yang wanita itu bisikkan padaku di atas pelaminan. Dia jugalah yang memanggilku dengan sebutan 'Silvania' sebelum kemudian mengoreksinya menjadi Silvia. Perasaanku langsung tidak enak.

"Lo nggak jawab pertanyaan gue, Nay, lo ngapain di sini?" tanya Argio menarik kembali perhatian wanita itu dariku. Bahkan tanpa memberikan kesempatan untukku meresponnya. "And oh, halo Nic, apa kabar? Kirain nggak ikut." Argio menyapa lelaki berkacamata yang ternyata sejak tadi berdiri tidak jauh di belakang wanita itu yang nyaris tidak kami anggap keberadaannya sejak tadi.

"Kabar baik, Mas Juna." Lelaki berkacamata itu menyapa Argio balik sambil tersenyum ramah. Padahal sejak tadi, lelaki itu hanya berdiri diam seperti patung.

"Ras, sini!" Argio tiba-tiba menoleh ke arahku dan memintaku mendekat. Dengan canggung aku berdiri dari kursiku dan akhirnya bergabung bersama mereka. Tangan Argio dengan lancar langsung merangkul pinggangku. "Kenalin, ini Laras, istri gue."

Aku terkejut karena kupikir Argio tidak akan melakukan itu. Karena sejujurnya aku juga merasa itu tidak perlu karena kalau keduanya memang datang ke pernikahan kami, sudah jelas mereka tahu siapa aku.

Wanita bergaun merah itu tertawa. "Udah tahu kali, Jun, kan kita dateng ke nikahan lo."

"Waktu di resepsi gue nggak kenalin istri gue secara proper." Aku benar-benar tidak menyangka Argio akan mengatakan itu dan sesuatu di dadaku menghangat. Ditambah aku bisa merasakan tangan Argio yang meremas lembut pinggangku. Rasanya seperti benar-benar aku diakui sebagai istrinya.

"Ras, ini Kanaya, temen kuliahku waktu di Aussie. Dan yang di belakangnya itu–" Argio tiba-tiba tersenyum miring dan aku bisa melihat ia dan wanita bernama Kanaya itu saling melempar tatapan yang tidak bisa kuartikan sebelum Argio melanjutkan kata-katanya, "her 'lovely' little brother."

"Fuck you, Jun!" Kanaya tiba-tiba mengumpat dan menatap Argio dengan tatapan kesal. Ia lalu menatapku. "Laras jangan dengerin Juna!"

"Loh kan emang bener Nico 'adik' lo." Aku bisa mendengar bagaimana Argio sengaja memberikan penekanan pada kata adik seolah ingin menggoda Kanaya tetapi karena aku tidak mengerti konteksnya, aku hanya menganggap itu mungkin inside jokes mereka yang memang tidak kumengerti.

Tatapanku langsung terarah kepada wajah Nico. Aku tahu adik-kakak itu tidak harus selalu mirip. Tetapi untuk dikatakan Kanaya dan Nico adalah 'adik-kakak' aku tidak bisa melihat satupun kemiripan di wajah mereka. Dan lagi, jika bersanding seperti sekarang, mereka lebih cocok jadi pasangan dibanding adik-kakak. Tapi lagi-lagi, itu hanya menurut pandanganku saja sehingga aku tidak mengatakan apapun.

Pengantin CadanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang