The Green

142 22 2
                                    

" Hah Hah Hah"

Mata itu kembali terbuka dengan lelehan air mata yang terlihat di kedua bagian pelipisnya, berusaha untuk menormalkan kembali nafasnya dengan sebuah tarikan nafas yang dalam. Tatapan itu tak beraturan menatap kesegala arah untuk menormalkan penglihatan pada kedua matanya, dan setelahnya dia kembali bersandar pada sandaran kasur untuk mengingat kembali apa yang baru saja terjadi.

"Mimpi itu lagi, kenapa gw setiap hari selalu mimpi in hal yang sama, sebenarnya ada apa?"

Pikiranya selalu kalut disetiap mimpi itu datang, melihat dirinya dan orang lain yang tak dia kenali disana dengan keadaan yang berantakan, dan seperti ini, setiap kali dia terbangun dia akan selalu menemukan dirinya dalam keadaan menangis, rasanya sakit, tapi dia tak tau apa yang terjadi.

Tak ingin semakin berlarut dalam fikiranya, dia membawa kaki itu turun dari kasurnya dan berjalan keluar dari aera kamar. Masih terlihat sepi pada rumah yang terlihat mewah ini, hanya ada dia yang sedang berjalan menyusuri tangga menuju kearah dapur. Derap langkahnya terdengar dengan jelas memenuhi suasana sepi, matahari di luar pun masih belum terlihat menampakan diri, bahkan setitik cahaya pun belum terlihat, menandakan waktu masih terlalu dini hari. 

Dia berjalan kearah pantry untuk menuangkan air putih kedalam gelas kaca yang bersih, menenggaknya hingga habis dengan sekali teguk, layaknya orang yang sangat kehausan. 

"Mimpi lagi lu?" 

Suara lain tiba-tiba terdengar dari arah samping, menampilkan seorang wanita muda dengan potongan rambut sepundak dan baju piyama yang melekat di badannya. 

"Emm." Dia mengangguk untuk menanggapi.

" Kenapa lu sekarang sering banget mimpi kaya gitu si Gi? Semenjak kita ulang tahun ke 20 kemaren." 

"Gw juga nggak tau hampir setiap hari gw mimpi hal yang sama dan kejadian yang sama."

Giovano Letransa atau kalian bisa memanggil nya dengan sebutan Gio, pemuda yang sedari tadi begelut dengan pikirannya yang mulai frustasi sekarang, berkeluh kesah pada sang saudara kembar yang sekarang juga ikut pusing memikirkan semua kejadian aneh yang dialami oleh saudaranya ini.

Pricilia Letransa ( Pahn Pathtitta) atau orang-orang sering memanggilnya dengan sebutan Pricil, omega kedua di keluarganya ini setelah sang Papi yaitu omega Phasa Letransa ( Phuwin Tangsakyuen) mate dari seorang Alpha yang berwibawa Parvel Letransa ( Pond Naravit), Pricilia adalah seorang omega wanita namun memiliki sifat seperti seorang Alpha. Mungkin karna ini efek dari sang saudara kembar yang membuat dirinya memiliki sedikit aura alpha.

 " Yaudah si nggak usah terlalu di pikirin juga."

"Gw juga pengennya gitu, tapi itu mimpi selalu dateng ke gw setiap hari, berarti itu bukan cuma mimpi biasa kan?"

"Ya gw nggak tau, kenapa lu jadi nanya gw, coba besok lu tanya in sama Kakek sama oppa kali aja mereka tau jawaban dari semua pertanyaan lu itu."

"Kapan anjir, ketemu sama Kakek sama Oppa aja 1 tahun sekali, dan kita udah ketemu kemaren di acara ulang tahun kita"

" Ya itu si derita lu berarti."

" Emang sodara kaya anjing lu." 

" Gw serigala btw bukan anjing."

Pricil berlari menjauh dari Gio ketika laki-laki itu mengangkat sebuah pisau pada tangannya. Berbalik sebentar untuk kembali melayangkan ledekan pada saudara kembarnya itu dan kembali berlari kearah kamar menjauh dari serangan dari laki-laki yang jauh lebih tinggi darinya.

Setelah kepergian Pricil, Gio masih terlihat berfikir, semua bayangan mimpi itu terus berputar di otaknya, hanya satu pertanyaan di benaknya, siapa laki-laki yang ada bersama nya dalam mimpi itu?

.

.

.

.

.

Kicauan burung mulai terdengar, dengan sinar matahari yang perlahan muncul dari balik pepohonan. Dentingan piring mengisi pagi hari di keluarga Letransa, keluarga dengan aura Hijau didalamnya yang mengartikan sebuah kesejukan, ke damai an dan rasa nyaman, duduk berkeliling menikmati sarapan dengan candaan yang sesekali keluar dari perempuan satu-satunya di keluarga itu. Suasana yang indah untuk sebuah keluarga bukan?

"Ohh iya Gio dan Pricil, kalian hari ini masuk ke universitas kalian yang baru kan?" tanya sang kepala keluarga

Keduanya mengangguk untuk menjawab.

"Kalian satu fakultas?" 

Kali ini Pricil menggeleng dan disetujui oleh Gio yang ada di sebelahnya.

" Enggak Dad, Aku milih jurusan Astra sedangkan Gio milih masuk FK, sok pinter banget emang."

"Gw emang pinter ya."

" Dua anak Papi pinter semua, dari dulu nilainya tinggi terus, tapi Papi sedih ih Gio kenapa milih tinggal di Kondo sendiri? Kan berarti kita harus pisah."

Gio yang melihat sang Papi merengek dengan wajah yang di tekuk hanya tersenyum.

"Kan Gio masih satu daerah Pi, Gio juga bakalan sering pulang kok, lagian  Gio milih buat tinggal di Kondo juga Karna biar lebih deket sama kampus, tinggal jalan kaki aja sampe, apa lagi jurusan Gio kan bakal jadi jurusan super sibuk jadi Gio ngambil cara gampangnya aja bolak-balik ke kampus nanti."

"Ya udah kalo gitu kamu yang hati-hati, sering-sering pulang, dan juga, kamu belom mau ngebuka status kamu nak?"

Gio menggeleng untuk menjawab pertanyaan dari sang Papi, mengambil segelas air putih dan diminumnya hingga habis sebelum dia kembali berbicara.

"Gio belum mau ngebuka sebelum Gio nemu waktu yang tepat Pi, dan lagi juga Gio sekarang punya misi mencari tau tentang suatu hal."

Semua orang disana menatap kearah Gio dengan heran, bertanya-tanya apa yang di maksud dari ucapannya.

"Maksudnya gimana nak?"

"Gio juga belum bisa jawab sekarang Dad Karna Gio juga belum Nemu jawabannya."

Sebenarnya mereka belum puas dengan jawaban yang di berikan oleh sang anak, namun mereka sudah terlalu paham akan sifat Gio yang memang suka menyimpan rahasia.

"Kalo gitu Gio berangkat dulu Dad Pi, Gio harus beresin barang-barang Gio dulu di kondo sebelum berangkat ke kampus."

"Perlu bantuan nggak kamu?"

"Nggak usah! barang Gio nggak banyak kok, Gio pamit."

Kaki panjang itu di langkahkan menuju ke luar rumah, memasukan semua barang-barang yang dia butuhkan pada bagasi mobil yang akan menjadi kendaraannya.

Aroma mint dalam tubuhnya menguar mengiringi di setiap perjalanan. Matanya juga berkilat mengeluarkan tekad untuk memecahkan semua hal yang selama ini mengganggu pikirannya. Pemuda dengan Aura Hijau itu siap akan apapun yang akan dia hadapi.

Mimpi itu, harus dia temukan arti dari hal didalamnya, dan menemukan apa yang di takdirkan untuk dirinya.

.
.
.
.
.
.
.
.
.

Tbc

Fate : The First & Second LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang