Chapter 01

157 22 4
                                    

Akhir-akhir ini Sheilla merasa sangat sumpek akan pekerjaannya, kebetulan di akhir pekan ini Bara-ayah Sheilla mengajaknya untuk menonton konser gratis. Bisa dikatakan begitu karena Bara merupakan seorang Executive Producer di sebuah label musik ternama sekaligus Director of Artist Relations, ia memiliki akses istimewa ke hampir semua acara besar dalam industri musik. Maka dari itu, setiap ayah nya mengajaknya untuk pergi menonton konser, ia akan pergi begitu saja, karena ia tidak perlu mengeluarkan uang sepeserpun.

Sebelum pulang, Bara mengajak Sheilla untuk pergi ke backstage, tentu saja untuk menyapa rekan-rekan kerja nya yang telah bekerja keras malam ini. Mereka melewati lorong-lorong yang penuh dengan aktivitas, di mana setiap sudut dipenuhi oleh hiruk-pikuk persiapan dan perayaan. Bara, dengan senyum lebar, menyapa rekan-rekannya satu per satu.

"Halo halo! Kalian luar biasa malam ini," ujar Bara kepada seorang sound engineer yang sedang berkemas. "Keren keren!"

Ia terus melangkah, berhenti sejenak untuk memberi selamat kepada tim lighting yang sibuk menurunkan peralatan. "Lighting nya malem ini keren banget! Makasih buat kerja keras kalian!"

Setiap kali Bara bertemu dengan kolega, dia menyempatkan diri untuk bertanya tentang keadaan mereka dan memberikan pujian atas kontribusi mereka. Dari manager acara hingga kru teknis, Bara tidak lupa memberikan apresiasi dan obrolan singkat, membuat setiap orang merasa dihargai.

Sedangkan Sheilla, gadis introvert itu hanya mengikuti ayahnya kesana kemari menyapa setiap orang yang ada. Tidak ada yang bisa ia lakukan selain ikut menyalami dan memberi selamat satu persatu, toh tidak ada salahnya, mereka juga sudah bekerja keras malam ini.

Akhirnya, mereka tiba di ruang khusus artis. Ruangan itu dipenuhi oleh berbagai anggota tim yang masih dalam suasana euforia, beberapa sedang beristirahat, sementara yang lain sedang membahas detail terakhir. Bara dan Sheilla menyapa beberapa orang di sana, berinteraksi dengan penuh kehangatan.

Ketika semua orang sudah disapa, Bara beralih kepada Arsen, yang tampak sibuk dengan ponsel di tangan kirinya dan segelas kopi di tangan kanannya. Arsen, yang baru saja selesai dengan performa, sedang memeriksa pesan-pesan di ponselnya sambil sesekali meneguk kopi.

"Wah, ini nih bintang kita malam ini!" Bara menyapa dengan suara lantang, penuh semangat. Sosok lelaki berusia empat puluh tahun itu kemudian menirukan gaya bermain gitar yang epik, seperti yang Arsen tunjukkan di atas panggung tadi. Sambil tertawa, Bara mengacungkan jempolnya ke arah Arsen, sosok tinggi dan kekar yang baru saja menyelesaikan penampilannya. "Kalo kata anak jaman sekarang, gacor parah!" seru Bara.

Lelaki bernama Arsen itu tersenyum sembari berterimakasih, lalu bersalaman khas anak tongkrongan dengan Bara.

Di sisi lain ada Sheilla tak bisa menyembunyikan rasa kagumnya terdadap lelaki dengan hidung mancung itu, rahang nya yang tegas, mata indah yang meneduhkan, dan senyumnya yang disertai eyesmile membuatnya tampak lebih memesona. Apalagi tahi lalat di bawah matanya yang selalu menambah kesan istimewa.

Selama ini, Sheilla hanya melihatnya lewat layar ponsel, saat masih aktif di dalam band lelaki itu sering kali muncul di fyp TikTok miliknya. Namun semenjak ia hengkang dari dunia musik untuk melanjutkan perusahaan ayahnya, popularitas nya mulai menurun, namanya yang semula ada dimana-mana kini sudah sangat jarang ditemui.

Tapi Sheilla yakin jika setelah malam ini, namanya akan bertengger di trending aplikasi X. Malam ini benar-benar gila, aksi panggungnya benar-benar menghidupkan suasana. Jujur saja, Sheilla bukan penggemar, tapi melihat penampilannya secara langsung, itu benar-benar gila.

Arsen tersipu malu mendengar pujian Bara. Senyumnya semakin lebar, memperlihatkan eye smile-nya yang menawan, "Ah, bisa aja Om."

Bara tertawa, "Eh, kenalin, ini anak saya."

When Time Calls for LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang