Sheilla melangkah memasuki dapur, aroma makanan yang menggugah selera memenuhi ruangan. Tania, ibunya, terlihat sibuk di tengah dapur, memotong sayuran dan menyusun lauk-lauk yang sudah siap di atas meja.
"Bun, punya brown sugar nggak yaa?" Sheilla bertanya.
Tania, yang tengah berkutat dengan panci dan spatula, menjawab tanpa mengalihkan perhatian dari pekerjaannya. "Ada deh, kayanya. Bunda simpen di lemari."
Sheilla mengangguk sambil melangkah menuju lemari di pojok dapur. "Mau bikin apa Ella?" tanya Tania, membiarka Mbak Nur, menyelesaikan tugasnya di meja makan. Tania memperhatikan dengan penuh perhatian, sesekali membantu Mbak Nur dengan sendok dan spatula.
"Mau bikin cookies, Bun. Tadi lewat di TikTok ada resep cokelat lumer-lumer gitu, kan jadi pengen," jawab Sheilla dengan wajah ceria, membuka lemari untuk mencari brown sugar.
Tania tersenyum melihat antusiasme putrinya. "Itu kenapa rambutnya ngga dikeringin? Nanti pusing loh," kata Tania saat melihat rambut Sheilla yang masih setengah basah setelah keramas.
Sheilla hanya tersenyum malas. "Mager, Bun. Biarin aja, nanti juga kering sendiri," jawabnya dengan santai.
Tania menghela nafas, "Kapan sih kamu nggak mager-nya."
Di sisi lain, Bara turun dari tangga dengan langkah cepat. Ia tampak fokus dengan ponsel di tangannya, menyusuri tangga sambil berbicara dengan seseorang di telepon. "Minggu-minggu kok masih sibuk HP-an aja, Yah? Hati-hati turun tangga, nanti jatuh," seru Tania,
Bara, tetap dengan ponsel di telinga, menjawab sambil melenggang keluar rumah, "Ada yang mau dateng." Wajahnya serius namun penuh antusiasme, menandakan pentingnya kedatangan tamu tersebut.
"Oh iya ya," kata Tania dengan nada semangat, wajahnya tiba-tiba cerah. Wanita itu kemudian kembali ke dapur untuk mengambil satu piring lagi.
Sheilla, yang sedang menguleni adonan kue dengan penuh konsentrasi, merasa penasaran. "Siapa emang bun?"
"Gak tahu deh, Bunda. Coba tanya sama Ayah," ujarnya Tania sembari terkekeh.
"Ella, bikin kue-nya udah?" tanya Tania, saat ia sudah siap di meja makan, menunggu Bara, Sheilla, dan tentu saja sang tamu spesial untuk sarapan bersama.
"Udah, Bun," jawab Sheilla sambil membasuh tangannya.
Tania mengernyit, "Kok cepet banget?"
"Lagi dimasukin ke freezer Bun. Baking-nya nanti dua jam lagi." Jelas Sheilla, Tania mengangguk memahami.
Sembari menunggu kedatangan Ayah, Sheilla dan Tania terlibat dalam obrolan panjang. Mereka membahas berbagai topik, seperti para kakak nya yang sudah jarang mengunjungi rumah karena kesibukan masing-masing.
Sheilla merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara. Kedua kakak laki lakinya, Dean dan Haikal, yang mana keduanya sudah berkeluarga. Dean yang sudah menikah cukup lama dan memiliki satu putri yang sangat cantik, kini istrinya tengah mengandung anak kedua yang usianya sudah 7 bulan, mereka kini menetap di Yogyakarta.
Kemudian ada Haikal, yang baru menikah satu setengah tahun yang lalu dengan sahabat Sheilla, Raya. Sudah jelas bukan siapa yang menjodohkan mereka. Dan kini Raya tengah mengandung 4 bulan untuk putri pertama mereka. Untuk saat ini pasutri itu memilih untuk menetap di bandung.
Semua kakaknya sudah memiliki pasangan hidup masing-masing, kini hanya tersisa dirinya.
"Tiba-tiba semalam Ella overthinking, Bun," kata Sheilla dengan nada cemas, matanya menatap Tania penuh keresahan.
"Kenapa sayang?" tanya Tania, mengangkat alis dan memiringkan kepala, menunjukkan rasa ingin tahunya.
"Kalo ternyata jodoh Ella udah meninggal gimana, Bun?" Sheilla bertanya dengan serius, wajahnya menunjukkan kekhawatiran mendalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
When Time Calls for Love
FanfictionSetelah bertahun-tahun hidup tanpa memikirkan sebuah pernikahan, karena hidup mereka dipenuhi oleh kesibukan dan kenangan pahit, sehingga pernikahan terasa seperti sesuatu yang tidak perlu dipikirkan. Namun, waktu terus berjalan, dan usia mereka sem...