"Ananda Leonardo Wijaya bin Malik Wijaya saya nikahkan engkau dengan putri saya Astrid Kumala Sari bin Ismail Perdana dengan seperangkat perhiasan lengkap dibayar tunai!"
"Saya terima nikahnya dan kawinnya Astrid Kumala Sari binti Ismail Perdana dengan mas kawinnya yang tersebut tunai!"
"Bagaimana saksi? Sah?"
"Sah."
"Sah."
Lafadz hamdalah berkumandang ke seluruh ruang pesta yang kemudian di susul dengan doa barokah untuk kedua mempelai yang dipimpin oleh sang penghulu. Semua wajah yang ada di ruangan itu terlihat bahagia dan berseri-seri. Kecuali satu orang wanita berhijab yang duduk di belakang mempelai pria bersebelahan dengan Susan, ibu dari mempelai pria. Pasalnya, wanita itu adalah istri dari Leo sang mempelai pengantin pria.
Moza, itulah namanya. Sungguh sakit hatinya menyaksikan pernikahan suaminya sendiri. Hatinya seperti tercabik-cabik hingga tak berbentuk lagi. Dia juga seperti ingin menjerit menguarkan rasa sakitnya. Tapi semua dia tahan sehingga yang keluar dari sepasang mata indah beningnya adalah buliran air yang mengalir tak terbendung dan hanya diseka dengan sebuah tisu kering yang nyatanya sudah basah.
Kenapa demikian? Mengapa pernikahan suaminya terjadi jika dia tidak ikhlas?
Jawabannya karena Ter-pak-sa. Moza terpaksa mengikhlaskan Leo menikahi Astrid yang merupakan mantan pacar suaminya di masa lalu itu karena perihal anak. Mertua Moza memaksa Moza untuk mengikhlaskan pernikahan kedua Leo terjadi karena Moza tidak kunjung hamil meskipun sudah 5 tahun menjadi istri Leo dan mertuanya itu sudah tidak sabar ingin menimang cucu. Mertua Moza juga menduga, Moza mandul meski kata dokter spesialis kandungan, rahim Moza baik-baik saja.
Entahlah, Susan dan Malik enggan mencari tahu lebih banyak tentang kesehatan reproduksi Leo karena menganggap putranya tersebut sehat.
Dari awal, Moza tidak setuju dengan pernikahan ini. Tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa ketika semua orang bagai tidak mendengar isi hatinya. Dia sendiri telah kehilangan tempat bergantung karena di dunia ini dia hidup sebatang kara. Kedua orangtuanya sudah meninggal dan dia adalah anak tunggal.
Dulu pernikahan Moza dengan Leo pun dihadapinya dengan airmata. Pasalnya, Leo bukanlah pria yang dicintai Moza. Leo adalah putra dari sahabat kedua orangtua Moza. Sebelum kedua orangtua Moza meninggal, kedua pasangan orangtua itu sudah menetapkan perjodohan antara Moza dan Leo. Moza yang sudah mencintai pria lain, terpaksa dengan berat hati melepas pria itu dan menikahi Leo meski menurut Moza pria yang dicintainya adalah pria terbaik karena baik dan Sholeh. Tak hanya Moza yang sedih dengan pernikahan mereka, Leo pun begitu. Leo terpaksa meninggalkan Astrid demi menuruti keinginan kedua orangtuanya.
Hari demi hari berlalu. Tak mudah bagi Moza dan Leo untuk menumbuhkan cinta di antara mereka berdua. Hingga akhirnya di tahun kedua pernikahan mereka, benih-benih cinta itu mulai tumbuh dan mereka mulai menerima takdir.
Meskipun mereka sudah sama-sama menerima takdir, cinta Leo pada Astrid masih ada sehingga ketika kedua orangtuanya menawarkan pernikahan kedua pada Leo dengan mantannya itu dengan alasan anak, pria itu tidak menolak sama sekali dan mengabaikan perasaan Moza.
Setelah bacaan doa barokah selesai, Leo dan Astrid duduk berhadapan satu sama lain. Leo memakaikan semua perhiasan yang dijadikan mahar kepada istri keduanya tersebut. Wajah Astrid tampak berseri-seri. Sudah bisa dipastikan meski lima tahun berlalu, gadis itu masih sangat mencintai Leo. Acara pemasangan mahar kemudian di akhiri dengan kecupan mesra Leo di kening Astrid, membuat tangis Moza kian menderas.
'Ya Allah, ternyata begini rasanya ketika melihat suami sendiri mengecup wanita lain. Rasanya hatiku ini hancur lebur, Allah. Kenapa? Kenapa? Kenapa meskipun sudah berusaha, aku masih belum bisa ikhlas sepenuhnya? Apakah aku bukan wanita yang Sholehah?' gumam Moza dalam hati dengan airmata yang terus mengalir. 'Aku mohon kepada-Mu, Allah. Berikan keikhlasan dalam hatiku. Aku mohon. Jadikan aku wanita yang kuat dan sabar.'
Leo menjauhkan bibirnya dari kening Astrid dengan mata berkaca-kaca. Dulu momen seperti ini sangat diimpikannya. Momen menikahi seorang Astrid. Tapi perjodohan yang sudah ditentukan kedua orangtuanya memupuskan impiannya itu. Namun, dia puas. Karena meski terlambat, Astrid bisa dimilikinya juga.
Leo berbalik. Dengan diikuti Astrid, pria itu lalu sungkeman kepada kedua orangtuanya. Pertama kali dia sungkem kepada Malik ayahnya. Leo tampak memeluk haru sang ayah seolah berterima kasih karena telah mengembalikan Astrid ke dalam hidupnya.
Yang kedua, Leo sungkem pada Susan, ibunya. Dia peluk penuh kasih wanita yang melahirkannya itu dengan meneteskan dua bulir airmata.
Namun, wajah Leo langsung berubah iba ketika dia menghampiri Moza. Dia melihat wajah wanita yang sudah menemaninya selama lima tahun itu basah dengan airmata. Make up yang sudah membalut wajah cantik istrinya tersebut, tampak sedikit acak-acakan. Leo tahu Moza sangat terluka dengan pernikahannya. Namun, dia juga tidak bisa menolak keinginan kedua orangtuanya menikah lagi karena selain masalah anak yang belum hadir, dia masih mencintai Astrid. Astrid adalah wanita yang sampai detik ini tak bisa enyah dari hatinya.
"Moza..." panggil Leo lirih.
Moza menoleh dan menatap wajah Leo dengan tatapan sendu. Hati kecilnya sangat ingin menampar wajah Leo. Tapi dia tahan sekuat tenaga hingga jemarinya terkepal sangat kuat. Dia ingat kalau agamanya membolehkan pria menikahi beberapa wanita jika memiliki kemampuan. Dan Leo adalah seorang manager sebuah perusahaan ternama di kota ini. Jadi, bisa dipastikan Leo adalah pria yang mampu untuk beristri lebih dari satu.
'Sabar Moza...sabar...' ucap hati kecilnya menguatkan. Moza pun memaksakan diri menyunggingkan senyum meski hanya kecil.
"Ya..." jawab Moza lirih.
Bruuk!
Leo memeluk Moza erat. Tangisnya pecah. Dia merasa menjadi orang yang paling berdosa pada Moza karena telah menduakan cinta istrinya itu. Meskipun di awal pernikahan tidak ada cinta, tapi lima tahun hidup bersama membuat Leo bisa menilai siapa Moza. Moza adalah wanita Sholehah yang rajin beribadah, menjaga kesucian diri, dan melayani suami dengan sangat baik. Leo juga mengakui, Moza adalah wanita yang langka. Jarang sekali ada wanita seperti Moza. Tapi justru itulah yang membuat Leo merasa bahagia. Dia mempunyai dua istri yang diinginkannya. Satunya adalah wanita Sholehah dan satunya adalah wanita yang dia cintai. Dia juga yakin, Moza adalah wanita yang kuat yang secepatnya akan menerima Astrid sebagai madunya.
"Moza maafkan aku... Maafkan aku, Moza. Aku berjanji akan berusaha menjadi suami yang adil bagi kalian berdua," ucap Leo sembari memeluk Moza erat. Moza sendiri diam mematung. Dia tidak tau harus membalas ucapan Leo dengan kalimat seperti apa. Hatinya terlalu sakit untuk berpura-pura bahagia.
"Ya..." Akhirnya hanya itu balasan dari Moza. Leo pun mengakhiri pelukannya dan mendaratkan beberapa kecupan singkat di pipi Moza untuk menghibur hati istrinya tersebut. Setelahnya dia menoleh pada Astrid dan menyuruh wanita yang baru dinikahinya itu mendekati Moza. Astrid menurut. Dengan entengnya dia memeluk Moza.
"Mbak, terimalah aku sebagai madumu ya, mbak. Sama-sama kita melayani Mas Leo."
Moza menelan salivanya. Pahit sekali rasanya. Jika dia tidak bisa menguasai amarah, sudah didorongnya tubuh Astrid kuat-kuat. Tapi tentu itu tidak akan dia lakukan. Lagi-lagi dia harus sabar menerima kenyataan bahwa Astrid sekarang adalah istri dari suaminya juga. Dia harus bisa menyayangi Astrid seperti adik sendiri meski nyatanya usia Astrid lebih tua dari Moza. Usia Astrid sama dengan usia Leo karena mereka pacaran dari SMA. Astrid lebih tua lima tahun darinya. Tapi karena dia adalah istri pertama Leo, tentu Astrid harus memanggilnya mbak.
Mencoba untuk menerima kenyataan, Moza membalas pelukan Astrid. Tapi dia tidak tahu fikiran jahat yang ada di benak madunya itu.
'Lihat saja Moza. Aku akan membalaskan dendamku padamu karena dulu kau telah merampas Leo dariku,' ucap Astrid dalam hati.
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Istri Yang Sabar
Fanfiction"Bagaimana saksi? Sah?" "Sah." "Sah." Lafadz hamdalah berkumandang ke seluruh ruangan. Semua wajah yang ada di ruangan itu terlihat bahagia dan berseri-seri, kecuali satu orang wanita berhijab yang duduk di belakang mempelai pria. Wanita itu bernama...