Apa Saya Cocok Jadi Presiden Direktur?

6 0 0
                                    

Moza terhenyak ketika tiba-tiba dia sudah berada dalam pelukan seseorang. Dari otot-otot tangan yang terpegang, Moza tahu yang menangkapnya adalah seorang laki-laki. Tapi siapa?

Moza mendorong tubuh depan pria itu dengan panik. Tapi pria itu memeluknya cukup erat dan tenaganya sebagai seorang wanita tidak bisa mendorongnya.

"Siapa kamu?! Lepaskan aku!" teriak Moza sembari terus mendorong tubuh pria itu, mencoba keluar dari dekapan kuat itu.

Sementara Bayu, tampak tenang saja sembari terus memeluk Moza. Dia merasakan pergerakan tubuh Moza membuat hasratnya kian terpancing akibat pergesekan tubuhnya dan tubuh wanita yang kini dalam dekapannya. Dia ingin melakukan yang lebih dari ini, tapi...

Dengan berat hati, Bayu lalu melepaskan tubuh Moza. Pikirannya masih waras saat ini untuk tidak berbuat nekad tanpa ada rencana di awal. Bayu sering menjebak orang hingga tak berkutik. Dan orang-orang yang berada dalam genggamannya selalu tidak bisa berbuat apa-apa. Tapi saat ini, dia belum memiliki rencana untuk Moza. Dia tidak mau menjadi orang konyol yang bertindak asal. Semua yang dilakukannya sudah terencana.

"Maaf Nona, ini saya Bayu," ucap Bayu Kemudian dengan nada lirih dan dibuat agar terdengar penuh penyesalan. "Maafkan saya karena saya pikir nona adalah perampok."

Nafas Moza turun naik. Emosinya berada di puncak. Bayu adalah satu-satunya pria bukan mahram yang berani memeluknya erat seperti tadi. Karena eratnya, tubuh bagian depan mereka berdempetan satu sama lain. Akan tetapi, dia tidak bisa menyalahkan Bayu yang memiliki alasan cukup masuk akal. Dalam keadaan gelap gulita seperti ini, siapa pun bisa salah faham.

"Ya aku maafkan. Sekarang bantu aku mencari lilin di dapur. Aku tidak mau bergelap-gelapan sampai pagi."

"Baik Nona." Bayu berbalik dan dengan hati-hati melangkah ke dapur. Di belakang, Moza mengikuti dengan hati-hati juga. Sungguh merepotkan mencari barang dalam keadaan gelap gulita seperti ini.

Setelah sampai dapur, Moza langsung mencari di lemari gantung. Tentu saja dengan meraba. Tapi sampai di lemari terakhir, Moza tak menemukan apa yang dicarinya. Dia pun menoleh ke arah Bayu yang sedang mencari lilin di dalam laci agak jauh di sebelah kanannya. Dia tahu Bayu di sana karena dari suara yang ditimbulkan oleh Bayu.

"Apa mas sudah menemukannya?" tanya Moza setengah putus asa. Rasanya sangat tidak nyaman berada di tempat gelap seperti ini berduaan dengan pria yang bukan mahramnya terlalu lama.

"Belum nona. Eh, ada, non. Saya menemukannya."

Moza menghela nafas lega. "Alhamdulillah..."

Bayu langsung menyalakan lilin-lilin di tangannya dari api kompor gas. Setelahnya, dia memberikan satu pada Moza.

"Ini lilin untuk nona."

"Terima kasih." Moza menerima lilin tersebut. "Aku akan kembali ke atas sekarang."

Bayu mengangguk. "Baik Nona. Hati-hati."

Moza berbalik dan kemudian kembali ke kamarnya. Dia menaruh lilin di meja rias dan kemudian membaringkan kembali tubuhnya di atas tempat tidur. Bayangan saat berada dalam pelukan Bayu, berkelebat dalam benaknya.

"Astaghfirullah adzhim.... Aku tidak bisa terus membayangkan yang telah terjadi tadi. Ini benar-benar gila."

Moza mencoba untuk tidur kembali walaupun sulit.

***

Sesudah sholat subuh, Moza sudah berada di dapur. Memasak adalah pekerjaannya meskipun ada seorang pembantu. Bik Ilen, pembantunya mengerjakan yang lain selain memasak dan melayani Leo. Karena dua tugas itu sudah disegel menjadi tugasnya Moza. Sebagai seorang istri, Moza selalu ingin melakukan yang terbaik buat suaminya.

Takdir Istri Yang SabarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang