Sasa adalah salah satu anak remaja kelas XI yang sedang melaksakan praktek kerja lapangan di sebuah desa kecil di Mojosari. Ia datang bersama enam temannya yang lain. Saat memasuki bulan Agustus, mereka dipercayai oleh Pak RT di desa untuk mengadakan perlombaan dalam rangka merayakan hari kemerdekaan Indonesia di tanggal 17 Agustus nanti, khususnya bagi anak-anak kecil yang tinggal di desa tersebut, dengan konsep yang kreatif dan meriah.
Namun, Sasa dan teman-temannya menemukan kendala dalam kegiatan perencanaannya. Ketiga temannya, Ali, Anton, dan Eri selalu tidak serius dalam merencanakan kegiatan hari kemerdekaan tersebut, dan memilih nongkrong ke café diluar. Terlebih, Sasa dan ketiga temannya yang lain baru saja mendengar bahwa anak-anak di desa tidak tertarik mengikuti kegiatan perlombaan di hari kemerdekaan. Ketika ditanya alasannya, salah satu dari mereka menjawab kalau bermain mabar game online jauh lebih seru dari pada ikut perlombaan.
Malam itu, Sasa dan teman-temannya mengadakan musyawarah yang selanjutnya untuk membicarakan kegiatan lomba. Namun lagi-lagi, Ali, Anton, dan Eri malah sibuk main game online di ponselnya, tanpa menyimak pembahasan perlombaan. Pijar, salah satu teman mereka pun mulai menegurnya.
"Guys, kita semua disini dimintai tolong sama Pak Rahman buat bikin acara 17-san besok biar meriah. Tolong dong, kalian bertiga ikut bantu ngide dan nyimak."
Anton pun mendengus pelan, "Yaudah kek, tinggal kayak biasanya aja dah. Masukin lomba kerupuk, karung, karet, tepung. Beres, kan?"
"Mungkin ada yang punya ide tambahan nggak? Yang lebih seru dan... kreatif. Kita perlu ngide biar anak-anak mau ikutan. Gimana kalau kita coba bikin acara nanti beda sama yang sebelum-sebelumnya?" kata Gia.
Setelah menanyakan itu, mereka pun tidak ada yang bersuara lagi. Tampaknya, tidak ada yang tertarik memberikan ide baru.
"Kita coba pikirin ide lain yuk," kata Sasa, "Kita ada kendala nih. Barusan anak-anak desa bilang mereka nggak tertarik buat ikut lomba. Jadi kita harus bikin cara supaya mereka tertarik. Soalnya, kalau mereka nggak mau ikut, berarti kita bakal biarin acara lombanya sepi."
"Emang kenapa sih mereka harus ikut lomba di hari kemerdekaan?" tanya Ali dengan nada malas. Sontak semua orang menatap ke arahnya. Mereka, selain ketiga orang itu, tak menyangka kalau Ali perlu menanyakan hal seperti itu.
"Ya... untuk memeriahkan hari kemerdekaan Indonesia. Perayaan besar satu tahun sekali." jawab Sasa.
"Cuma buat bikin meriah doang, kan?"
Sasa terdiam karena rasanya pertanyaan itu tidak masuk akal dan tidak perlu dijawab lagi. Ali tampak sarkastik dan meremehkan kegiatan ini. Menyadari itu, Sasa hanya bisa bingung dan diam saja.
Ninda pun menjawab sinis, "Kita semua kan perlu merayakan hari kemerdekaan biar jiwa nasionalis kita tetap ada dan budaya kita tetap lestari. Momen bahagia untuk menghargai perjuangan para pahlawan, karena berkat mereka, Indonesia jadi merdeka kayak sekarang, Alii! Kamu belajar sejarah ngga sih..."
"Jiwa nasionalis..." ujar Ali skeptis, "Aku nggak yakin orang-orang di Indonesia beneran udah merdeka. Buktinya masih banyak yang nggak dapat kesempatan pendidikan dan ekonomi yang layak. Lagian... mana ada lomba karung atau tepung bikin jiwa nasionalis anak-anak tumbuh,"
"Ih tapi kan, kita udah nggak dijajah, terutama sama negeri asing!" sahut Gia.
"Masa sih? Bohong kali ah," jawab Ali bergurau.
"Hadeh kamu kenapa, Li..." tanya Pijar, lelah meladeni gurauan Ali. "Lagi serius gini... banyak masalah ya?"
"Hehe sori," Ali pun menyeringai seraya mengangkat bahu tanpa dosa, "Lagi pengen ngomong random aja."
Sasa merasa kalau ketiga rekannya itu memiliki perbedaan minat dan pendapat dengan yang lain, membuat tim mereka tidak kompak dalam bekerja sama. Sasa sedikit bingung dan berbicara, "Aku tahu... mungkin kita udah capek sama kegiatan kerja. Tapi, kita udah dipercayai sama Pak RT buat bantu memeriahkan acara nanti. Seenggaknya, kan dengan kita bersedia membantu Pak RT, kita bisa belajar dan punya pengalaman baru karena jadi panitia di kegiatan ini."
"Tapi aku sibuk di tanggal itu, aku mau pergi beberapa hari, ketemuan sama abang di luar kota. Kemarin dia baru balik dari luar negeri." Eri beralasan, "Aku juga mau ngajak Ali sama Anton kesana."
Lima rekannya yang lain pun hanya terdiam dan memendam rasa kecewanya di batin.
"Kalau gitu, kalian bertiga boleh nyumbangin ide baru buat kita," jawab Sasa, "Biar kalian tetap bisa bantu kita disini."
"Idenya..." Ali berpikir sambil bercanda, "Suruh aja mereka mabar mobile legend. Yang bisa GG dapat ikan cupangnya Pak Rahman, hehe." setelah itu, mereka bertiga pun tertawa. Sasa mengehela napas karena semakin dongkol oleh sikap menyebalkan mereka. Gia pun menyahut kalau lelucon itu sama sekali tidak lucu alias garing!
"Kalau gitu buat musyawarah hari ini, " kata Pijar, "Gimana kalau masing-masing dari kita nyumbangin ide yang ada dulu? Buat lomba apa aja yang mau diadain."
Saran itu segera disetujui dan masing-masing dari mereka menyampaikan ide-idenya. Diantaranya adalah lomba balap karung, makan kerupuk, tarik tambang, koin tepung, balon air, balap bakiak, memasukkan paku ke botol, dan lain-lain. Mereka pun mulai membagi tugas dan tanggung jawab untuk melangkah ke step selanjutnya, yaitu membeli keperluan dan menyusun properti dikeesokan hari.
Setelah selesai, mereka kembali ke tempat istirahat. Malam itu, Sasa belum bisa tidur dan memikirkan suatu hal. Ia memikirkan alasan agar anak-anak mempunyai jiwa nasionalisme dan semangat sehingga bersedia memeriahkan hari kemerdekaan dengan mengikuti lomba. Ia hendak mencari inspirasi lain untuk ide baru agar kegiatan nanti bisa menarik perhatian anak-anak. Ia mulai menjelajahi internet dan menemukan sebuah ide cemerlang. Sasa akan menambahkan kegiatan pentas drama tentang jasa para pahlawan jaman penjajahan dulu untuk menambah kemeriahan perayaan hari kemerdekaan nanti.[]
KAMU SEDANG MEMBACA
Becoming a Committee on August 17th!
Fiksi RemajaSasa dan teman-temannya dipercayai oleh Pak RT untuk menjadi panitia acara perlombaan hari kemerdekaan Indonesia di desa tempat mereka praktik kerja lapangan. Awalnya mereka semangat dalam melaksanakan tugas barunya itu, sampai Ali, Anton, dan Eri m...