Awal Perjalanan

7 0 0
                                    


Senja yang indah melingkupi desa kecil tempat Iza tinggal. Angin sore bertiup lembut, membawa aroma tanah basah dan dedaunan yang berguguran. Iza duduk di beranda rumah kayunya, mengamati sawah yang terhampar luas di depan. Warna-warni langit saat matahari tenggelam selalu menjadi pemandangan favoritnya. Di sini, di desa ini, ia merasa damai. Jauh dari hiruk-pikuk kota, kehidupan berjalan dengan ritme yang perlahan namun pasti.

Iza adalah anak tunggal dari Abah, seorang pria sederhana yang dikenal bijak di desa. Abahnya bukan orang yang banyak bicara, tapi setiap kata yang diucapkannya selalu sarat makna. Rumah mereka, meskipun sederhana, selalu penuh dengan kehangatan. Dinding-dinding kayu yang mulai menua seolah menjadi saksi bisu dari perjalanan hidup mereka yang dilalui dengan penuh kerja keras dan keikhlasan.

Di desa ini, kehidupan berjalan dengan cara yang berbeda. Semua orang saling mengenal, saling peduli, dan saling membantu. Abah sering membawa Iza berjalan-jalan di sekitar desa, memperkenalkannya kepada para tetangga, menunjukkan padanya bagaimana kehidupan harus dijalani dengan penuh rasa syukur. Setiap pagi, mereka berdua akan pergi ke sawah, menyaksikan para petani bekerja di ladang. Abah selalu berkata, "Za, lihat bagaimana mereka bekerja. Mereka mungkin tak berpendidikan tinggi, tapi mereka tahu apa arti kerja keras dan kejujuran."

Sejak kecil, Iza telah diajarkan untuk menghargai segala hal, betapapun kecilnya. Abah selalu menekankan pentingnya kesederhanaan dan kejujuran dalam hidup. Di setiap kesempatan, Abah akan berbagi pelajaran hidup dengan Iza, baik lewat cerita-cerita lama maupun pengalaman pribadinya.

Suatu sore, saat mereka duduk bersama di beranda, Abah mengajak Iza untuk melihat sekeliling. "Za, hidup ini seperti sawah yang kamu lihat di depan mata. Kadang kering, kadang basah. Kadang subur, kadang tandus. Tapi jika kamu rawat dengan baik, selalu ada hasil yang bisa kamu panen," ujar Abah dengan suara yang tenang. Iza memperhatikan sawah itu dengan seksama, mencoba memahami apa yang dimaksud oleh Abah.

"Setiap musim akan membawa tantangan yang berbeda, tapi selama kamu tetap bekerja keras dan jujur, kamu akan mendapatkan hasil yang baik," lanjut Abah. "Jangan pernah takut dengan perubahan, Za. Karena perubahan adalah bagian dari hidup."

Kata-kata itu selalu terngiang di kepala Iza. Dia tahu bahwa Abah sedang mengajarkannya lebih dari sekadar bercocok tanam. Abah sedang mengajarinya bagaimana menghadapi kehidupan yang penuh dengan ketidakpastian.

Setiap hari, rutinitas mereka tak banyak berubah. Pagi hari diisi dengan pekerjaan di sawah, siang hari Abah akan membawa Iza ke pasar untuk membeli kebutuhan harian, dan sore hari mereka duduk bersama menikmati senja. Meski terlihat monoton, Iza tak pernah merasa bosan. Justru dalam kesederhanaan itu, ia menemukan kebahagiaan dan kedamaian yang sulit ia gambarkan dengan kata-kata.

Abah bukanlah orang yang kaya dalam hal harta, tetapi dalam hal pengalaman hidup, ia adalah orang yang sangat kaya. Setiap cerita yang ia sampaikan kepada Iza selalu disertai dengan pelajaran moral. Seperti saat Abah menceritakan tentang masa mudanya, ketika ia harus bekerja keras untuk menghidupi keluarga setelah kakek Iza meninggal dunia. "Waktu itu, Abah masih muda, Za. Abah tidak punya banyak pilihan. Tapi Abah tahu satu hal: Abah harus terus maju, apa pun yang terjadi," kenang Abah sambil menatap jauh ke depan, seolah melihat kembali masa lalunya.

Dari cerita-cerita itulah Iza belajar untuk menghargai kerja keras dan keteguhan hati. Meski hidup mereka tidak selalu mudah, Abah selalu mengajarkan Iza untuk tidak pernah menyerah. "Hidup ini bukan soal seberapa sering kamu jatuh, tapi seberapa cepat kamu bangkit," kata Abah suatu hari.

Selain itu, Abah juga mengajarkan Iza untuk selalu berpikir kritis dan tidak mudah percaya pada apa yang tampak di permukaan. "Za, dunia ini kadang-kadang penuh dengan ilusi. Apa yang kamu lihat belum tentu kebenaran. Kamu harus belajar untuk melihat lebih dalam, untuk memahami apa yang sebenarnya terjadi," ujar Abah dengan serius.

Iza tahu bahwa nasihat itu akan sangat berguna ketika ia tumbuh dewasa. Abah ingin Iza menjadi orang yang tidak hanya cerdas, tapi juga bijaksana, mampu melihat sesuatu dengan pandangan yang lebih luas dan dalam.

Hari demi hari berlalu, dan Iza tumbuh menjadi remaja yang penuh dengan rasa ingin tahu. Ia sering menghabiskan waktu di perpustakaan desa, membaca buku-buku yang kebanyakan adalah sumbangan dari kota. Buku-buku itu membawanya ke dunia yang berbeda, membuka pikirannya tentang hal-hal yang sebelumnya tidak pernah ia bayangkan.

Namun, di balik semua itu, Iza tetap seorang anak desa yang sederhana. Ia tidak pernah melupakan ajaran Abah, selalu mencoba untuk menerapkan apa yang telah diajarkan kepadanya dalam kehidupan sehari-hari. Setiap kali ia merasa bingung atau ragu, ia selalu kembali pada nasihat Abah. "Lihat lebih dalam, Za. Jangan berhenti pada apa yang tampak di permukaan."

Waktu terus berjalan, dan meskipun Iza semakin dewasa, hubungan antara Iza dan Abah tetap kuat. Mereka sering berbagi pemikiran, berdiskusi tentang hal-hal yang mungkin terlihat sepele bagi orang lain, tapi sangat bermakna bagi mereka berdua. Abah selalu mendorong Iza untuk berpikir mandiri, untuk berani mengambil keputusan sendiri, dan untuk selalu berpegang pada prinsip kebenaran.

Hingga suatu hari, tiba waktunya bagi Iza untuk meninggalkan desa kecilnya dan melanjutkan pendidikan di kota besar. Ini adalah langkah besar dalam hidupnya, dan meskipun berat, Iza tahu bahwa ini adalah bagian dari perjalanannya untuk menjadi seseorang yang lebih baik, seperti yang selalu diinginkan Abah.

Sebelum berangkat, Abah memeluknya erat. "Ingat, Za. Di mana pun kamu berada, tetaplah jadi diri sendiri. Jangan pernah melupakan asal usulmu, dan selalu pegang teguh apa yang sudah Abah ajarkan," bisik Abah dengan suara penuh kehangatan. Iza hanya bisa mengangguk, menahan air mata yang hampir tumpah.

Dengan tas yang sederhana, Iza melangkah meninggalkan rumah, menuju dunia yang baru, penuh tantangan, dan juga kesempatan. Meski jauh dari Abah dan desanya, Iza tahu bahwa ia membawa sesuatu yang lebih berharga dari sekadar bekal fisik: nilai-nilai hidup yang telah ditanamkan oleh Abahnya sejak ia kecil.

Anak AbahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang