A Cruel City

119 19 0
                                    

Kepulan asap nikotan terus mengepul dan membumbung tinggi, hingga lenyap tak tersisa. Laki-laki itu tak pernah tak bisa menghilangkan rasa pahit di mulutnya, jika tidak dengan rokok yang ia pegang tiap harinya. Benar-benar menggambarkan perokok aktif.

"Aku telah  memperingati mu untuk tak merokok dalam ruangan Tuan Lee yang terhormat. Sepertinya anda perlu membenahi telingamu". Laki-laki berperawakan tegap dan berotot masuk kedalam ruangan tanpa mengetuk.

"Aku juga telah memperingatkan mu untuk selalu ketuk pintu Jaemin. Sepertinya kau yang perlu memeriksakan telinga mu". Ia mematikan rokoknya yang masih tersisa setengah.

"Hm.. ya ya. Terserah, cepat tanda tangan saja ini". Jaemin menyerahkan berkas laporan.

"Jangan lupa pukul tiga kita pertemuan penting Haechan. Jangan kabur, karena ini benar-benar mendesak. Tapi kalau kau ingin bangkrut ya terserah". Jaemin merapikan beberapa berkas yang telah di tanda tangani oleh Haechan.

"Ancaman mu tak pernah berubah"

"Memang apalagi yang bisa digunakan untuk ancaman? Itu cocok untukmu yang gila harta, uang, dan kekuasaan".

"Sudahlah, pukul tiga aku akan kembali lagi". Jaemin beranjak dan keluar ruangan.

Haechan kembali menyalankan tembakau untuk kesekian kalinya di hari ini. Panas terik yang menerobos lewat kaca tak ia hiruakan.

Ruangan luas itu hanya terisi oleh satu orang, tentu hanya Direktur Utama Lee Haechan. Warna putih yang mendominasi ruangan tidak menjadikan ruangan itu bersih, tidak akan pernah bersih selagi si pemilik masih menggunakan cerutu itu disini.

Kedudukan tinggi yang ia miliki sangat sepadan dengan wajah yang tajam dan dingin, jangan lupakan sifat otoriter manusia kaya.

Selagi asap itu mengepul, ia juga beberapa kali menjilat bibir coklatnya. Pahit.

Mata tajamnya tidak teralihkan dari layar komputer dihadapannya, menampilkan grafik saham yang ia kelola. Ucapan sang sekertaris memanglah benar, ia adalah manusia gila harta.

Cukup sulit untuk menyebutkan berapa banyak uang yang ia miliki, tapi sangat mudah terlihat dengan bisnis dan proyek yang ia lakoni sekarang.

Pemilik hotel bintang lima di Italia, bahkan sudah puluhan cabang ia bangun di tiap kotanya. Inovator label parfum terkenal, serta takkan lupa dengan nikotin kesayangannya yang ia bisniskan pula.

Jadi bisa dibayangkan seberapa gelap hati dan perasaannya karena uang.

Pintu kokoh itu terbuka, menampilakan kepala Jaemin. "Ayo, budak-budak mu telah menunggu". Haechan terkekeh dengan sindiran sekertaris nya.

Ia berdiri, mengambil jas nya dan melangkah mengikuti Jaemin yang ada di depannya.

Ruang pertemuan telah penuh. Udara dalam ruangan semakin terasa dingin ketika sang pemilik kekuasaan duduk dihadapan mereka.

Tiap kalimat yang mereka ucapkan selalu hati-hati dan was-was, kalimat yang salah terucap dapat membawa terjun ke neraka saat itu juga.

"Stop". Laki-laki yang sedang berbicara pun merasa lidahnya kelu.

"Ulangi kalimat terakhirmu"

Dengan sedikit tergagap, ia mengulangi kalimat yang baca "Dengan h-hal tersebut, akan dilakukan negosiasi kembali bersama pemilik tanah"

"Awal proyek itu kapan?"

"D–dua ta–tahun lalu"

"Sampai sekarang?" Mata Haechan menatap karyawannya tajam.

"Cukup sulit bagi kami untuk negosiasi dengan pemilik tanah Tuan Lee. Mereka selalu menolak menjualkan tanahnya"

"Dan kalian tidak langsung mengatakan padaku? Bahkan sampai dua tahun!!". Suara Haechan meninggi pada kalimat terakhirnya.

A Drop Of Thick Red Wine (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang