Aku membuka mata, pagi sudah datang dan seperti biasa. Aku terbangun di ranjang dingin yang kosong tanpa kehadiran suamiku. Aku meraba ke sisi kosong itu dengan tatapan berduka. Sepertinya aku memang akan pergi tanpa pernah benar-benar mengatakan padanya perasaanku. Aku tidak ingin menahannya, tidak ingin dia bersedih untukku. Jadi seperti ini memang lebih baik.
Menarik napas dan menghembuskannya perlahan, aku tidak mau terganggu lagi. Aku sudah lama mulai terbiasa, tapi karena kematian sudah dekat membuat aku menjadi melankolis lagi pada kenyataan itu. Aku berbalik dengan mata yang segera tertutup. Tapi kecepatan tertutupnya mataku kalah dengan kecepatan dia terbuka.
Aku melotot tajam dan segera bangun lalu menyandarkan tubuh di kepala ranjang, melihat Archie yang sedang duduk nyaman di kurs dengan mata mengarah padaku. Fokusnya sepenuhnya ada padaku.
"Kau ... masih di sini?"
Archie menatap dengan agak bingung. "Lalu akan di mana aku?"
Aku menelan ludah susah payah. Ada apa dengan pria ini? Kenapa dia tampaknya berubah dalam semalam? Dulu dia benar-benar tidak akan bertahan di ruangan yang sama denganku selama satu jam. Seolah aku begitu mengganggunya hingga membuat dia begitu tidak mau ada di tempat yang sama denganku.
Sekarang bukannya berada di ruangan yang sama, dia malah sepenuhnya seperti sedang menungguku dan tampak baginya tidak masalah baginya selama apa pun dia di sana. Selama aku menikmatinya.
"Aku mau minta maaf untuk yang semalam. Kau harusnya tahu bukan itu maksudku. Uangku adalah milikmu juga. Kita pasangan jadi sudah sewajarnya kau memakai uangku, menghabiskannya juga tidak masalah. Selama itu bisa membuatmu senang."
"Sungguh tidak masalah menghabiskannya?" tanyaku dengan mata berbinar.
Dia meletakkan sesuatu di nakas. Aku memperhatikan dan itu adalah kartu lain.
"Yang aku berikan dan yang ini sama-sama tanpa batas. Kau gunakan sepuasmu."
Aku memiringkan kepala dengan kebingungan. Sepertinya Archie benar-benar sakit. Tunggu, apa waktunya juga tidak lama sama sepertiku? Aku segera menggetok kepalaku karena pikiran buruk tersebut. Aku memang tidak senang dengan perlakuan Archie sebagai suami. Tapi itu tidak lantas membuat aku membenarkan pemikiran kalau Archie akan mati sebentar lagi.
Lebih dari siapa pun, aku mungkin salah satu orang yang menginginkan hidupnya panjang dan lama.
Archie duduk di sisiku dan menyentuh kepalaku, membuat aku hendak menjauh tapi dia menahanku, membuat wajah kami sangat dekat. "Jangan menyakiti dirimu sendiri."
Aku memandangnya dengan wajah berkerut. Aku benar-benar tidak mengenal pria perhatian dan penuh kasih sayang di depanku ini.
Suara teriakan membuat aku dan Archie menatap ke arah pintu. Kami berdua segera bangun dan bergegas keluar kamar. Aku berjalan di belakang Acrhie dan dia menjadi tamengku di depan. Jelas itu suara teriakan Tammi yang membuat aku mempertanyakan, drama apalagi yang diperbuat wanita itu. Sepertinya dia siap dengan drama barunya membuat Archie salah paham padaku dan membuat pria ini memihak padanya. Dia pandai menarik simpati orang lain. Mesku aku sendiri tidak yakin apakah itu akan berhasil pada Archie atau tidak.
Tapi ketiak kami tiba di sumber suara teriakan, aku terpana dengan senyuman lebar. Mengambil langkah ke arah semua barang yang memenuhi ruang utama rumah dengan tas-tas belanja yang berjejer. Aku memeriksanya satu per satu dan pas dengan yang aku pesan. Aku memang sengaja meminta mereka mengirimkannya esok hari dan tepat di pagi hari. Untuk mengejutkan Tammi dan membuatnya tidak bisa bernpas lagi.
Aku melirik ke arah Tammi, dan benar saja. Darah surut dari wajahnya yang membuat aku hampir tertawa dengan sangat keras. Tapi begitu aku menatap Archie, yang jelas tidak masuk ke dalam rencanaku, aku berwajah mendung. Dia tampaknya menatap penuh ingin tahu ada apa dengan barang-barang yang begitu banyaknya ini. Apa dia merasa keberatan aku menghabiskan uangnya?
"Apa sebenarnya yang kau perbuat ini, Lea? Kau membeli semua barang ini untuk apa? Kau mau jualan?" Tammi bertanya dengan nada kerasnya.
"Aku akan memakainya tentu saja."
"Sebanyak ini?"
"Ya. Apa masalahnya?"
Tammi menatap ke Archie, membutuhkan seseorang membantunya bicara. Apalagi orang itu adalah yang berkuasa di rumah. Pasti membantu.
Archie mendesah, dia menatap pelayan yang menunggu perintah. "Bawa semuanya ke kamar dan letakkan dengan benar. Lemari itu memang terlalu kosong, bagus diisi."
Tammi membuka mulutnya tapi tidak ada kalimat yang bisa dia keluarkan. Namanya sudah cukup buruk semalam, dia tahu harusnya tidak menambahkannya. Archie akan lebih tidak senang padanya.
"Baik, Tuan." Pelayan segera bergerak.
Aku menatap tiga pelayan yang segera beranjak pergi dengan membawa semua barang. Mereka sepertinya akan kembali beberapa kali untuk bisa mengangkut semuanya.
Tangan Acrhie terulur padaku. "Sarapan dulu."
"Aku belum mandi dan sikat gigi."
"Lalu nanti."
"Tapi Tammi bilang ...."
Tammi yang mendengarku segera memberikan aku senyuman manis dengan mata penuh peringatan. Tammi sudah akan bergerak mendekatiku, mungkin memberikan beberapa tepukan agar aku tidak mengadu pada apa yang dia katakan dulu padaku di hari pertama aku menjadi menantu di rumah ini.
Tapi sebelum Tammi bisa memberikan gerakan yang membuat aku bungkam, Archie sudah meraih pinggangku dan membawa aku ke sisinya. Membuat Tammi hanya berdiri sendiri di sana. Menatap pada Archie yang memberikannya pandangan tidak senang.
"Apa yang dikatakan Tammi?" tanya Archie dengan penuh tekanan pada apa pun yang menjadi jawabannya, dia ingin aku berkata jujur padanya.
Oh, aku bukan Azalea yang dulu lagi, yang akan menyembunyikan segalanya demi kedamaian dunia. Dunia mengacaukan aku, maka akan kubuat mereka semua yang ada di lingkaran itu tidak tenang.
Aku mendongak ke arah Archie, dengan wajah lugu yang aku purakan, aku bicara, "Tammi bilang kalau aku tidak mandi dan menggosok gigi, aku akan sangat kotor kelihatannya. Kau tidak akan senang dan akan mencari perempuan lain. Jadi kalau aku tidak ingin kau mencari wanita lain di belakangku, aku harus mandi dan gosok gigi. Juga memakai pakaian yang bagus, bukannya hanya mengenakan piyama tidur seperti ini."
Archie yang mendengarnya menatap Tammi dengan tatapan penuh kemarahan.
"Aku tidak mengatakan itu!" seru Tammi membela diri sebelum Archie bicara. "Aku sungguh tidak mengatakannya. Aku hanya meminta dia menjaga martabat keluarga dan tidak mempermalukan kami semua. Terutama mempermalukanmu. Aku melakukannya demi kamu, Archie. Demi keluarga ini."
"Kau pikir dia membuat aku malu? Hah?"
Tammi dengan lemah segera jatuh ke lantai. Sepertinya mulai sekarang dia akan sering jatuh ke lantai.
***
Ready Ebook di playstore
Tamat di karyakarsa ya
Bisa beli pdf di aku
Sampai jumpa mingdep 😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Presiden - TAMAT
RomanceAzalea Edward harus menerima kenyataan pahit saat dokter menyerahkannya surat keterangan kesehatannya yang menyatakan kalau dia mengalami kanker lambung. Setelah hidup dalam penderitaan bersama mertua kejam, takdir malah memberikannya pil pahit lain...