"Kakak, maaf karena membuatmu khawatir, aku kehilangan kereta kudaku. Aku mengira kakak masih menunggu ditempat perbelanjaan."
Maeryn yang kedinginan masih memikirkan keadaan kakaknya, namun disisi lain Elora murka karena adik yang dibencinya ini malah kembali dengan selamat.
"Lupakanlah Maeryn, sebaiknya bersihkanlah tubuhmu dan jangan lupa untuk mengobati lukamu, karena ayah sedang dalam perjalanan pulang. Kita harus menyambutnya bersama-sama."
Tanpa menjawab kalimat sang kakak, Maeryn meninggalkan Elora yang masih berdiri.
Elora sengaja memasang wajah sesedih mungkin agar adiknya itu tetap merasa bersalah.***
"Tuan Marquess telah kembali."
Seruan dari penjaga kastil terdengar nyaring, membuat Elora dan Maeryn segera menghampiri sang ayah yang telah memasuki pintu kastil March.
masing-masing diantara mereka bergantian melepas kerinduan pada sang ayah.
Marquess lega tak mendengar kabar buruk mengenai kedua putrinya saat ia tak ada ditempat. Malah berita baik yang diterimanya, karena Elora menulis surat bahwa ia telah menjadi kekasih putra mahkota.
"Ayah, mari kita makan malam bersama, saya merasa sudah sangat lama tak makan malam bersama ayah."
Ucap putri bungsunya yang tak lain adalah Maeryn, tanpa menunggu waktu lama Marquess menganggukkan wajahnya dan mereka bersama-sama menuju ruangan makan.
"Ayah bersyukur kalian semakin dekat, sehingga ayah tak perlu cemas saat menceritakan masalalu yang membuat kalian terpisah."
Seketika Elora menghentikan makannya, ia terkejut mendengar kalimat itu, ia jadi teringat kembali wanita yang merebut kebahagiaan ibunya hingga lahirlah anak haram yang duduk tepat disebelahnya ini.
"A,aku sedikit terkejut, namun yang ayah katakan ada benarnya, apakah ayah bisa menceritakannya sekarang?"
Dengan menahan penuh kebencian, Elora mencoba tetap tenang, ia memang penasaran akan cerita itu, agar ia bisa terus membenci Maeryn.
Marquess menarik napasnya dalam-dalam, dan kemudian dilepaskannya hingga suara napasnya terdengar. Tampaknya ia begitu gugup menceritakan masa kelam dirinya pada kedua putrinya itu.
"Baiklah, Ayah akan menceritakannya sekarang dan tak akan ada yang Ayah tutupi lagi."
Seketika kedua putrinya itu menatap serius kearah Marquess dan iapun mulai bercerita.
"Saat ayah muda, Ayah mengenal gadis bernama Dahlia, kami begitu akrab karena menempuh pendidikan ditempat yang sama. Hingga akhirnya kami saling mencintai, namun kami sepakat untuk merahasiakannya sampai pendidikan kami selesai.
Hingga suatu hari, nenek dan kakek kalian mengajak ayah makan malam dikediaman Duke, disana ayah terkejut saat bertemu Dahlia, namun ayah senang karena kami bisa bertemu lagi, karena selama liburan kami tak saling memberi kabar, apalagi bertemu.Disana ayah baru tahu, keluarga kami telah menjodohkan Ayah dengan putri sulung keluarga itu, yang tak lain kakak kandung Dahlia.
Sehingga membuat kami berdua merasa terpukul, namun ayah berjanji akan mencari cara agar kami bisa bersama, Ayah menceritakan segalanya pada Nenek dan Kakek kalian, nihilnya tak ada yang berubah, hingga setelah lulus dari pendidikan, kami langsung menikah.Ayah yang mencintai Dahlia tak bisa melepaskannya, begitupun dia yang telah pergi dari rumah tetap ingin menjalin hubungan dengan ayah meski ia tahu ayah telah menikah dengan kakaknya, kami menjalin kasih dengan sembunyi-sembunyi agar tak diketahui siapapun.
Saat ia mendengar kakaknya tengah mengandung, Dahlia merasa rendah diri dan takut kebahagiaannya akan sirna jika Ayah fokus pada keluarga.
Hingga ia memaksa untuk mengandung juga, ia ingin memiliki kenangan bersama ayah, meski kami tak bisa menikah.
Dan akhirnya Maeryn lahir, Dahlia merasa kehidupannya telah sempurna, karena kami yang saling mencintai telah memiliki keluarga kecil, membuat Ayah jarang pulang karena terus disisi Dahlia.
Hingga suatu ketika, Istriku tahu tentang hubungan kami dan ia tampak terpukul, ia terus menangis dan menyalahkan dirinya, membuat ia jatuh sakit dan kehilangan nyawanya."
Seketika kedua putrinya menitikkan airmata setelah mendengar cerita tragis itu.
"Bukankah ibu bunuh diri ayah?"
Pekik Elora yang tak terima akan ucapan yang mengatakan ibunya meninggal karena sakit.
"Elora, maafkan ayah."
Sontak Marquess bersujud dihadapan kedua putrinya.
"Saat itu ayah tak ada dikastil, orang-orang yang membenci ayahlah yang membuat rumor itu, ayah mengaku salah, namun ayah mohon jangan ikut membenci ayah."
Ia menangis memohon ampun pada putrinya itu, sementara Maeryn hanya mematung, namun air mata tak berhenti mengalir dipipinya.
Yang diingatnya ibu dan Ayah hanya orang yang saling mencintai, namun harus terpisah karena kekejaman bangsawan. Bahkan ia tak tahu jika ibunya itu putri seorang Duke, karena ibunya tak pernah bercerita mengenai asal-asulnya, ia hanya tahu tentang ayah dan ibunya yang terpaksa berpisah.
Seketika Elora berlari meninggalkan ruangan makan, membuat Marquess bangkit mencoba menghentikan Elora .
"Ayah, jika kau mencintai ibu harusnya Ayah juga pergi dari rumah bersama ibu, Saya ingat ibu yang terus tersenyum saat menceritakan tentang ayah, meski ayah tak pernah kembali menemui ibu sampai ia juga harus kehilangan nyawanya karena sakit akibat merindukanmu."
Airmata yang jatuh dipipi Maeryn semakin deras dan perlahan ia juga meninggalkan Marquess.
"Maeryn, jangan seperti ini, maafkan ayah, ayah mohon."
Sang ayah mencoba membujuk Maeryn yang tengah kecewa. Sontak Maeryn teringat ibunya yang begitu mencintai sang ayah, hingga akhirnya ia memaafkan sang Ayah.
Disisi lain, Elora yang benar-benar murka dan kecewa, mengurung diri didalam kamarnya.
______________________________________
Hallo, apa kabar?
maaf baru bisa update karena sebelumnya fokus sama Cerita Cedric Eleanor Rothesay 😊
cerita itu udah pindah ke platform lain, tapi belum tamat juga 🤭
![](https://img.wattpad.com/cover/367325540-288-k840099.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
When Love and Revenge Become One [END]
Исторические романыElora Dauphine nekat mendekati Pria yang tak dicintainya demi membalaskan dendam kepada sang adik tiri, Fleur Maeryn. Namun Zedekiah Kael, seorang putra mahkota tertarik dengan perangkap Elora. sayangnya Elora mencintai pria lain, Grand Duke yang ta...