06; hujan sore itu

43 6 6
                                    

November dipenuhi dengan hujan disetiap harinya, sialnya sore ini Dera tidak membawa payung yang padahal telah ia siapkan semalam. Tangannya sibuk mengotak atik handphone yang digenggam, terus terusan ia memecan ojek online namun tidak ada yang mem-pick-up, —ah ini karena hujan deras, makanya tak ada satupun yang menerima orderannya.

Dari kejauhan Aksa melihat dera yang berdiri sendirian dengan raut wajah yang cukup kesal, tanpa bertanya 'pun Aksa sudah paham dengan situasi ini.

"Pak, boleh pinjem payungnya?" Tanya Aksa pada seorang lelaki yang tengah menutup payung itu sebelum berjalan di koridor.

"Boleh, boleh, nanti taruh aja di pos satpam ya." Saut laki-laki itu, pak Adi namanya.

"Nuhun pak."

Aksa kemudian berjalan menghampiri Dera dengan payung yang siap melindungi mereka dari hujan sore ini.

"Ayo pulang bareng." Dera menoleh, mendapati Aksa yang sudah siap dengan satu payung berlogo ayam tersebut.

"Loh Aksa? Kok kamu di sini? Ngapain?." Tanyanya bingung.

"Udah nanti aja nanya-nya, sini dulu, kita ke mobil aja." Dera tak punya pilihan lain, selain menuruti apa yang aksa katakan.

Dera melirik payung yang dikenakan Aksa "Payung kamu lucu banget ada gambar ayamnya." Ucapnya.

"Bukan punya ku, punya pak satpam." Jawabnya dengan senyum manis khas Aksa.

"Tadi aku pinjem." Sambungnya.

Mereka melakangkah diatas jalanan tak beratap, yang sudah basah dengan genangan air, sesekali Aksa melirik pada kaki Dera, memastikan sepatu yang digunakan Dera tidak licin dan menyebabkan Dera akan tergelincir nantinya.

Baru setengah jalan mereka tempuh, karena parkiran memang cukup jauh dari tempat Dera berdiri tadi, jalan mereka lambat, disebabkan jalanan licin yang bisa saja membuat mereka berdua jatuh bersama kalau saja tidak hati-hati. Semakin lama Aksa semakin menggeser payung itu agar Dera tidak terkena basah air hujan. Dera yang menyadari pundak kiri Aksa mulai basah karena tak terkena payung, langsung menggenggam batang payung dan medorongnua sedikit hingga mereka sama-sama tertutup payung.

"Pegang payungnya sama-sama, kalo kamu yang pegang, kamunya masih basah." Ucap dera dengan tangan yang juga menggenggam batang payung tersebut. Kedua matanya melihat kearah Dera dan Tangan mereka secara bergantian.

Deg. Sial!! Jantung Aksa berdegup sangat kencang, kemudian mengalihkan pandangannya ke arah lain, Berusaha untuk tenang agar tidak salah tingkah.

"Masa sih gitu doang jatuh cinta?." —Aksa membatin.

Sesampainya di mobil mereka awalnya tak banyak bicara hingga sampai saat Aksa turun di pos satpam untuk mengembalikan payung yang dipinjamnya. Dera melihat jelas Aksa menyelipkan uang berwarna biru di dekat payung itu, pikirnya Aksa memang anak yang baik dan tau arti berterima kasih.

"Laper ga? Cari makan dulu mau?." Tanya Aksa

"Boleh deh, biar ga nanti ga perlu keluar lagi." Jawab Dera.

Setelah berpikir mau makan di mana, akhirnya mereka memutuskan untuk makan di Familymart saja biar sekalian jajan, katanya.

"Kamu mau apa?" Tanya Aksa.

"Hmm, crispy chicken korean buldak."

"Ada lagi?" Tanya Aksa lagi.

"Tambah somaynya deh." Kata Dera.

"Duduk luar aja yuk." Ajak Dera. Aksa mengangguk tanda meng-iya kan permintaan Dera.

"Sa, kamu kalo ngeliatin aku kenapa kaya gitu, mau tanya apa? Kok kayanya kamu mau nanya tapi ragu gitu?." Ucap Dera, ia heran dengan Aksa yang tiba-tiba menatapnya dengan binar mata setuja pertanyaan.

"Soal malam itu— ehh ga jadi deh takut kamu ga nyaman." Katanya. Aksa selalu takut ketika lawan bicaranya tidak nyaman dengan apa yang ingin ia bahas atau ia tanyakan.

"Ohh itu, soal itu, aku minta maaf karena tiba-tiba pergi, aku juga makasi sama kamu karena udab anterin aku sampai kos dan kasih izin Abi dan Bian nginep di tempat kamu, waktu itu keadaan aku lagi ga baik-baik aja, dan super sensitif, maaf ya, aku juga belum bisa cerita itu sekarang, maaf." Ucap Dera.

Aksa fokus mendengarkan setiap kata yang Dera ucapkan, kalimatnya sangat hati-hati dan selalu minta maaf, padahal tidak ada yang salah. "Kamu ga perlu minta maaf, ga ada yang salah, perasaan kamu saat itu valid, aku yang harusnya minta maaf karena terkesan mau tau urusan kamu, aku bertanya-tanya karena setelah malam itu kamu ga pernah keliatan di instagram, kalo di kampus aku juga emang jarang liat kamu karena kita beda fakultas." Ucapnya.

"Kamu juga ga perlu minta maaf sa, wajar banget kok kalo kamu mau tau, karena emang kamu yg bantu aku malam itu, dan aku memang sengaja menghilang, aku lagi tenangin pikiran aku, ada banyak hal yang perlu aku lupain." Dera menyelesaikan kalimat itu dengan sebuah senyuman manis yang tak pernah Aksa lihat sebelumnya.

"Sekarang gimana? Apa kamu jadi lebih tenang, setelah coba mengurung diri gini?" Tak ada sepenggal kata dari mulut manis Dera, hanya sebuah gelengan kepala yang kemudian menunduk.

"Ra, jangan nunduk. Aku gak lagi marahin kamu, aku cuma tanya aja." Aksa mendangkah lembut dagu Dera dengan telapak tangannya "–kamu coba denger aku ya ra, siapa tau kamu setuju...

Raa—" ucapnya menggantung, ia sisir lembut rambut panjang Dera yang menjuntai indah menghalangi wajahnya, ia sisipkan pada belakang daun telinha Dera sebelum melanjutkan kalimatnya. —kamu itu sebenarnya bukan butuh sendiri. Tapi, kamu butuh ditemani, kamu sendirian itu malah buat kamu semakin overthinking ra, karena kamu ga menemukan jawaban apapun dari semua pertanyaan yang ada di pikiran kam—" Aksa menghentikan kalimatnya, karena Dera yang tiba-tiba sana menangis. Jujur Aksa sebenarnya lumayan panik karena melihat Dera yang menangis.

"Ra maaf, aku ga maksud buat kamu nangis." Ucapnya dengan wajah polos dan mata yang ikut berbinar.

"Apa si saa." Derana terkekeh sambil menyeka air matanya. Dia tidak bisa menahan tawa karena melihat Aksa yang langsung merasa bersalah dan malah hampir ikut menangis.

"Sa denger ya, aku banyak-banyak terima kasih sama kamu, ternyata kamu benar, aku cuma butuh ditemani bukan sendirian. Makasih ya karena hari ini aku merasa lebih tenang ." Ucapnya dengan tangan yang bersila di atas meja, dan jangan lupakan senyuman manis itu, walau matanya masih tersisa airmata. Aksa mematung melihat Dera yang sangat menarik di hadapannya, jantungnya terus berdegup kencang, sampai ia takut kalau detaknya akan terdengar oleh Derana.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 09 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sandyakala;Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang