04; kalah bertaruh

49 9 4
                                    

Alam 'pun seolah terbangun dari tidur lelapnya. Derap langkah kaki memecah keheningan, disusul kicau burung yang saling bersautan, seolah sedang menyapa pagi hari ini.

Kreeekk

Dera menoleh pada sumber suara berasal, di ambang pintu, sudah berdiri seorang paruh baya berusia sekitar 40 tahun, dengan rambut hitam nan panjang yang terikat rapi.

"Morning ka, gimana tidurnya? Turun dulu sarapan, ayah sama adek mu udah nunggu di bawah tuh." Ucapnya sembari berjalan menghampiri Dera dan mengusap lembut rambut putrinya yang sudah lama tak ia lihat wajahnya.

"Morning bun, Dera tidurnya nyaman kok bun, kangen banget tidur di kamar ini." Senyumnya terpancar cerah menyambut perasaan gembira dari energy positif yang bundanya berikan pagi ini.

-

"Semalem kamu ajak kemana kakak mu." Tanya ayah yang sudah selesai dengan sarapannya

Abi menyelesaikan suapan terakhirnya sebelum akhirnya menjawab pertanyaan sang ayah. "Muter-muter aja yah, city light, terus makan sate taichan, soalnya Abi tau banget nih, kakak pasti di kos cuma belajar, tidur, makan." Jawabnya sambil menaikan alis sebelah kearah Dera.

"Nggak ya!!! Kakak kadang main juga kok, yah. Sama Nakeya." Jawab Dera tak mau kalah.

"Iya lah gak apa-apa main, yang penting masih inget waktu, dan tau, mana yang baik dan buruk ya kan, kak." Kali ini Bunda yang menyauti.

"Lagian kan....  kakak ada pacar di sana, pasti sering lah jalan-jalan." Seketika suasana menjadi awkward karena Abi yang tiba-tiba tersedak dan saling pandang dengan Dera. Paham dengan situasi akhirnya sang Ayah yang tadi bersuara kembali mengatakan "Ups, kayanya ayah salah ngomong–

–okeeyy, kalo udah selesai Abi kasih makan burung-burung ayah di depan, kakak kalo mau main keluar bawa aja motor adek mu itu." Ucap ayah akhirnya.

"Ihhh ayah kok gituu sih, kakak jangan bawa motor aku lah, atau aku ikut deh kak, aku aja yg nyetirin." Katanya protes, sedangkan Dera dan Bunda hanya tertawa melihat Abi yang selalu jadi korban keisengan Ayahnya.

-

Seolah paham dengan perasaan Dera, langit yang semula memancarkan sinarnya, menebar kehangatan, kini menjadi gelap mencekam, kilap petir yang muncul bersamaan dengan hujan membuat Dera terkejut bukan main, buru-buru ia menutup jendela agar tak ada air yang ikut membasahi kamarnya.

Ben, aku kalah. Ternyata aku gak bisa secepat itu lupain kamu, aku masih terus kangen kamu ben.

Dia menantikan pulang pada rumah yang telah hilang, berharap semua bisa kembali seperti dulu namun itu hanya angan yang akan sia-sia. Bentala-nya sudah pergi entah kemana, sedang ia masih di sini dengan rasa sakit yang membesar, dia yang mengakhiri dan dia yang menyesal, namun memang tidak ada pilihan lain selain memaksakan untuk usai walau masih belum selesai.

Dia yang terus berharap akan dicari namun nyatanya, tidak. Bentala bahkan memang sengaja pergi dan tak akan kembali, seandainya Bentala tau jika Dera tak ingin dirinya pergi, Dera hanya akan berjalan maju dengan dirinya, dan tak bisa apa-apa tanpa dirinya, apa Bentala akan kembali?

"Dera, bisa!! Lu pasti bisa kok lupain dia pelan-pelan, ga apa-apa kalau belum bisa sekarang, pelan-pelan aja ya." Monolognya yang tak sengaja didengar Abi yang ternyata tengah berdiri di belakang Dera sedari tadi.

Abi kemudian memeluk Dera dari belakang, hangat; itu yang Dera rasakan.

Ia menahan tangisnya. Gadis itu menguat-nguatkan dirinya agar tidak kembali menangis, padahal air matanya mungkin sudah tak terbendung lagi, gadis itu tetap menahan tangisan, dengan tangan yang memilin bajunya sendiri hingga kusut, sesaat kemudian Abi yang melihat itu menarik tangan gadis itu agar tak memilin baju itu lagi, Abi duduk bersimpuh di depan kakaknya, menggenggam erat jemari lembut gadis itu yg terus menunduk menutupi wajahnya dengan rambut panjang yang terurai, suara lembut mengalun dipendengan gadis itu, "kak, semua baik-baik aja kan?" Pertanyaan yang akhirnya mendobrak benteng pertahan air mata yang kemudian roboh. Ia tarik lelaki yang lebih muda darinya untuk ia dekap, sedang lelaki itu semakin dibuatnya bingung.

Dera mengusap air matanya dengan punggung tangan, dikesempatan itu Abi meraih tissue yang berada pada nakas dan memberikannya pada Dera.

Masih dengan nada yang terisak, Derana menceritakan kisahnya pada Abi; Abi sebenarnya marah, jika saja dia bisa membalas barang sebuah pukulan, dia ingin sekali menghajar habis Bentala yang dengan berani menyakiti Derana, Derana benar-benar dibuang begitu saja oleh Bentala, karena bayangkan setelah hampir 1 bulan tidak menghubungi dan kabar terakhir adalah lelaki itu yang pergi bersama wanita lain, bahkan pesan perpisahan terakhir yang Derana berikan diabaikan oleh Bentala. Abi bersumpah, jika ada kesempatan bertemu dengan lelaki itu, dia akan menghajar habis lelaki tersebut dengan tangannya sendiri.

-

Hujan telah pergi, meninggalkan sisa-sisa bau tanah selepas hujan yang banyak disukai oleh beberapa manusia, termasuk Derana, kini cahaya matahari sore menyinari trotoar kafe classic, di mana Derana duduk menghadap jalan yang dipenuhi pasangan yang berjalan saling bergandengan tangan, ada juga yang duduk di depan kafe-kafe saling berbicara dan bahagia.

Sambil menikmati secangkir coklat hangat gadis itu melamun, mengingat bagaimana ciuman pertamanya dengan Bentala kala itu, kedua tangan saling bertaut, tatapan penuh cinta mengantar mereka pada sebuah ciuman yang hingga kini masih teringat jelas dalam pikiran gadis itu, mengingat hal itu membuat jantungnya berdebar kencang karena diwaktu yang bersamaan ia juga ingat betul bagaimana Bentala mencampakkan dia.

Derana kalah lagi, kalah dalam bertaruh dengan diri sendiri. Setiap pergerakan yang dilihat akan selalu mengantar pikirannya pada ingatan tentang kenangan indah kala masih bersama.

Derana masih bertanya-tanya perihal mengapa ia ditinggalkan?

Apa dia tidak layak untuk dicinta?

Apa dia tidak se-worth it itu untuk mendapatkan kebahagiaan?

Salahnya apa?

Kenapa harus secara tiba-tiba?

Derana tau, banyak perubahan dari mantan kekasihnya saat itu, tapi Derana yakin kekasihnya pasti masih mencintainya, Derana yakin kalau mereka akan baik-baik saja. Tapi–

–itu hanya sebatas ekspetasi Derana, bukanlah kenyataan yang ada.

Sandyakala;Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang