3.

212 46 0
                                    

"Putra kaisar?" Heaven ingin memastikan.

Sebelumnya jika dia bangsawan, pengeran, atau bahkan Raja, Heaven tidak peduli. Tapi jika dia anak kaisar, matilah Heaven!

Kaisar pangkatnya lebih tinggi dari Raja. Yang artinya 4 kerajaan di benua ini, semuanya tunduk pada Kaisar.

Lalu didepannya ini, adalah putra mahkota. Yang jelasnya akan menjadi Kaisar sebentar lagi.

Sialan!

Heaven sudah memalak calon Kaisar! Gawat!

"Itu benar."

"Sorry men" Seru Heaven sebelum berlari terbirit-birit. Gitar dan violin yang dibawanya bahkan seperti tidak ada harga dirinya karna bentrok satu sama lain.

"Tunggu! Koin emas saya sudah anda ambil, lalu bagaimana dengan suara indah itu?!"

"Tunggu sebulan lagi!" Balas Heaven berteriak.

Bohong. Heaven berbohong. Mana mungkin dia mau bertemu lagi dengan putra mahkota itu. Itu sama saja menyerahkan nyawanya pada calon kaisar karna bersikap terlampau kurang ajar.

"Baiklah!"

Heaven menepuk jidatnya. "Percayaan banget dah!"

"Ke kerajaan timur seru kali ya" Heaven berada di tengah tepian barat. Tepatnya kekaisaran Schwerash, yang berbatasan langsung dengan kerajaan Barat.

Tempatnya bertemu dengan putra mahkota kekaisaran tadi, adalah tepat portal perbatasan antara kekaisaran, dan kerajaan barat.

Dan salahnya Heaven malah berlari menuju barat. Membuatnya memakan waktu jika hendak pergi menuju timur.

"Ke Utara aja deh yang deket" Putus Heaven sebelum berbelok menuju dermaga dagang.

"Gue tuh sebenernya nggak takut sama kaisar atau putra mahkota, gue juga bisa aja tuh bunuh mereka. Tapi gue mikir kedepan, pake otak gue. Logikanya kalo gue ditangkep atas tuduhan pungli, terus mereka bunuh atau penjarain gue, sia-sia dong gue pindah ke tubuh Heaven? Mending mah cuman jadi incaran kaisar, lah ini otomatis semua benua bakal cari gue karna korbannya putra mahkota. Gue ogah banget jadi buron lagi. Gue cuma pengen hidup tentram sambil nipu orang." Celoteh Heaven sepanjang jalan.

Dia sama sekali tidak menutup mulutnya sepanjang perjalanannya menuju dermaga.

Sejujurnya, tittle dingin yang Alaska dapat hanya ampas. Dia yang dikenal monster oleh para warga sebelumnya, hanya pemuda normal biasa.

Dia yang banyak bicara, dan dia yang suka tertawa sekarang memang berbanding terbalik dengan dirinya dulu yang suka membunuh para idiot-idiot merugikan.

Ya, Alaska memang sedikit kejam. Tapi layaknya remaja, dia hanya butuh kasih sayang sebenarnya.

Hidup sebatang kara dengan rumah kecil dipinggiran desa, membuatnya ingin dilihat. Bukan sebagai monster seperti apa yang mereka beri diam-diam julukan itu.

Tapi, sebagai pemuda berbakat yang pandai bermain violin.

Untuk itu, takdir berkata lain. Takdir sudah digariskan untuk dirinya terus kesepian di kehidupan dulu maupun sekarang.

Sampai ia berpikir, 'setidaknya untuk kehidupan keduanya ini, dia hidup tanpa orang-orang itu'

Dia hidup untuk dirinya sendiri. Tanpa berharap pengakuan, ataupun kasih seseorang.

Dia akan bahagia sendiri. Tanpa tittle jelek yang diberi orang, diam-diam padanya.

***

"Pak, ni kapal mau ke Utara?" Tanya Heaven pada seorang pria yang sepertinya penumpang kapal.

Heaven Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang