Prolog

39 8 5
                                    

Dia benci gerimis, situasi di mana langit mengerluarkan kilatan yang terus mengaduk-aduk warna abu dan putih mencolok di langit, juga petir yang kapan saja bisa menyakiti dadanya.

Di samping gundukan tanah itu, dia masih terduduk dengan wajah datarnya. Sendiri di sini. Masih sempat mengusap wajahnya yang terkena percikan gerimis kemudian mengusap batu nisan di hadapannya. "Maaf. Maafin gue ...."

Hendak berlalu pergi, langkahnya tertahan saat netranya menangkap seorang cowok tampan berpakaian hitam dengan aroma khas yang sungguh ia kenal dan ia rindukan selama ini, sedang menghampiri makam yang juga ia hampiri saat ini kemudian memberikan bunga di sana.

Dia tampak tirus dan tidak terurus dari terakhir yang dia lihat.

"It's been one month but ... aku gak bisa, Thea, aku gak bisa tanpa kamu," ucap cowok itu terdengar menyakitkan. Pertahanannya hancur, akhirnya dia menangis sembari mencium batu nisan di sana.

Mendengarnya, mata cewek itu berkaca-kaca. Ingin dia menghampiri cowok itu kemudian memeluk seerat-eratnya, tapi dia urungkan, apalagi saat cowok itu berdiri dan hanya bertatapan dengan dirinya datar kemudian berlalu pergi diikuti beberapa orang di belakangnya.

Cewek itu tak kuat lagi, ia terduduk di atas tanah itu kemudian menangis sejadi-jadinya didukung oleh hujan yang kian menderas. "So sorry ... I feel sorry, Ello."

Beberapa saat kemudian, ia menenangkan diri, mengusap air matanya, mengubah ekspresinya menjadi datar. "Gue bakal buktiin, gue bakal cari tahu. Lo tenang aja, Ra," yakinnya mengelus batu nisan itu.

***

A/N:

Perhatiin prolognya ya, Guys, karena ini berhubungan banget, but kalo misal blom paham gapapa banget kok, Guys, ntar kalian pasti paham setelah baca keseluruhan. 

The 555Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang