4. Like a Villain

24 7 1
                                    

"What the ...." Ogie terperanjat saat melihat wajah temannya ternodai dengan kuah yang jika dilihat dari kepulan asapnya masih terasa panas. Tidak ada yang berkata-kata lagi kali ini, karena semua orang sibuk dengan rasa terkejutnya sendiri. Begitupun Gidam.

"Queen!" teriak Jacy tak percaya yang dicegah Leda saat dirinya hendak menghampiri Zelira.

Egano menatap Zelira tidak percaya. Sedang yang ditatap malah tersenyum puas. "Kata lo cuma kuah bakso, 'kan? I hope you enjoy that broth," katanya lirih di akhir kalimat dengan tatapan yang ... tidak bisa Egano jelaskan. Tatapan itu sangat berbeda saat dua bulan yang lalu mereka bertemu. Tatapan ini penuh kebencian.

"Oh ya, one thing again. Lo benci 'kan sama gue?" tanyanya kini berekspresi datar, tapi masih tetap tak meninggalkan kesan muak yang amat sangat kentara. "Gue lebih benci sama lo. Gue benci lo lebih dari apapun," katanya penuh penekanan di setiap kata, kemudian ia beranjak pergi, meninggalkan kegemparan yang pecah.

***

"Wah, gilah sih tuh Zelira, bisa-bisanya nyiram seorang Egano pake kuah bakso," ucap Ogie bertepuk tangan dengan ekspresi terpukau pada Egano yang sedang mengelap wajahnya dengan tisu. Saat ini mereka sudah berada di ruang kelas. Ogie pikir, hari ini banyak sekali kelakukan fantastis Zelira yang berubah drastis pada Egano.

"Pertama, Zelira yang udah dua bulan gak balik tiba-tiba muncul dan ngacangin lo. Kedua, Zelira berkata kasar sama lo. Ketiga, Zelira gak mau duduk sama lo, dan ini ... dia nyiram lo pake kuah panas, Man!" katanya sambil menepuk pundak Egano.

"Ah elah, gitu-gitu paling cuma caper ke Egano, lo kayak gak tahu si Medusa itu aja!" celetuk Gidam yang sedang mengerjakan soal Algoritma yang di papan tulis ke bukunya. Sebenarnya, cowok itu ikut kesal tadi, tapi sedikit tenang saat dia dihadapkan dengan soal-soal matematika yang dia rasa cukup menantang.

Perlu diketahui, jika orang lain merasa matematika membuat mereka stress, berbeda dengan Gidam, baginya matematika membuat dirinya yang awalnya stress menjadi lebih bersemangat. Cowok pembenci Zelira nomor dua setelah Egano itu sangat menyukai sesuatu yang berhubungan dengan angka, rumus, dan teori.

Pantas kalau dia dinobatkan cowok paling pintar di kelas ini, ditambah background dirinya yang tidak main-main dengan sering memenangkan olimpiade serta dari keluarga berpendidikan. Cowok dengan ambisi membara itu tidak pernah membiarkan orang lain menang melawannya dalam hal ini.

Kembali pada Ogie yang masih terheran-heran dengan kejadian kali ini. "Tapi lo mikir gak sih, Bro, dua bulan ini dia kemana ya?"

"Palingan sama orang tuanya dimasukin RSJ tuh biar waras. Gue berharapnya sih dia gak balik selamanya. Sekarang dateng-dateng bikin emosi." Gidam menjawab dengan ekspresi jijiknya.

"Tapi, Bro, hari dia cantik juga, gak norak kayak biasanya." Sembari mengelus dagu dengan jari jempol dan telunjuk, Ogie bisa menilik kembali bagaimana tampilan Zelira yang berbeda dari biasanya. Mulai dari make up, rambut, dan tatapan pongahnya. Hanya saja seragamnya terlihat seperti sengaja dibuat setertutup mungkin.

Namun, tetap saja tak meninggalkan kesan cantik cewek itu. Kecantikan Zelira itu sebenarnya terlalu sempurna untuk diabaikan oleh Egano.

"Ya, 'kan, Dar?" tanya Ogie pada cowok tampan beralis tebal yang duduk di bangku paling pojok belakang yang sedari tadi hanya diam, menyimak sambil memainkan catur, dan meneguk minuman kalengnya.

"Gue setuju," jawabnya memajukan pion tepat pada kotak terakhir kemudian tersenyum miring seakan ada sesuatu yang dia pikirkan.

"Nah, 'kan! Dario aja setuju sama gue! Kamu emang partner ter-the best-ku, sayang!" ia mendekati Dario, menepuk-nepuk bahunya, lebih menyebalkannya lagi ikut memainkan catur alias hanya mengacak-ngacak buah catur yang tadinya sudah disusun oleh Dario karena dia gak bisa main.

"Anjing lo!" umpat Dario menoyor Ogie.

Sedangkan Egano hanya memberi ekspresi datar, kemudian tertawa. "Besok paling dia balik lagi," yakinnya mengetahui tabiat seorang Zelira selama ini. Ia ingat betul bagaimana cewek menjebaknya untuk menjadi tunangannya, ia ingat betul bagaimana cewek itu menyiksa Alani gadis yang ia sayangi, dan ingat betul seberapa cewek itu menyukainya bahkan tak akan pernah melepaskan dirinya.

"Cewek jahat itu gak mungkin berubah."

Ya, dan itu pasti. Karena yang paling Egano ingat adalah, "Gue gak akan pernah berhenti suka sama lo sampai gue mati, Egano! Gue gak peduli gue harus berlutut, gue akan lakuin apa pun buat dapetin lo!"

***

Zelira sungguh tidak menyangka. Hanya karena perkara yang bukan disebabkan olehnya di kantin hari ini, dampaknya sampai harus menggegerkan seluruh kantin dan menciptakan drama yang mengalah-ngalahi sinetron. Ia juga tidak menyangka saat semua orang yang sudah menyaksikan drama itu sejak awal dan mengetahui itu kesalahan Alani, di mata mereka itu semua tetap kesalahan Zelira.

Zelira berasa dirinya cosplay menjadi villain yang menyiksa seorang female lead yang lemah gemulai.

Lebih tepatnya, ia seperti sedang menjadi tokoh cerita yang sering ia temui bergenre isekai romansa yang masuk ke tubuh seorang villain yang dituduh melakukan kejahatan kemudian suatu hari kembali lagi ke tubuhnya yang asli. Faktanya, itu tidak nyata. Tubuh yang ia tempati saat ini ya tubuhnya sendiri. Seorang Zelira, yang dikenal jahat dan bodoh.

Zelira termenung mengingatnya. Mengamati wajah itu di depan kaca. Mata hazel dengan bulu mata lentik rambut cokelat, serta preposisi wajah yang tanpa ada celah kesalahannya layaknya barbie. Tidak ada kata lain yang dapat dideskripsikan selain kata sempurna.

"Tapi orang-orang sialan itu benci wajah ini ...."

Cewek itu merebahkan diri di kasur sambil menghembuskan nafas. Masih hari pertama, rasanya menyebalkan sekali. Ia masih bertanya-tanya apa yang Zelira lakukan dulu separah itu sampai ia bisa melihat kebencian cowok bernama Egano yang tingkat tinggi?

"Bentar." Ia mengerutkan kening, teringat sesuatu dan kembali mendudukkan diri di atas kasur. Ia mengambil ponsel, mencari-cari nomor telepon di sana, berikut menunggu suara sambungan seluler hingga muncul suara seorang cewek di sana.

"Hallo?" bisik Zelira sambil memastikan tidak ada orang yang mendengar percakapannya.

"...."

"I'm fine, Cla. How about you?" Setelah mendapat jawaban dari orang di seberang, cewek itu diam sejenak. "Eum, lo bisa bantu cari tahu data seseorang buat gue gak?"

"...."

"Yeah, everything's okay. But, just curious."

"...."

"Nelyn. Kelas 11 IPA 1. SMA Tribuwana. "

"...."

"November, Echo, Lima, Yankee, November."

"...."

"Oke, thanks, Cla. Gue tungguin ya!"

"...."

"Of course. I will tell you everything if we meet."

"...."

"Promise. Bye!" Sambungan terputus dan dia tersenyum sekilas. Pikirannya kembali berkelana pada seorang cewek yang menurutnya cukup misterius di kelas. Teman sebangkunya. Ia menyipitkan mata, melihat data siswa kelas IPA 1 di sana, tapi tidak menunjukkan sesuatu yang signifikan.

"QUEEN!" Suara teriakan histeris muncul dari arah pintu, merenggut perhatian cewek itu dan kini ia bisa melihat tiga orang perempuan yang sedang berdiri di sana.

"Mama? Kalian? Ngapain di sini?" tanyanya bingung saat Jacy dan Leda sama-sama lagi mengucurkan air mata di sana.

***

Gaiss, karena aku masih author awal, kasih dukungannya dong dengan cara komen dan vote!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 19 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The 555Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang