-4-

519 130 3
                                    

Leslie menatap pemandangan di luar kereta kudanya dengan malas-malasan. Lehernya terasa pegal sebab enggan meluruskan pandangannya.

Dengan dikelilingi suara tapak dari kuda serta roda yang menginjak tanah, udara di dalam kereta terasa menyesakkan sebab ada Matthias yang tengah membaca buku di hadapannya.

Perjalanan ke ibukota benar-benar membosankan. Untuk kesekian kalinya, Leslie menghela nafas.

"Kau terlihat begitu bosan." Ucap Matthias dengan pandangan yang tak beranjak dari bukunya.

Demi kelancaran hidupnya hingga tokoh Josephine hadir, Leslie pun menyunggingkan senyum palsu disana, "Mana mungkin aku bosan jika ada kau disini." Bualnya tanpa rasa malu.

Matthias tersenyum samar, "Benarkah? Kalau begitu kenapa kau lebih memilih untuk melihat pemandangan di luar ketimbang bicara denganku? Tidakkah lehermu terasa kaku karena tak bergerak sedari tadi?"

Seperti terkena pukulan tepat di kepalanya, Leslie pun berdeham canggung, "I-itu karena.. aku terlalu gugup. Lagipula kau sibuk membaca buku, jadi aku-"

Matthias segera melipat buku itu dan diletakkan tepat di sebelahnya. Maniknya menatap Leslie dengan tenang, "Kau aneh belakangan ini. Apa yang terjadi?"

Dengan wajah yang dibuat seramah mungkin, pun Leslie berusaha menampilkan ekspresi tenangnya. Meski tentu saja Matthias dapat melihat kepalsuan itu. Wanita di hadapannya ini terlihat begitu terpaksa hanya untuk bicara dengannya. Lantas ia dengan tidak tahu malu masih bisa bercakap, "Apa kau yakin aku yang aneh? Mungkin kau hanya tidak mengenalku, wahai tuan Matthias yang saaaangat rupawan dan terhormat." Leslie memang tersenyum kali ini, namun Matthias jelas tak melihat keramahan dalam ekspresinya.

Syukurnya kereta mereka telah berhenti dan menandakan jika perjalanan ini sudah sampai pada tujuan. Nasib baik Leslie tak perlu berbincang lebih lama dengan makhluk dihadapannya.

Pun Matthias keluar lebih dulu untuk menyerahkan tangannya pada Leslie dan menuntun wanita itu turun dari atas kereta -selayaknya seorang gentleman.

Leslie menerima perlakuan itu dengan sopan. Maniknya segera menangkap bangunan berwarna pastel yang terdapat kaca besar di depannya -memajang berbagai koleksi gaun elok memanjakan mata.

Binar jelas terlihat di mata Leslie. Bagaimanapun ia adalah seorang wanita. Dan lagi, ia belum pernah pergi berbelanja di kehidupannya yang lama. Jadi, anggap saja momen-momen seperti ini adalah balasan atas kesabarannya dahulu kala.

"Apakah kau akan memilihkan gaun untukku, Matthias?" Ucap Leslie yang tengah menatap lelaki di sebelahnya. Yah, ia ingin bertindak sebagai wanita beretika yang menghargai pasangannya meski itu tak nyata.

Matthias berjalan sembari membukakan pintu untuk Leslie, "Aku merasa tersanjung bisa memilihkan gaunmu, Leslie. Tapi kali ini aku akan membiarkanmu memilih sendiri karena ini adalah hadiahmu, bukan hadiahku." Ucapnya dengan senyuman yang bisa membuat siapapun meleleh jika melihatnya. Namun tidak dengan Leslie. Kening wanita itu bahkan sempat berkedut dan membalasnya dengan senyuman tak kalah palsu.

"Ah, kau sungguh rendah hati. Baiklah, aku takkan memaksa." Alah, bilang saja kau tak tertarik ikut campur dengan urusanku karena aku bukanlah Josephine yang nantinya akan membuatmu ingin terlibat di semua sisi kehidupannya bahkan dalam bahan makanan yang akan masuk ke dalam perut wanita itu.

Dengan hati riang yang bahkan tak dapat dirusak dengan kehadiran Matthias, pun Leslie berjalan menelusuri butik dengan keanggunan serta eksistensi yang mampu membuat pengunjung lain terpesona.

Matthias tengah duduk pada sofa di tengah ruangan, membuat sang pemilik toko melayaninya dengan sepenuh hati atas kunjungan itu. Bagaimanapun Matthias dan Leslie adalah keluarga bangsawan yang terpandang. Tentu saja hal itu membuat pengunjung lain menyingkir untuk memberikan ruang kepada keduanya.

I Run The Spin OffTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang