Matthias melihat jemari Leslie yang memegang ujung kemejanya seakan enggan menyentuh kulitnya secara langsung.
Begitu kontras dengan perlakuannya terhadap Isaac yang bahkan ia tangkup wajahnya.
Pun dengan tendensi tersembunyi, Leslie menuntun Matthias untuk duduk pada kursi yang tadi ia singgahi. Wajahnya begitu bersemangat seakan senang dengan kehadiran lelaki itu, "Matthias, perkenalkan, gadis cantik ini namanya Josephine. Ia akan mengisi tempat Inez sampai minggu depan."
"...." Matthias, lelaki itu melepaskan pandangannya dari Leslie yang berdiri tepat di tengah mereka dan berpindah pada gadis berambut emas yang kini tengah berdiri dari tempatnya –menunduk hormat sembari mencuri pandang pada Matthias dan menunduk lagi ketika mendapati tengah diperhatikan.
"...Selamat siang, Tuan." Suara gadis itu terdengar lembut bak nyanyian yang memanjakan telinga. Tentu saja atensi Matthias sepenuhnya tertuju pada Josephine.
Pemandangan itu dilihat langsung oleh Leslie yang sudah menarik senyumnya hingga ke telinga seakan telah berhasil mencomblangkan keduanya. Matthias jelas terlihat tertarik. Tidak. Sepertinya justru terpesona.
"Nama lelaki ini Matthias. Ia adalah Pangeran disini. Dan orang yang mungkin akan jadi suamiku kelak, kalau jadi."
Manik Matthias yang tadinya tertuju pada Josephine pun segera berpindah pada Leslie, "...Kalau jadi?"
"Iya. Bukankah segalanya bisa terjadi?"
"..."
Jujur saja. Suasana disana menjadi sangat canggung ketika Leslie melontarkan kalimat itu. Namun yang membual justru tak merasa bersalah melainkan menampilkan wajah polosnya. Sementara Isaac dan Josephine sudah seperti menelan bara api dari kalimat Leslie. Apalagi saat mendapati wajah Matthias seperti bongkahan es yang dingin.
"Josephine, kau tidak perlu takut pada lelaki ini, ya? Meskipun wajahnya seperti ingin mengajak berkelahi, namun ia lelaki yang cukup baik, kok."
Matthias terkekeh. Mendengus dengan hidungnya sementara Isaac semakin membelalakkan mata karena ternyata hubungan mereka sedikit di luar dugaan.
"Dia tampan sekali, kan?" Timpal Leslie kemudian. Ia menepuk pelan pundak Matthias saat lelaki itu masih menatapnya, "Ah, kalian sudah pernah bertemu, bukan?"
"...Maksudmu saat kau terjatuh dari atas pohon Beech?"
Leslie berdeham keras untuk menyamarkan ucapan Matthias. Ia tak ingin Isaac mendengar ucapan itu –ucapan tentang kebodohannya.
Pun Leslie segera berjalan ke belakang Isaac untuk menggenggam tangannya, "I-Isaac. Kita harus membersihkan pakaianmu agar nodanya tak berbekas. Sementara itu, Matthias. Aku titip Josephine. Jangan membuatnya takut." Wanita itu segera menarik Isaac untuk mengikutinya yang terburu-buru. Ingin membuat momen di antara para pemeran utama, pun Leslie terus melangkah menuju paviliun utama.
Langkahnya yang ringan berjalan menuju dapur kerajaan yang terlihat sibuk. Para pegawai yang menyadari keberadaan mereka segera menunduk hormat, "Maaf, silahkan dilanjutkan aktivitasnya. Aku hanya akan berdiri di sudut." Ucap Leslie yang sudah melepas tangannya dari Isaac saat mendekati pintu.
Para pegawai pun mengikuti perintah dari calon istri pangeran mereka. Beberapa di antaranya sibuk membersihkan dapur, sisa lainnya sedang memasak sesuatu hingga aromanya sungguh menggoda selera.
"Cepat bersihkan jasmu disana." Ucap Leslie sembari menunjuk wastafel yang berada di sudut dapur.
"Oh, kukira kau yang akan bertanggung jawab."
"Enak saja. Bukankah membawamu kemari dan menghidangkan camilan terbaik dari juru masak Charleston melebihi rasa tanggung jawabku?" Leslie, ia baru saja menerima satu piring kue kering yang membuat liurnya sedikit banjir.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Run The Spin Off
Fanfiction"Orang ketiga. Adalah karakter dari seorang Leslie Goldwin. Tidak, ia tak terlahir sebagai orang jahat. Ia hanyalah wanita yang dipaksa menikah dengan seorang Pangeran untuk meningkatkan kasta keluarganya yang ambisius. Sayangnya, sampai kapanpun Le...